KAHARINGAN
Kaharingan adalah agama asli
di Kalimantan terutama dianut oleh masyarakat Dayak. Agama Kaharingan telah
ada beribu-ribu tahun di Kalimantan sebelum datangnya agama Hindu, Buddha,
Islam, dan Kristen. Sebagai agama warisan leluhur Kalimantan, Kaharingan sangat
erat kaitannya dengan kehidupan sosial dan aktivitas keseharian masyarakat
dayak pada masa lalu.
Kaharingan berasal dari
bahasa Sangiang yaitu induk dari bahasa yang ada di Kalimantan yang berasal
dari kata Haring yang berarti hidup. Kaharingandapat juga diartikan sebagai
kehidupan yang abadi dari Ranying Mahatalla Langit. Ranying, merupakan nama yang
mengacu kepada Zat Tunggal Yang Mutlak. Dalam keyakinan masyarakat Dayak, Agama
Kaharingan telah ada semenjak awal penciptaan, yaitu saat Ranying Mahatalla Langit
menciptakan alam semesta.
Agama Kaharingan sering
dilambangkan dengan Batang Haring atau Batang Garing yang
berarti Pohon Kehidupan. Pohon Kehidupan ini memiliki makna filosofis
keseimbangan atau keharmonisan hubungan antara sesama manusia, manusia dengan alam,
dan manusia dengan Tuhan.
Agama Kaharingan memuat
aturan bagi kehidupan. Nilai dan isinya bukan sekadar ajaran tentang adat istiadat, namun
juga ajaran untuk berperilaku yang harus disampaikan secara lisan dan
dimengerti secara menyeluruh. Terdapat ajaran utama yang ditanamkan sejak lahir
bagi masyarakat Dayak yang menganut agama Kaharingan yaitu “Kesabaran”. Bagaimana
ajaran membentuk “Kesabaran” dalam masyarakat Dayak yang merupakan bagian dari
ajaran agama Kaharingan yang ditanamkan sejak lahir yang kemudian menjadi
tradisi dan ciri khas masyarakat Dayak, akan dijelaskan pada postingan
berikutnya.
Pada masa dahulu, orang-orang
diluar masyarakat Dayak menyebut agama Kaharingan sebagai agama Dayak, karena
agama ini melekat erat dalam setiap kehidupan masyarakat Dayak sehingga menjadi
identitas utama masyarakat Dayak. Selanjutnya ada yang menyebutnya sebagai agama
Tempon, agama Heiden dan juga agama Helo. Nama Kaharingan baru populer pada
pertengahan abad ke-20.
Pada masa Kolonial Belanda,
agama Kaharingan ini berusaha di hilangkan oleh Kolonial Belanda karena berkaitan
erat dengan strategi penguasaan wilayah Kalimantan yang memiliki hasil bumi
yang melimpah. Kolonial Belanda tahu betul hukum adat orang Dayak yang tanpa
pandang bulu akan menjaga wilayahnya dari para pendatang yang dinilai merusak
alam mereka.
Kolonial Belanda kemudian
berusaha menghilangkan keberadaan agama Kaharingan ini dengan memunculkan agama
Hindu sebagai agama masyarakat Dayak. Padahal agama Hindu merupakan agama baru,
sedangkan agama Kaharingan telah ada ribuan tahun bahkan telah ada ketika
penciptaan alam semesta. Akibatnya adalah masyarakat Dayak dikatakan memeluk
animisme sebelum mereka memeluk agama Hindu.
Strategi kolonial Belanda
tersebut telah berhasil menghilangkan identitas masyarakat Dayak hingga
generasi sekarang dan menjadi jamur yang melekat dalam pemikiran pribumi
Kalimantan yang menganggap nenek moyang mereka beragama Hindu dan menganut
animisme sebelum adanya agama Hindu.
Pemunculan tersebut gencar
dilakukan dalam setiap tulisan-tulisan orang Belanda yang selanjutnya menjadi
dasar tulisan-tulisan berikutnya. Sungguh sangat miris, ketika pribumi
Kalimantan membuat tulisan yang mengacu pada tulisan kolonial Belanda,
sedangkan dasar dari tulisan kolonial Belanda itu telah menghancurkan identitas
nenek moyang mereka sendiri. Dari sini dapat terlihat bahwa pribumi Kalimantan
tersebut tidak mengerti tentang asal usul nenek moyangnya sendiri, sehingga
tulisan kolonial Belanda yang selalu mereka pakai dan puja-puja, sedangkan
sumber dari nenek moyang mereka sendiri tidak pernah mereka mengerti dan
menggalinya. Artinya bisa juga dikatakan bahwa mereka tidak percaya pada nenek
moyang mereka sendiri dan lebih percaya pada perkataan kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan
Indonesia, keberadaan agama Kaharingan yang sejak ribuan tahun silam, sebagai
salah satu kepercayaan yang sangat tua di Nusantara, ternyata pasca Proklamasi
kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Kaharingan tidak mendapat tempat atau
tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Hingga kini telah lama merdeka,
Pemerintah Indonesia belum dapat memberikan pengakuan resmi terhadap keberadaan
agama Kaharingan, sehingga ikut hilang juga identitas masyarakat Dayak.
Pada tanggal 20 Februari
1980 para penganut Kaharingan di Kalimantan diharuskan berintegrasi dengan
Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemerintah Indonesia pada masa itu
mewajibkan penduduknya untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia. Sehingga hilanglah jejak Kaharingan dan berganti menjadi
Hindu. Sedangkan Kaharingan tidak sama dengan Hindu. Ajaran dasar dan praktiknya
sangat jauh berbeda dengan Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar