Rabu, 27 Juni 2018
Jumat, 22 Juni 2018
Rabu, 20 Juni 2018
SIMBOL PAYUNG
SIMBOL
PAYUNG
Pada beberapa lambang
Lembaga Adat di Nusantara terdapat simbol Payung.
Apakah asal usul dari simbol
Payung tersebut?
Apakah nama awalnya
untuk menyebut simbol yang berbentuk Payung tersebut?BALAI ADAT MELAYU RIAU
BALAI
ADAT MELAYU RIAU
Pada bangunan Balai Adat
Melayu Riau, terdapat simbol Kaharingan di atap bangunannya. Ini sebagai
petunjuk bahwa terdapat hubungan antara Melayu dengan Kaharingan sehingga
simbol ini masih tetap dipakai meskipun Melayu telah identik dengan agama
Islam. Artinya apa-apa yang ada didalam ajaran Kaharingan terdapat juga dalam
adat istiadat Melayu meskipun telah beragama Islam. Dengan kata lain bahwa
apa-apa yang ada didalam ajaran Kaharingan dapat juga diterima dalam ajaran
Islam.
Hal ini juga sebagai petunjuk
bahwa Melayu tidak pernah terpengaruh dengan agama Buddha maupun Hindu sebelum
adanya Islam. Karena Melayu sebelum adanya Islam adalah pemeluk Kaharingan yang
merupakan agama asli Nusantara, yang juga sebagai agama awal ketika terciptanya
alam semesta.
Selasa, 19 Juni 2018
BULU-BULU BURUNG DI KEPALA SUKU DUNIA
BULU-BULU
BURUNG
DI
KEPALA SUKU DUNIA
Mengapa suku-suku dunia ini memakai hiasan
bulu-bulu burung di kepalanya?
Apakah hanya sekedar hiasan belaka?
Atau ada maksud tertentu?
Mengapa susunan bulu-bulu burung tersebut
membentuk lingkaran di kepala?
Mengapa pemakaian
bulu-bulu burung tersebut tidak bisa langsung dipakai semuanya? Tetapi harus
bertahap dari satu helai sesuai tingkatan dan kemampuan, hingga akhirnya
memenuhi kepala yang membentuk lingkaran.Senin, 18 Juni 2018
KAHARINGAN
KAHARINGAN
Kaharingan adalah agama asli
di Kalimantan terutama dianut oleh masyarakat Dayak. Agama Kaharingan telah
ada beribu-ribu tahun di Kalimantan sebelum datangnya agama Hindu, Buddha,
Islam, dan Kristen. Sebagai agama warisan leluhur Kalimantan, Kaharingan sangat
erat kaitannya dengan kehidupan sosial dan aktivitas keseharian masyarakat
dayak pada masa lalu.
Kaharingan berasal dari
bahasa Sangiang yaitu induk dari bahasa yang ada di Kalimantan yang berasal
dari kata Haring yang berarti hidup. Kaharingandapat juga diartikan sebagai
kehidupan yang abadi dari Ranying Mahatalla Langit. Ranying, merupakan nama yang
mengacu kepada Zat Tunggal Yang Mutlak. Dalam keyakinan masyarakat Dayak, Agama
Kaharingan telah ada semenjak awal penciptaan, yaitu saat Ranying Mahatalla Langit
menciptakan alam semesta.
Agama Kaharingan sering
dilambangkan dengan Batang Haring atau Batang Garing yang
berarti Pohon Kehidupan. Pohon Kehidupan ini memiliki makna filosofis
keseimbangan atau keharmonisan hubungan antara sesama manusia, manusia dengan alam,
dan manusia dengan Tuhan.
Agama Kaharingan memuat
aturan bagi kehidupan. Nilai dan isinya bukan sekadar ajaran tentang adat istiadat, namun
juga ajaran untuk berperilaku yang harus disampaikan secara lisan dan
dimengerti secara menyeluruh. Terdapat ajaran utama yang ditanamkan sejak lahir
bagi masyarakat Dayak yang menganut agama Kaharingan yaitu “Kesabaran”. Bagaimana
ajaran membentuk “Kesabaran” dalam masyarakat Dayak yang merupakan bagian dari
ajaran agama Kaharingan yang ditanamkan sejak lahir yang kemudian menjadi
tradisi dan ciri khas masyarakat Dayak, akan dijelaskan pada postingan
berikutnya.
Pada masa dahulu, orang-orang
diluar masyarakat Dayak menyebut agama Kaharingan sebagai agama Dayak, karena
agama ini melekat erat dalam setiap kehidupan masyarakat Dayak sehingga menjadi
identitas utama masyarakat Dayak. Selanjutnya ada yang menyebutnya sebagai agama
Tempon, agama Heiden dan juga agama Helo. Nama Kaharingan baru populer pada
pertengahan abad ke-20.
Pada masa Kolonial Belanda,
agama Kaharingan ini berusaha di hilangkan oleh Kolonial Belanda karena berkaitan
erat dengan strategi penguasaan wilayah Kalimantan yang memiliki hasil bumi
yang melimpah. Kolonial Belanda tahu betul hukum adat orang Dayak yang tanpa
pandang bulu akan menjaga wilayahnya dari para pendatang yang dinilai merusak
alam mereka.
Kolonial Belanda kemudian
berusaha menghilangkan keberadaan agama Kaharingan ini dengan memunculkan agama
Hindu sebagai agama masyarakat Dayak. Padahal agama Hindu merupakan agama baru,
sedangkan agama Kaharingan telah ada ribuan tahun bahkan telah ada ketika
penciptaan alam semesta. Akibatnya adalah masyarakat Dayak dikatakan memeluk
animisme sebelum mereka memeluk agama Hindu.
Strategi kolonial Belanda
tersebut telah berhasil menghilangkan identitas masyarakat Dayak hingga
generasi sekarang dan menjadi jamur yang melekat dalam pemikiran pribumi
Kalimantan yang menganggap nenek moyang mereka beragama Hindu dan menganut
animisme sebelum adanya agama Hindu.
Pemunculan tersebut gencar
dilakukan dalam setiap tulisan-tulisan orang Belanda yang selanjutnya menjadi
dasar tulisan-tulisan berikutnya. Sungguh sangat miris, ketika pribumi
Kalimantan membuat tulisan yang mengacu pada tulisan kolonial Belanda,
sedangkan dasar dari tulisan kolonial Belanda itu telah menghancurkan identitas
nenek moyang mereka sendiri. Dari sini dapat terlihat bahwa pribumi Kalimantan
tersebut tidak mengerti tentang asal usul nenek moyangnya sendiri, sehingga
tulisan kolonial Belanda yang selalu mereka pakai dan puja-puja, sedangkan
sumber dari nenek moyang mereka sendiri tidak pernah mereka mengerti dan
menggalinya. Artinya bisa juga dikatakan bahwa mereka tidak percaya pada nenek
moyang mereka sendiri dan lebih percaya pada perkataan kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan
Indonesia, keberadaan agama Kaharingan yang sejak ribuan tahun silam, sebagai
salah satu kepercayaan yang sangat tua di Nusantara, ternyata pasca Proklamasi
kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Kaharingan tidak mendapat tempat atau
tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Hingga kini telah lama merdeka,
Pemerintah Indonesia belum dapat memberikan pengakuan resmi terhadap keberadaan
agama Kaharingan, sehingga ikut hilang juga identitas masyarakat Dayak.
Pada tanggal 20 Februari
1980 para penganut Kaharingan di Kalimantan diharuskan berintegrasi dengan
Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemerintah Indonesia pada masa itu
mewajibkan penduduknya untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia. Sehingga hilanglah jejak Kaharingan dan berganti menjadi
Hindu. Sedangkan Kaharingan tidak sama dengan Hindu. Ajaran dasar dan praktiknya
sangat jauh berbeda dengan Hindu.
RUMAH ADAT SUNDA
Pada rumah adat Sunda terdapat lambang
Kaharingan pada atapnya. Lambang yang sama terdapat pada rumah-rumah di
Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini sebagai petunjuk bahwa Kaharingan adalah agama
asli Nusantara yang dianut pada masa dahulu. Kaharingan tidak sama dengan
Buddha ataupun Hindu, meskipun untuk sekarang ini Kaharingan lebih
dikelompokkan pada Hindu. Tapi asal usulnya Kaharingan lebih dahulu ada jauh
sebelum adanya Buddha ataupun Hindu. Untuk istilah Kaharingan ini di
Kalimantan, ditempat lain bisa memiliki istilah yang berbeda, tetapi simbol
pada atap rumah masyarakatnya sama yang merujuk pada simbol yang di Kalimantan
disebut Kaharingan atau istilah bangunannya disebut Palang Silang.
Minggu, 17 Juni 2018
JEJAK TANAH MELAYU 1
JEJAK
TANAH MELAYU
DI
BENUA PAMALAYA 1
TO
KARUNSI’E
To Karunsi'e atau Suku
Karunsie adalah suku yang berdiam di kampung Dongi kecamatan Nuha kabupaten
Luwu Timur provinsi Sulawesi Selatan. Suku Karunsie memiliki kerabat dekat dengan
suku Padoe dan suku Tambee. Ketiga suku ini bersatu dalam Pasitabe yaitu wadah atau
tempat untuk menyatukan dan mempererat tali persaudaraan ketiga suku ini yang
sebelumnya sempat terpecah dan tersebar ke berbagai daerah. Dengan adanya Pasitabe
ini mereka kembali bersatu.
Suku Karunsi'e dan suku
Tambee dahulunya berasal dari suku bangsa Dompipi, yang terbagi menjadi 2
suku yaitu suku Dompipi To Karunsi’e yang bermukim di daerah Salonsa atau Dongi,
Kaporesa, Sinongko dan Pae-Pae. Yang satunya lagi adalah suku Dompipi To
Tambe’e Bangkano Tambalako yang bermukim di daerah Landangi, Koropansu, dan
Korolansa.
Bahasa Suku Karunsi'e termasuk
dalam kelompok bahasa Moro dialek Karunsi'e. Sehingga suku Karunsi'e termasuk
salah satu dari kelompok Moro yang banyak berdomisili di Morowali provinsi
Sulawesi Tengah. Artinya Suku Karunsi’e dan Moro memiliki hubungan nenek moyang
atau hunbungan darah, meskipun sekarang telah terpisah status nama sukunya.
Pada rumah adat suku
Karunsi’e terdapat lambang Kaharingan. Kaharingan merupakan agama asli di
Nusantara, dan sebagai agama yang dahulunya dipeluk oleh masyarakat di Benua
Pamalaya.Sabtu, 16 Juni 2018
Jumat, 15 Juni 2018
Selasa, 12 Juni 2018
PERADABAN BANGSA BERTELINGA PANJANG DI CANDI BOROBUDUR
PERADABAN BANGSA BERTELINGA PANJANG
DI CANDI BOROBUDUR
Candi Borobudur berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 123
meter X 123 meter. Terdapat total 2672 relief yang terdiri dari 1212 relief
dekoratif dan 1460 relief kisah. Kemudian terdapat 504 arca yang terletak dalam
432 relung di teras bujursangkar dan 72 stupa berlubang di teras lingkar.
Pada patung dan relief banyak terdapat sosok yang
bertelinga panjang, yaitu telinganya memanjang akibat menggantung anting-anting
yang berat. Membentuk telinga memanjang seperti ini merupakan tradisi pada
beberapa suku di dunia yaitu Suku Dayak Kalimantan, Suku Huaorani Indian, Suku
Maasai Afrika dan Suku Karen Burma. Artinya pada suku-suku ini memiliki
petunjuk tentang asal usul Candi Borobudur. Dengan kata lain bahwa dengan
banyaknya relief dan patung di Candi Borobudur yang memiliki ciri-ciri pada
suku-suku tersebut sehingga pada masa dahulu suku-suku tersebut memiliki peran
yang cukup penting terhadap terciptanya Candi Borobudur. Sehingga bisa juga
dikatakan bahwa nenek moyang suku-suku ini dahulunya memiliki peradaban yang
cukup tinggi dan tidak primitif, dimana peradaban mereka hingga kini belum
dapat tertandingi.
Yang menarik lagi adalah
pada salah satu relief terdapat sekelompok orang bertelinga panjang yang
berkumpul dibawah dan didekat sebuah bangunan berbentuk rumah panggung yang bentuk
atap dan bangunannya memiliki kemiripan dengan rumah lumbung padi di
Kalimantan.Senin, 11 Juni 2018
TELINGA PANJANG PADA PATUNG CANDI BOROBUDUR
TELINGA PANJANG
PADA PATUNG CANDI BOROBUDUR
Pada Candi Borobudur terdapat patung yang memiliki
ciri-ciri bertelinga panjang. Pada lubang telinganya terdapat bekas menggantung
anting-anting yang berat sehingga lubang telinganya menjadi panjang. Ciri-ciri
seperti ini bukan hanya sekedar dimaknai bahwa tokoh yang dimaksud pada patung
tersebut adalah bekas seorang Bangsawan atau anak raja saja, tetapi tokoh yang
dimaksud menggantung anting-anting yang berat sehingga lubang telinganya
memanjang adalah karena mengikuti tradisi yang ada dalam kaumnya.
Bentuk telinga panjang
pada patung tersebut sebagai petunjuk untuk menelusuri asal usul sosok patung
tersebut. Penelusurannya dilakukan pada beberapa suku yang tersebar di dunia
yang memiliki tradisi bertelinga panjang. Pada umumnya, suku-suku di dunia yang
memiliki tradisi bertelinga panjang yaitu Suku Dayak Kalimantan, Suku Huaorani
Indian, Suku Maasai Afrika dan Suku Karen Burma. Maka pada suku-suku inilah
dapat ditelusuri asal-usul sosok patung tersebut, sehingga dapat ditelusuri
juga asal usul dari Candi Borobudur.Minggu, 10 Juni 2018
RELIEF MANUSIA BURUNG DI DUNIA
RELIEF MANUSIA BURUNG DI DUNIA
Adanya berbagai relief Manusia Burung pada beberapa candi
di Indonesia dan dunia, memberikan gambaran bahwa wujud Manusia Burung atau
Manusia Langit yang melegenda ini bukan hanya ada pada satu tempat saja,
melainkan terdapat keberadaannya pada berbagai tempat di bumi. Dan keberadaan
wujud Manusia Burung ini dipercayai oleh masyarakat pada beberapa tempat di
bumi sebagai salah satu asal usul keberadaan nenek moyang mereka di bumi. Sehingga
untuk menelusuri asal usul Manusia Burung ini mestilah menelusurinya ke
berbagai tempat yang memiliki hubungan pada wujud Manusia Burung tersebut.
Kalimantan merupakan salah satu tempat di bumi yang
memiliki keterikatan kuat terhadap wujud Manusia Burung karena dipercayai
sebagai salah satu asal usul keberadaan nenek moyang masyarakat kalimantan di
muka bumi. Dalam sebuah hikayat yang berasal dari Tanah Kalimantan, tentang
awal mula penciptaan alam dan kehidupan dimuka bumi, disebutkan bahwa setelah
terciptanya bumi, Ranying Mahatalla Langit atau Tuhan Yang Maha Esa
menurunkan Ruh Suci dari langit ketujuh ke bumi yang berbentuk burung yang
disebut Tiung Layang.
Tiung Layang ketika turun ke bumi,
ia duduk pada sebuah gong emas besar yang berhias intan permata. Gong emas
tersebut ditempatkan pengetahuan tentang alam semesta. Gong emas besar
tersebut, terletak diatas sebuah Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas. Tiung
Layang ketika turun ke bumi bersama gong emas besar dan Palangka Bulau yang
berhias Kalengkang emas, jatuh seperti kilat yang menyambar bumi pada sebuah
batu granit hitam.
Dalam perjalanannya turun ke bumi,
beberapa bulu Tiung Layang terlepas dari tubuhnya. Dan bulu-bulu tersebut
ketika sampai di tanah menjadi Daun Menjuang dan senjata Mandau, sehingga kedua
benda ini menjadi benda yang di sakralkan oleh masyarakat Kalimantan. Begitu juga
gong menjadi benda yang disakralkan dalam ritual adat dan perkawinan.
Setelah tiba di bumi pada sebuah
batu granit hitam, Tiung Layang kemudian terbang kesana kemari melakukan
perjalanan suci yang disebut Melahui. Tiung Layang melewati atas sungai yang
panjang di Kalimantan sehingga sungai yang panjang tersebut disebut Sungai
Melahui, yang kemudian terlogatkan menjadi Sungai Melayu atau Malaya. Sungai Melahui
atau Sungai Melayu ataupun Malaya ini kemudian disebut sebagai Sungai Kapuas.
Pada hikayat yang lainnya lagi
disebutkan bahwa Tiung Layang ini merupakan salah seorang Pangkal Lima atau Panglima yang bergelar Nek Burung
Kajang yang dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan wujudnya seperti manusia
berkepala burung dan dikedua kakinya terdapat gelang naga, serta telapak
kakinya berbentuk cakar burung berbentuk emas.
Dalam hikayatnya, Tiung Layang selain bergelar Nek Burung
Kajang juga disebut sebagai Nek Bate Manurun. Tiung Layang ini disebutkan
sebagai keturunan dari anaknya Nabi Adam dan Siti Hawa di Surga yang
diperintahkan untuk membawa turun seperangkat peti besi dalam sebuah gong besi
yang sangat besar yang telah ditempatkan pengetahuan tentang alam semesta. Gong
besi tersebut terletak diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas. Gong
besi tersebut berasal dari air mata anaknya Nabi Adam dan Siti Hawa yang rindu
kepada kedua orangtuanya karena telah di usir dari Surga. Gong besi besar
tersebut ketika turun seperti kilat yang menyambar ke bumi dan jatuh bersama
Tiung layang pada sebuah batu granit hitam.
Adapun Tiung Layang memiliki nama asal lagi ketika di
Surga dan namanya ini menjadi persyaratan yang harus di ketahui jika ingin
mempelajari Ilmu Perlindungan Ghaib dan melunakkan besi. Tiung Layang juga
dalam riwayatnya sebagai Panglima yang memimpin pasukan burungnya Nabi
Sulaiman.
Tiung Layang ketika turun ke bumi membawa gong besar
diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas, beberapa bulunya terlepas
dari tubuhnya. Bulu-bulunya ketika jatuh ke bumi menjadi Daun Menjuang dan bulu
sayapnya menjadi sebuah pedang besar yang bercahaya yang disebut Teariduni.
Daratan tempat bulu sayapnya yang menjadi pedang besar
bercahaya Teariduni itu disebut Suluara atau Selaara yang berarti Sullu atau
Sella bermakna pelindung suci atau senjata suci dan Ara yang berarti bercahaya.
Sullu atau Sella kemudian disebut sebagai Ceylon.
Adapun turunnya gong
besar dari surga yang dibawa oleh Tiung Layang ini menjadi asal usul masyarakat
Kalimantan mensakralkan Gong sebagai alat yang selalu dipakai dalam setiap
ritual adat dan perkawinan. Setelah turun ke bumi, seperangkat peti besi besar
yang terdapat dalam gong diambil oleh Malaikat Jibril untuk diberikan kepada
Nabi Adam yang telah berada di bumi.JAMPI-JAMPI NEK BURUNG KAJANG
JAMPI-JAMPI
NEK BURUNG KAJANG
Dalam Thariqat Melayu Temenggung Penghulu Sanggau,
dipercayai bahwa salah seorang Pangkal Lima atau Panglima adalah bergelar Nek Burung
Kajang yang dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan wujudnya seperti manusia
berkepala burung dan dikedua kakinya terdapat gelang naga, serta telapak
kakinya berbentuk cakar burung berbentuk emas.
Dalam riwayatnya, Nek Burung Kajang bernama asal Nek Bate
Manurun adalah keturunan anaknya Nabi Adam dan Siti Hawa di Surga yang
diperintahkan untuk membawa turun seperangkat peti besi dalam sebuah gong besi
yang sangat besar yang terletak diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang
emas. Gong besi besar tersebut ketika turun seperti kilat yang menyambar ke
bumi. Adapun Nek Bate Manurun ini memiliki nama asal lagi ketika di Surga dan
namanya ini menjadi persyaratan yang harus di ketahui jika ingin mempelajari
Ilmu Perlindungan Ghaib dan melunakkan besi. Nek Bate Manurun ini juga dalam
riwayatnya sebagai Panglima yang memimpin pasukan burungnya Nabi Sulaiman.
Nek Bate Manurun ketika turun ke bumi membawa gong besar
diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas, turun seperti kilat yang
menyambar dan menancap ke tanah seperti wujud Pedang besar bercahaya yang
disebut Teariduni di daratan yang disebut Suluara atau Selaara yaitu Sullu atau
Sella yang berarti senjata dan Ara yang berarti bercahaya. Turunnya gong besar
dari surga yang dibawa oleh Nek Bate Manurun ini menjadi asal usul masyarakat
Kalimantan mensakralkan Gong sebagai alat yang selalu dipakai dalam setiap
ritual adat dan perkawinan. Setelah turun ke bumi, seperangkat peti besi besar yang
terdapat dalam gong diambil oleh Malaikat Jibril untuk diberikan kepada Nabi
Adam yang telah berada di bumi.
Nek Burung Kajang dapat dipanggil Ruh sucinya jika telah
muncul Petuong di parak-parak rumah atau terjadi bencana peperangan maupun
bencana lainnya yang membahayakan wilayah anak cucuk Nek Burung Kajang. Jika
telah saatnya di panggil, Temenggung Penghulu akan mempersiapkan sehelai kain merah
seukuran tiga ruas jari yang kemudian di tulis rajah dengan minyak Misik yang
berisi nama Temenggung Penghulu dan asal usul Nek Burung Kajang.
Kemudian dalam kain merah itu di isi tujuh butir beras
kuning yang berasal dari tujuh tempat berbeda dan telah di lumuri minyak Misik serta
tujuh helai rambut yang tertinggal di sisir. Ketujuh butir beras kuning dan helai
rambut itu dibungkus dengan daun sirih, yang selanjutnya dibungkus dengan kain merah
tadi.
Berikutnya kain merah yang berisi daun sirih, tujuh butir
beras kuning dan helai rambut di masukkan ke dalam tempat pembakaran
wangi-wangian yaitu wangian Gaharu atau Kulit Kayu Lukai pada tempat terbuka. Kain
merah tadi dibakar bersama wangi-wangian hingga habis. Dan asap dari pembakaran
tadi yang naik ke angkasa sebagai media untuk memberi pesan kepada Nek Burung Kajang
bahwa anak keturunannya ingin bertemu.
Selanjutnya Temenggung Penghulu mandi hadats dan bersuci.
Setelah itu pergi ke sebuah gunung batu yang terdapat peninggalan altar batu
dari nenek moyangnya dengan membawa alat pembakaran wangi-wangian, seperangkat
sirih pinang beserta mayangnya, tujuh butir beras kuning dari tujuh tempat yang
berbeda dan telah dilumuri minyak Misik dan satu koin Buraq sebagai syarat
pengerasnya.
Sesampainya di gunung batu yang terdapat altarnya,
Temenggung Penghulu duduk menghadap ke Barat dengan posisi kaki kanan menimpa
kaki kiri dan jangan di silang. Dalam hal ini arah Barat atau arah Matahari terbenam
dipercayai sebagai tempat asal usulnya Nek Burung Kajang yang bersemayam diatas
singgasana berbentuk gong emas berhias Ya’kut yang bercahaya.
Selanjutnya membakar wangi-wangian di dekat tubuhnya dan
memakan sirih hingga tujuh kali untuk menghilangkan bau yang tidak sedap dari
tubuhnya akibat pengaruh makanan yang telah dimakannya. Karena Nek Burung
Kajang tidak suka bertemu orang yang badannya berbau tidak sedap seperti berbau
belacan atau bahan makanan lainnya yang berbau busuk.
Berikutnya menghamburkan tujuh butir beras kuning ke
udara ke arah Barat, kepala ditundukkan ke kiri ke arah jantung dan mulai
membaca jampi-jampi sambil kedua telapak tangan diletakkan dibawah pusat.
Adapun jampi-jampinya yaitu :
“Egameni lika unkulunkulu
onomusa onesihe
Ukudunyiswa kube ku unkulunkulu
inkosi yamamhalaba
Unomusa nomusa inkosi
yosuku lokwahlulela
Nguwe kuphela
onikhulekelayo futhi kuwe kuphela esikucela usizo
Sitshele indlela eqondile
yileyondlela yalabo obanike yona
hayi indlela yabo
yokufutheka noma indlela yabo engalungile
UNkulunkulu akanalo
unkulunkulu okufanele akhulekelwe kodwa
Yena ohlala phakade
uyaqhubeka nokunakekela izidalwa zaKhe
hayi ukulala futhi
engalali kuye yilokho okusezulwini nasemhlabeni
Akekho ongakunikela kunkulunkulu
ngaphandle kwemvume yakhe
Unkulunkulu uyazi ukuthi
yini ekhona phambi kwabo nangemva kwabo
futhi abazi lutho ngoLwazi
lukankulunkulu kodwa yilokho
Akulindele isihlalo sikankulunkulu
sihlanganisa amazulu nomhalaba
Futhi unkulunkulu akanalo
isisindo sokugcina kokubili
futhi unkulunkulu uphezukonke
futhi omkhulu
Yithi ngiphephela enkosini
kankulunkulu
ebubini bezidalwa zakhe futhi
kusukela ebubini
bobusuku lapho sekumnyama
futhi kusukela ebubini
bendlovukazi abashaya
amafindo futhi emona lapho ekhwele
Yithi ngiyawuvikela inkosi
ogcina nokulawula amadoda
inkosi yomuntu abantu
kusukela ebubini
ukuhleka kwehla koshaitan
owayevame ukufihla
ngubani ohleba okubi esifubeni
sesintu
kusukela genera yama jinn
nendoda
Bathi ungu unkulunkulu lowo
noyodwa
Unkulunkulu ungunkulunkulu
oncike kuye zonke izinto
Akayena umntwana noma
ozelwe
Futhi akekho umuntu
olingana naye”.
Jumat, 08 Juni 2018
GONG SEBAGAI SIMBOL ALAM SEMESTA
GONG
SEBAGAI SIMBOL ALAM SEMESTA
Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang pada
umumnya dipergunakan dalam musik tradisional. Dalam kepercayaan masyarakat tradisional, alat musik Gong
sebagai simbol alam semesta beserta isinya. Penyimbolan dalam alat musik Gong
juga berupa perputaran benda-benda yang ada di alam semesta. Selain itu alat
musik Gong juga menyimbolkan tiga dunia dalam kepercayaan lama atau agama nenek moyang yang merupakan
representasi religius dari tiga tahap kehidupan, yaitu lahir, menjalani hidup,
dan mati.
Keberadaan alat musik
Gong ini memberi isyarat bahwa kelompok masyarakat yang mensakralkan sejenis
alat musik ini memiliki atau mewarisi informasi atau rahasia tentang alam
semesta, dimana informasi atau rahasia tersebut akan selaras dengan temuan ilmu
pengetahuan baik pada masa sekarang maupun yang akan datang.SUVARNABHUMI
SUVARNABHUMI
Suvarnabhumi adalah nama bandara Internasional di
Bangkok, Thailand. Bukan tanpa sebab bandara Internasional di Tanah Thai ini
disebut Suvarnabhumi. Hal tersebut karena Tanah Bangsa Thai ini dahulunya
disebut sebagai Suvarnabhumi.
Dalam kitab Jataka yaitu salah satu kitab yang memuat
kisah tentang kehidupan sang Buddha, menyebut Suvarnabhumi sebagai sebuah
negeri yang untuk mencapainya melalui perjalanan yang penuh bahaya, dan yang
dimaksud adalah sebuah negeri di sebelah Timur Teluk Benggala.
Dalam kitab Ramayana, ada menyebutkan nama Yavadvipa,
yang mengisahkan tentang tentara kera yang bertugas mencari Sita di
negeri-negeri sebelah timur dan telah memeriksa Yapadvipa yang di hias oleh
tujuh kerajaan. Pulau ini adalah pulau emas dan perak. Kitab Ramayana juga
menyebut Suvarmadvipa, yaitu sebuah nama yang kemudian dipergunakan untuk
menyebut Sumatera yang artinya “pulau emas”.
Dalam kitab Periplous tes Erythras Thalasses, yaitu
sebuah kitab pedoman untuk berlayar di laut Erythrasa, yaitu samudera
Indonesia. Kitab ini ditulis oleh seorang Nahkoda Yunani-Mesir yang biasa
berlayar antara Asia Barat dan India pada awal Masehi. Dalam kitab tersebut
disebutkan tentang hubungan dagang antara orang-orang India dengan suatu tempat
yang disebut Chryse yang berarti emas. Dan nama tempat ini sama maknanya dengan
Suvarnabhumi dan Suvarnadvipa.
Dalam kitab Geographike Hyphegesis, yaitu kitab yang
memuat petunjuk untuk membuat peta yang di susun oleh seorang Yunani di
Iskandariah, yang bernama Claudius Ptolomaeus. Dalam kitab tersebut banyak
ditemukan nama-nama tempat yang berhubungan dengan logam mulia, yaitu emas dan
perak. Tempat-tempat tersebut adalah Angryre Chora artinya negeri perak, Chryse
Chora artinya negeri emas dan Chryse Chersonesos artinya semenanjung emas. Kitab
ini menyebut pula nama tempat Jabadiou yang artinya pulau Jelai, dan dalam
bahasa Sansekerta Pulau Jelai disebut Yawa, atau dalam bahasa Prakrit disebut
Diou atau Diwu. Adapun Dviva dalam bahasa Sansekerta artinya pulau, dan dalam
nama Jabadiou ditemukan nama Yawadvipa.
Pada prasasti Canggal, yang berangka tahun 654 Saka
atau 732 Masehi, menyebut Pulau Jawa dengan kata Yawa, dan dalam prasasti itu
juga terdapat pujian terhadap Dwipa Yawa.
Artinya dengan mengetahui asal usul Bangsa Thai atau
Thailand yang negerinya dahulunya bergelar Suvarnabhumi, akan berhubungan dengan
asal usul Suvarnadvipa dan Yawadvipa. Begitu juga sebaliknya, dengan mengetahui
asal usul Suvarnadvipa dan Yawadvipa akan berhubungan dengan asal usul
Suvarnabhumi atau Negeri Bangsa Thai. Asal usul tersebut juga melekat erat
dengan kesamaan bentuk adat budaya dan bangunan-bangunan kuno. Karena nama-nama
tempat tersebut berasal dari satu nenek moyang yang sama.Kamis, 07 Juni 2018
DARATAN BUMI DAHULU DAN SEKARANG
DARATAN BUMI
DAHULU DAN SEKARANG
Pada permulaannya, bumi masih kering dan tandus. Air tawarnya
masih sedikit. Air laut juga sedikit, karena lebih luas daratan daripada
lautan. Oksigen sangat tipis.
Sebelum Adam di turunkan ke bumi
terjadi 3 kali perang besar di muka bumi sehingga merubah daratan semakin
berkurang dan lautan meluas dan bertambah.
Setelah Adam di
turunkan ke muka bumi, terjadi 3 kali bencana alam yang dahsyat. Bencana alam ini
ikut merubah bentuk daratan bumi hingga yang dapat terlihat pada masa sekarang.Rabu, 06 Juni 2018
ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : TAMAT
ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 6 ---
- TAMAT -
Setelah tidak mendapat
Narkoba dari teman suaminya itu, hidup Zahara semakin sengsara akibat
ketergantungannya kepada Narkoba. Setelah teman suaminya tidak mau lagi
mencarikannya pelanggan karena penyakit Sifilisnya, ia pun menjual dirinya di
pasar-pasar dengan harga sangat murah asalkan ia dapat uang untuk membeli
Narkoba. Tempat transaksi seksualnya pun sangat memperihatinkan yaitu di
lorong-lorong pasar yang kotor, dibalik kotak-kotak jualan yang berbau busuk
dan dibalik gerobak-gerobak yang bertanah becek. Dimanapun tempatnya akan
dilayaninya asalkan ia dapat uang. Pelanggannya pun dari kalangan bawah dengan
bayaran sangat murah.
Untuk beberapa bulan ia
menjadi wanita tuna susila yang menjual dirinya dengan harga murah
dipasar-pasar, dan penyakit Sifilisnya itu belum diketahui orang. Namun
beberapa bulan berikutnya yaitu pada tahun 1998, penyakit Sifilis yang
dideritanya akhirnya diketahui orang. Pelanggannya banyak yang tertular
penyakit kotornya itu. Ia pun tidak diperbolehkan lagi mangkal di pasar-pasar
karena membawa penyakit kotor.
Setelah tidak diperbolehkan
lagi mangkal di pasar-pasar, Zahara pun tidak mendapatkan pendapatan apa-apa.
Ia tidak dapat membeli Narkoba karena tidak memiliki uang. Hidupnya benar-benar
sengsara saat itu karena sedang dalam pengaruh ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap Narkoba. Kecanduan Narkoba telah menciptakan hidupnya bagai
dalam neraka.
Namun pada pertengahan tahun
1998, ketergantungannya terhadap Narkoba sedikit berkurang akibat semakin
parahnya penyakit Sifilis yang di deritanya. Dari vaginanya pun semakin banyak mengeluarkan
nanah yang berbau sangat busuk, sehingga siapa pun yang didekatnya akan mencium
bau busuk tersebut. Tubuhnya semakin kurus dan lemah. Matanya juga menjadi
cekung. Penyakit Sifilis yang parah di deritanya telah mengurangi kecanduannya
terhadap Narkoba.
Penghujung tahun 1998,
tubuhnya ambruk akibat penyakit Sifilis yang sangat parah di deritanya. Ia pun
dibawa ke rumah sakit Soedarso oleh Bibinya, dan dirawat di rumah sakit itu.
Untuk beberapa bulan di rumah sakit, Zahara hanya terbaring saja akibat
tubuhnya yang telah menjadi lemah. Barulah awal April 1999 ini saja ia sudah
dapat duduk.
Setelah cukup lama aku
mendengarkan cerita Zahara, Bibinya pun datang untuk menjaganya. Aku pun
berkata kepada Zahara bahwa aku harus pulang karena aku ada keperluan malam
itu. Zahara mengiyakannya tetapi ia meminta aku untuk datang lagi besok. Aku
tidak dapat berjanji karena khawatir aku ada halangan. Zahara dengan nada memaksa
meminta aku untuk datang lagi. Jika tidak dapat datang besok, lusa juga tidak
apa-apa. Pokoknya ia memaksa aku untuk datang lagi menjenguknya.
Karena kuatnya keinginan
Zahara untuk memintaku datang lagi, maka aku berkata bahwa aku akan
mengusahakan untuk menjenguknya lagi. Mendengar jawabanku itu terlihat Zahara
sangat senang. Selanjutnya aku berpamitan untuk pulang kepada Zahara dan
Bibinya. Tidak lupa ku katakan kepada Zahara untuk menguatkan hatinya agar ia
dapat bersemangat lagi menjalani hidup. Dengan wajah yang terlihat terharu,
Zahara hanya menganggukkan kepalanya. Selanjutnya aku keluar dari ruangan
tempat Zahara di rawat dan langsung berjalan keluar dari rumah sakit Soedarso
untuk pulang ke rumah.
----------
Dua hari berikutnya setelah
pertemuanku dengan Zahara, aku pun menyempatkan diri untuk menjenguknya lagi di
rumah sakit Soedarso. Saat itu sudah hampir Maghrib. Aku memasuki ruangan
tempat Zahara di rawat. Dan terlihat Bibinya sedang menyuapinya makan saat itu.
Melihat kedatanganku, Zahara sangat senang sekali. Aku pun berdiri di ujung
dekat tempat tidurnya sambil menunggunya selesai disuapkan makan oleh Bibinya.
Selesai makan, Zahara
meminta Bibinya untuk mengambil sesuatu dari lemari kecil di dekat tempat
tidurnya. Bibinya pun segera mengambilkan benda yang diminta oleh Zahara dan
memberikan kepadanya. Setelah memberikan benda itu kepada Zahara, Bibinya pergi
keluar untuk memberikan kesempatan kepada kami berbicara berdua.
Sambil memegang sesuatu yang
terbungkus dalam sebuah plastik hitam, Zahara bertanya mengapa aku baru
menjenguknya lagi. Ku katakan bahwa aku ada kesibukan dua hari ini. Zahara pun
hanya menganggukkan kepalanya saja mendengar jawabanku itu. Selanjutnya ia
mengeluarkan benda yang terbungkus dalam plastik hitam itu. Rupanya benda itu
adalah sebuah buku diari.
Sambil memegang buku diari
itu, Zahara berkata bahwa ia meminta maaf karena tidak bisa mengembalikan buku
diariku yang pernah dipinjamnya. Aku pun berkata bahwa aku sudah tidak ingat
lagi dengan buku diariku itu, dan tidak apa-apa jika ia tidak bisa
mengembalikan buku diariku itu.
Selanjutnya ia berkata lagi
bahwa ia sangat senang membaca tulisanku saat itu meskipun hanya selembar saja,
tetapi selalu dibacanya berulang kali. Setelah tidak bertemu lagi denganku,
buku diariku itu di lanjutkannya dengan tulisannya hingga habis satu buku.
Namun pada tahun 1993, rumahnya terbakar dan buku diariku itu juga ikut
terbakar, padahal buku diariku itu sudah terisi semuanya dengan
tulisan-tulisannya.
Tahun 1997, ketika ia mulai
terkena penyakit Sifilis, ia teringat kepada buku diariku yang telah terbakar
bersama rumahnya. Ia pun membeli buku diari baru untuk tempatnya menumpahkan
perasaannya. Dan buku diari itu sedang dipegangnya saat itu. Namun buku diari
yang baru itu belum penuh semuanya, karena ia menulisnya ketika sedang susah
hati atau merasa kesepian saja. Ia pun memintaku untuk menerima buku diarinya
itu sebagai ganti buku diariku yang pernah dipinjamnya namun ikut terbakar
bersama rumahnya.
Zahara kemudian memberikan
buku diari itu yang kulitnya berwarna kuning gelap kepadaku. Aku pun
menerimanya. Sambil memberikannya kepadaku, Zahara berkata agar aku mau
melanjutkan menulis buku diari itu hingga penuh. Aku pun berkata bahwa aku akan
melanjutkan menulisnya hingga penuh. Selanjutnya kami pun berbincang-bincang
tentang kesembuhan penyakitnya.
Setelah cukup lama kami
berbincang-bincang, aku pun berkata bahwa aku akan pulang. Zahara pun
mengiyakan, namun kembali ia meminta dengan nada memaksa agar aku dapat datang
lagi menjenguknya. Aku pun berkata bahwa aku akan mengusahakan untuk
menjenguknya lagi. Rupanya jawabanku itu terlihat belum memuaskannya, ia
kembali mengulang permintaannya agar aku dapat menjenguknya lagi. Kembali ku
katakan bahwa aku akan menjenguknya lagi. Setelah berkali-kali ku katakan bahwa
aku akan datang menjenguknya lagi barulah Zahara terlihat senang.
Selanjutnya aku berpamitan
akan pulang. Namun ketika aku berpamitan, Zahara memintaku untuk mengucapkan
kata-kata “Ular melingkar-lingkar dipagar rumah Pak Umar”, Zahara mengatakan
bahwa ia rindu mendengar aku mengucapkan kata-kata itu. Aku sambil tersenyum
mengatakan enggan untuk mengucapkannya. Namun Zahara memaksa sambil berkata
bahwa ia sangat ingin mendengar aku mengucapkan kata-kata itu. Zahara juga
berkata bahwa logat “R” berkaratku dalam mengucapkan kata-kata itu sangat
membahagiakan hatinya, dan sebagai penghibur baginya yang sedang sakit itu.
Mendengar perkataan Zahara
itu, aku pun mengabulkan permintaannya. Aku langsung mengucapkan kata-kata
“Ular melingkar-lingkar dipagar rumah Pak Umar”. Setelah aku mengucapkan
kata-kata itu, Zahara langsung tertawa. Selama aku bertemunya di rumah sakit,
baru kali itu aku melihatnya tertawa lepas dan terlihat sangat bahagia. Hatiku
pun ikut senang melihatnya.
Kemudian kembali Zahara
meminta aku untuk mengulanginya lagi menyebut kata-kata itu. Aku pun kembali
mengulanginya menyebut kata-kata itu lagi, karena hatiku senang melihatnya
dapat tertawa lepas dan dapat melupakan sakitnya itu walau hanya sesaat.
Setelah ku ucapkan kata-kata itu lagi, kembali Zahara tertawa, ia sangat
bahagia sekali saat itu. Seakan-akan ia dapat melupakan sakit yang dideritanya
walau hanya sesaat. Dan aku seperti melihat Zahara yang dulu yang sangat cantik
dimataku.
Setelah puas membuat Zahara
tertawa, aku pun berpamitan untuk pulang. Kembali Zahara berpesan agar aku
datang lagi menjenguknya. Aku pun mengiyakan pesannya itu. Selanjutnya aku
keluar dari ruangan tempatnya di rawat sambil membawa buku diari milik Zahara
yang diberikannya kepadaku, dan diluar aku juga berpamitan dengan Bibinya.
Setelah itu aku berjalan keluar dari rumah sakit Soedarso untuk pulang ke
rumahku.
Sesampainya di rumah, aku
langsung masuk ke kamar dan membuka buku diari milik Zahara. Pada balik kulit
buku terdapat nama Elisa Kharismawati. Rupanya nama sebenarnya Zahara adalah
Elisa Kharismawati. Zahara itu ternyata hanya nama panggilannya saja ketika
dulu dia aktif di Remaja Masjil Al-Falah. Aku kemudian membuka lagi lembaran
buku diari Zahara itu. Pada lembar berikutnya terdapat tulisannya yang
meyebutkan bahwa buku diari itu sebagai pengganti buku diari milikku si “R”
berkarat yang pernah dipinjamnya dahulu tetapi telah terbakar ketika rumahnya
terbakar tahun 1993. Ia juga menulis sangat rindu mendengar logat “R”
berkaratku. Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri membaca tulisannya itu.
Berikutnya
tulisan-tulisannya tentang keluh kesah tentang penyakitnya. Dan pada tulisan
terakhir ia menulis “Surga atau Neraka ada pada pasanganmu. Jika ingin masuk
surga, carilah pasangan yang Sholeh. Jika ingin masuk neraka, carilah pasangan
yang bejat. Dan aku telah salah memilih pasangan. Aku telah salah mencintai
orang, yang ternyata telah membawaku ke neraka. Dan neraka itu sudah ku rasakan
di dunia ini”.
Aku terpaku membaca
tulisannya yang terakhir itu. Untuk beberapa saat aku merenungi kata-kata pada
tulisan terakhir Zahara itu. Setelah itu aku mengulanginya membaca dari lembar
pertama lagi. Buku diari milik Zahara itu belum sampai setengah buku terisi.
Dan pada malam itu aku membacanya berulang kali hingga aku tertidur.
----------
Hari-hari berikutnya aku
berencana akan menjenguk Zahara lagi, tapi selalu saja ada halangan sehingga
rencanaku itu selalu gagal. Dan lebih dari 2 minggu aku belum bisa menjenguk
Zahara di rumah sakit. Barulah pada hari Selasa 11 Mei 1999 aku sempat singgah
ke rumah sakit untuk menjenguk Zahara, itu pun waktunya sudah hampir jam 7
malam.
Aku pun bergegas memasuki
ruangan tempat Zahara di rawat. Tapi ketika aku telah masuk didalam, aku
bingung karena tempat Zahara dirawat telah berganti dengan orang lain. Aku
bertanya pada orang yang ada di tempat itu kemana pasien yang sebelumnya di
rawat di tempat itu. Namun orang yang ada di tempat itu tidak tahu kemana
pasien sebelumnya apakah dipindahkan ke tempat lain atau telah pulang.
Mendengar jawaban dari orang
itu, hatiku antara bimbang dan senang. Bimbang karena aku belum tahu jika
Zahara masih dirawat, kemana ia dipindahkan. Hatiku senang, jika ternyata
Zahara telah pulang berarti ia telah sembuh dari penyakitnya. Namun kemudian
ada seorang keluarga pasien yang tempat tidurnya beberapa tempat dari tempat
Zahara di rawat menyampaikan bahwa pasien yang di rawat sebelumnya telah
meninggal dunia kurang lebih dua minggu yang lalu. Aku tersentak mendengar
penyampaian keluarga pasien tersebut. Pikiranku langsung kalut dan sangat tidak
percaya dengan penyampaian itu.
Melihat aku mulai kalut,
keluarga pasien itu berusaha menenangkan, dan mengatakan barangkali ia salah,
dan mungkin bukan pasien yang ku maksud itu yang telah meninggal dunia. Ia pun
menyuruhku menanyakan langsung kepada perawat penjaga agar aku mendapatkan penjelasan
yang tepat tentang pasien yang ku maksud itu.
Tanpa berkata apa-apa lagi,
aku langsung menemui perawat penjaga di bagian tengah ruangan tersebut. Dengan
pikiranku yang mulai kalut, aku pun bertanya tentang pasien yang bernama Zahara
yang sebelumnya di rawat di ruangan itu. Perawat yang menjaga mulai mencari
nama pasien yang bernama Zahara dari buku data pasien yang pernah dan sedang di
rawat di ruangan itu. Rupanya tidak ada yang namanya Zahara yang pernah
dirawat. Aku pun semakin kalut bagaimana bisa Zahara yang lebih dua minggu yang
lalu ku temui di rawat ruangan itu tidak ada namanya.
Dengan situasiku yang
semakin kalut, aku pun berusaha menjelaskan posisi tempat Zahara di rawat.
Ternyata aku yang salah menyebutkan nama, karena yang ada itu adalah namanya
Elisa Kharismawati bukan Zahara. Mendengar perkataan perawat penjaga, barulah
aku teringat bahwa nama Zahara yang sebenarnya adalah Elisa Kharismawati. Aku
pun kembali bertanya kepada perawat penjaga kemana pasien yang bernama Elisa
Kharismawati itu, apakah di pindahkan ke ruangan lain atau telah pulang.
Perawat penjaga kemudian berkata bahwa pasien yang bernama Elisa Kharismawati
telah meninggal dunia pada hari Sabtu 22 April 1999 jam 8 pagi.
Pikiranku langsung kosong
saat itu setelah mendengar perkataan perawat penjaga itu bahwa pasien yang
bernama Elisa Kharismawati telah meninggal dunia. Kaki dan tubuhku pun terasa
bergetar. Aku seperti tak dapat mengendalikan perasaanku. Aku benar-benar tidak
menyangka Zahara telah meninggal dunia. Untuk beberapa saat aku hanya dapat
terdiam. Perawat penjaga juga hanya bisa terdiam melihatku yang sangat syok
mendengar penjelasannya itu.
Setelah beberapa saat aku
terdiam, dengan berusaha mengendalikan perasaanku, aku pun bertanya dibawa
kemana pasien tersebut ketika meninggal dunia. Perawat penjaga kemudian berkata
bahwa pasien tersebut dibawa oleh keluarganya, dan ia pun memberikan nama dan alamat
keluarganya itu kepadaku. Setelah mengucapkan terima kasih, aku bergegas keluar
dari ruangan dan menuju keluar rumah sakit Soedarso. Dengan perasaan tidak
karuan, langsung saja aku pergi ke alamat yang telah diberikan oleh perawat
penjaga, yaitu di salah satu gang di jalan Putri Dara Hitam.
Sesampainya di gang
tersebut, ku cari rumah yang dimaksud. Rumah itu pun kudapatkan dan rupanya
rumah itu sepi, tidak ada orang didalamnya. Aku pun kemudian bertanya ke
tetangga disebelahnya kemana orang yang ada di rumah tersebut. Tetangga itu pun
berkata bahwa orang yang tinggal di rumah itu sedang berkerja dan nanti sekitar
jam 11 malam baru pulang. Aku pun kembali bertanya dimana tempatnya berkerja.
Tetangga itu menjawab bahwa ia berkerja di Jawi Ria di Sungai Jawi.
Setelah mendapat jawaban
tersebut, aku pun berterima kasih dan langsung menuju ke Jawi Ria. Sesampainya
di Jawi Ria, aku langsung bertanya kepada karyawan yang berkerja di tempat itu
nama seseorang yang sedang aku cari. Karyawan di Jawi Ria itu segera memanggil
orang yang ku maksud. Orang yang ku maksud itu pun keluar dan rupanya adalah
Bibinya Zahara yang selama ia sakit menjaganya di rumah sakit.
Ketika melihatku, Bibinya
Zahara yang telah mengenalku itu terlihat berusaha tersenyum, meskipun sangat
jelas ia masih memendam kesedihan. Aku pun langsung berkata bahwa aku tadi ke
rumah sakit untuk menjenguk Zahara dan ternyata Zahara telah meninggal dunia.
Bibinya Zahara dengan nada yang berusaha menahan perasaan membenarkan
perkataanku itu, bahwa Zahara telah meninggal dunia lebih dua minggu yang lalu.
Kembali aku bertanya dimana Zahara di makamkan. Bibinya Zahara menjawab bahwa
Zahara di makamkan di pemakaman di depan Asrama Hidayat, dan ia menjelaskan
posisi makamnya di pemakaman itu.
Bibinya Zahara sepertinya
melihat aku akan pergi ke makamnya Zahara malam itu juga, ia pun dengan
perlahan berkata sebaiknya aku pergi besok saja karena sudah malam dan
menunjukkan waktu hanpir jam 9 malam. Kembali ia berkata sebaiknya aku pulang
saja dahulu, besok baru pergi ke makamnya Zahara. Aku tidak dapat berkata
apa-apa saat itu, dan hanya dapat terdiam. Pikiranku sangat kacau saat itu, dan
wajahku terlihat sangat kalut. Selanjutnya ia berkata lagi bahwa ia harus
kembali berkerja dan memintaku untuk pulang dan menenangkan diri.
Aku pun mengiyakan perkataan
Bibinya Zahara itu. Aku segera pergi dari Jawi Ria. Namun aku tidak langsung
pulang ke rumah. Dengan motorku, aku berputar-putar melewati jalan di wilayah
pemakaman di depan Asrama Hidayat. Entah berapa kali aku berputar-putar saja
melewati jalan itu dengan pikiran dan perasaanku yang kalut. Hingga kemudian
aku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku
berusaha menenangkan diri di dalam kamarku. Sambil memegang buku diari milik
Zahara, aku hanya duduk bersandar di tempat tidur. Hatiku pun sudah tidak
sabaran menunggu pagi untuk pergi ke makamnya Zahara. Malam itu aku tak dapat
memejamkan mata apalagi untuk tidur. Pikiranku masih terbayang-bayang wajah
Zahara dan kenangan pertemuan pertamaku dengan Zahara ketika di Masjid Al-Falah
dahulu terus terbayang dalam ingatanku.
----------
Rabu, 12 Mei 1999, selepas
Sholat Shubuh aku telah bersiap-siap untuk pergi melihat makam Zahara. Aku menunggu
hingga langit terlihat terang. Sepanjang malam aku gelisah dan tidak bisa
tidur. Hingga jam setengah lima pagi ku lihat langit telah terang. Aku pun
bergegas pergi ke makam Zahara di depan Asrama Hidayat.
Sesampainya di wilayah
pemakaman, langsung ku cari makamnya Zahara sesuai penjelasan Bibinya Zahara
tadi malam. Makam yang masih baru itu pun dari jauh telah terlihat. Dengan perasaan
yang berkecamuk, aku pun semakin berjalan mendekati makam itu dan terlihatlah
tulisan pada nisan di makam itu “Elisa Kharismawati”. Aku langsung terpaku
melihat nisan itu. Dan tanpa dapat sanggup ku bendung, air mataku pun tumpah. Aku
benar-benar tidak menyangka ini terjadi.
Dengan terisak, aku
memanjatkan do’a bagi arwah Zahara. Setelah berdo’a, cukup lama aku hanya dapat
terdiam sambil tak berhenti terisak memandang makam dan nisannya Zahara. Hingga
kemudian aku memegang nisannya dan berkata bahwa aku sangat berterima kasih
atas pemberian buku diarinya itu. Dan aku akan mengisi buku diarinya itu hingga
penuh.
Selanjutnya aku pergi dari
makamnya Zahara, dan meninggalkan wilayah pemakaman di depan Asrama Hidayat
itu. Sepanjang jalan air mataku tak berhenti keluar. Wajah Zahara dengan
jilbabnya yang rapi terus terbayang dalam pikiranku.
Untuk Zahara :
Di pusaramu aku hanya sanggup terdiam
Dengan air mata yang tumpah tanpa sanggup ku
tahan
Nisan yang tertulis namamu berdiri tegak
Dan telah menumbangkan harapanku
Aku ambruk dengan kenyataan ini
Andai ku dapat memutar waktu
Andai ku dapat tentukan takdir
Ku ingin lebih lama mengenalmu
Meski kita telah berbeda dunia
Tapi kenangan bersamamu
Menjadi kenangan terindah dalam hidupku
Dan tak akan ku hapus namamu dari hatiku
Selamat jalan Zahara...
Semoga dirimu tenang di sisi-Nya
Dan aku akan selalu mendo’akanmu
Rabu, 12 Mei 1999
Pontianak, 10.00 malam
Selasa, 05 Juni 2018
TANAH MELAYU
Dari tempat inilah Asal Usul Melayu. Tempat yang
menyimpan berbagai rahasia Melayu. Dahulunya ketika daratan masih menyatu,
tempat ini pernah menjadi pusat Thawaf manusia, bahkan sebelum adanya manusia. Kemudian
daratan terpisah, sehingga terpisah juga hubungan manusia dengan pusat Thawaf
tersebut, yang membuat manusia juga lupa tentang keberadaan tempat tersebut yang
merupakan Tanah Asal Melayu di muka bumi.
ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 5
ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 5 ---
Ketika di kelas 3 SMA,
Zahara pacaran dengan Dedi, Zahara sudah mengetahui perilaku yang tidak baik
dari Dedi. Tapi ia sangat cinta dengan Dedi sehingga perilaku Dedi yang tidak
baik itu tidak menyurutkan hatinya untuk terus menjalin cinta dengan Dedi.
Seringkali ia menemani Dedi untuk mengkonsumsi Narkoba. Meski awalnya hanya
menemaninya saja, tapi labat laun ia terikut juga. Zahara akhirnya menjadi ikut
mengkonsumsi Narkoba. Hingga kemudian ia hamil dan harus menikah dengan Dedi
sehingga terpaksa juga ia harus berhenti sekolah, sedangkan saat itu beberapa
bulan lagi akan EBTANAS.
Setelah menikah, Dedi
berkerja serabutan untuk menafkahinya. Tapi hasil yang didapat tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Walau telah menikah, Dedi
masih sering berkumpul dengan teman-temannya yang perilakunya juga rusak. Hingga
kemudian Dedi menjadi pengedar Narkoba dan sering membawa Narkoba ke rumah.
Mereka pun leluasa mengkonsumsi Narkoba di rumah.
Zahara yang saat itu sedang
hamil tidak menghiraukan kandungannya. Ia dan suaminya terus mengkonsumsi
Narkoba mesti kandungannya telah membesar. Hingga ketika melewati masa 6 bulan
kandungannya, Zahara mengalami pendarahan. Darah yang keluar dari rahimnya
berbau busuk. Ia pun dibawa ke rumah sakit. Ketika diperiksa oleh dokter
ternyata zanin didalam kandungannya telah lama tidak bernyawa. Memang selama ia
hamil, ia jarang memeriksakan kandungannya.
Zahara kemudian dioperasi. Ketika
dioperasi ternyata zanin yang telah lama tidak bernyawa itu telah membusuk dan
plasentanya telah terlepas didalam kandungan. Kandungannya kemudian dilakukan
operasi besar dan dilakukan pembersihan terhadap rahimnya karena pengaruh zanin
yang telah membusuk itu telah merusak rahimnya. Rahimnya pun terpaksa harus di
buang untuk menyelamatkan jiwanya.
Ketika ia di operasi dan
selama perawatan di rumah sakit, suaminya semakin gencar mengedarkan Narkoba untuk
membiayai perawatannya di rumah sakit. Hingga ketika ia masih menjalani
pemulihan di rumah sakit, ia mendapat kabar bahwa suaminya ditemukan tewas
dalam sebuah pesta Narkoba di tempat salah seorang teman suaminya. Suaminya itu
over dosis dalam pesta Narkoba tersebut. Zahara yang masih lemah karena sedang
dalam masa pemulihan itu sangat terpukul namun ia juga tidak dapat berbuat
apa-apa.
----------
Setelah Zahara pulih dan
keluar dari rumah sakit, ia berusaha untuk tidak mengkonsumsi Narkoba lagi. Namun
situasinya saat itu yang terbebankan oleh hutang yang cukup besar dengan
keluarganya membuat jiwanya rapuh. Zahara harus meminjam uang yang cukup besar
kepada keluarganya untuk membiayai operasi dan perawatannya selama di rumah
sakit.
Keluarganya yang terus
menerus menagih hutang membuat pikirannya buntu. Ia pun menemui salah seorang
teman suaminya untuk meminjam uang guna melunasi hutangnya kepada keluarganya
itu. Hutangnya itu pun terlunasi, tapi Zahara kemudian terperangkap dalam
lingkaran syetan yang membuatnya makin jauh terjerumus dalam lembah hitam dan
kembali terjerat dengan Narkoba.
Teman suaminya itu rupanya juga
seorang pengedar Narkoba. Untuk melunasi hutangnya dengan teman suaminya itu,
Zahara harus menjual Narkoba. Zahara yang sedang buntu pikirannya saat itu
menyetujui saja persyaratan dari teman suaminya itu asalkan hutangnya
terlunasi. Ia pun menjadi penjual Narkoba. Karena menjual Narkoba, Zahara
kembali tergiur untuk mengkonsumsi Narkoba dan mulailah ia kembali mengkonsumsi
Narkoba.
Hingga hutangnya dengan
teman suaminya itu terlunasi, Zahara tidak lagi disuruh menjual Narkoba. Namun kondisinya
yang telah kecanduan Narkoba membuatnya tidak dapat lepas dari jerat teman
suaminya itu. Ia pun selalu meminta Narkoba kepada teman suaminya itu. Dan itu
didapatkannya dengan tidak gratis. Ia harus membelinya.
Karena tidak memiliki uang,
Zahara mengusahakan berbagai cara hanya untuk mendapatkan Narkoba. Ia pun
menjual dirinya kepada teman suaminya itu. Maka sejak itulah ia mulai menjadi
pemuas nafsu teman suaminya itu hanya untuk mendapatkan Narkoba. Selama hampir
dua bulan ia menjadi budak pemuas nafsu teman suaminya itu dengan bayaran
Narkoba untuk di konsumsinya.
Setelah dua bulan, teman
suaminya itu terlihat telah bosan dengannya dan tidak berminat lagi untuk
menjadikannya sebagai pemuas nafsunya. Zahara yang telah kecanduan Narkoba itu
menjadi kacau pikirannya. Ia pun tetap meminta Narkoba kepada teman suaminya
itu. Namun teman suaminya itu tidak bersedia memberikannya karena barang itu
tidaklah gratis. Zahara yang telah hilang akal bersikeras ingin meminta Narkoba
dan bersedia melakukan apa saja asalkan diberi Narkoba. Teman suaminya itu pun kemudian
memberi jalan jika Zahara ingin mendapatkan Narkoba maka ia harus melayani
kenalan atau pelanggan-pelanggannya. Zahara yang sudah tidak peduli lagi
bagaimana caranya agar bisa mendapatkan Narkoba menyetujuinya. Maka sejak
itulah ia dijual kesana kemari oleh teman suaminya itu dengan bayaran Narkoba
untuk di konsumsinya. Candu Narkoba benar-benar telah mencampakkan Zahara ke
lembah maksiat, ia telah menjadi wanita tuna susila.
----------
Tahun 1994, Zahara telah
menjadi wanita tuna susila. Ia melayani nafsu berbagai laki-laki, dan teman
suaminya itu menjadi germonya. Para laki-laki yang telah dilayaninya membayar
kepada teman suaminya itu, sedangkan Zahara dibayar dengan Narkoba dari teman
suaminya.
Pada tahun 1997, Zahara
merasakan ada yang berubah pada dirinya. Kondisi tubuhnya semakin menurun dan
ia jatuh sakit sehingga ia tidak bisa melayani laki-laki yang telah memesannya dari
teman suaminya itu. Karena sakit, Zahara pun tidak bisa mendapatkan Narkoba
karena tidak ada laki-laki yang dilayaninya. Ia pun berusaha berobat agar dapat
sehat kembali. Namun karena berobat yang dilakukannya hanya melalui pengobatan
biasa saja sehingga tidak juga membuatnya sehat. Sakitnya semakin menjadi. Ia kemudian
ke dokter untuk memeriksakan diri. Ketika diperiksa dokter itulah ia akhirnya
tahu bahwa sakitnya itu karena ia telah terjangkit penyakit Sifilis yaitu
sejenis penyakit kelamin akibat berganti-ganti pasangan seksual.
Zahara sangat terpukul
mengetahui hal tersebut, apalagi setelah dijelaskan oleh dokter bahwa penyakit
Sifilis selain merupakan penyakit menular juga sangat mematikan. Dokter yang
tidak tahu profesi Zahara sebagai wanita tuna susila memintanya untuk sementara
tidak melakukan hubungan seksual agar penyakitnya itu dapat sembuh. Zahara yang
sedang kondisi sangat terpukul itu hanya dapat menganggukkan kepalanya saja.
Setelah mengetahui telah
terjangkit penyakit Sifilis, Zahara berusaha menyembuhkan diri, tapi pengaruh
ketergantungan kepada Narkoba membuatnya kembali melayani laki-laki hanya untuk
mendapatkan Narkoba. Ia pun berusaha menyembunyikan penyakitnya itu. Tapi lambat
laun penyakit Sifilis yang sedang di deritanya itu terungkap juga dari para
laki-laki yang telah dilayaninya. Teman suaminya pun sudah tidak bersedia lagi mencarikan
pelanggan untuknya sehingga ia pun sudah tidak mendapatkan Narkoba lagi.
----------
Langganan:
Postingan (Atom)
SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU
Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...
-
MAKNA ISLAM DAN HURUFNYA Islam berasal dari kata ”Aslama” (menyerahkan) dan kata ”Salima” (selamat). Dapat ditarik sebuah definisi dari ka...
-
JENIS-JENIS MANUSIA PADA 70 BUMI DALAM ILMU PERBINTANGAN BANGSA DAYAK Dalam Ilmu Perbintangan Bangsa Dayak, bahwa terdapat 70 bumi yang b...
-
PERADABAN MAGNET PADA JIMAT PELIAS DALAM ILMU FALAK MELAYU HULU Dalam Ilmu Falak Melayu Hulu Kapuas Kalimantan Barat, terdapat J...