Senin, 18 Juni 2018

KAHARINGAN

KAHARINGAN

Kaharingan adalah agama asli di Kalimantan terutama dianut oleh masyarakat Dayak. Agama Kaharingan telah ada beribu-ribu tahun di Kalimantan sebelum datangnya agama Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Sebagai agama warisan leluhur Kalimantan, Kaharingan sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial dan aktivitas keseharian masyarakat dayak pada masa lalu.
Kaharingan berasal dari bahasa Sangiang yaitu induk dari bahasa yang ada di Kalimantan yang berasal dari kata Haring yang berarti hidup. Kaharingandapat juga diartikan sebagai kehidupan yang abadi dari Ranying Mahatalla Langit. Ranying, merupakan nama yang mengacu kepada Zat Tunggal Yang Mutlak. Dalam keyakinan masyarakat Dayak, Agama Kaharingan telah ada semenjak awal penciptaan, yaitu saat Ranying Mahatalla Langit menciptakan alam semesta.
Agama Kaharingan sering dilambangkan dengan Batang Haring atau Batang Garing yang berarti Pohon Kehidupan. Pohon Kehidupan ini memiliki makna filosofis keseimbangan atau keharmonisan hubungan antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Agama Kaharingan memuat aturan bagi kehidupan. Nilai dan isinya bukan sekadar ajaran tentang adat istiadat, namun juga ajaran untuk berperilaku yang harus disampaikan secara lisan dan dimengerti secara menyeluruh. Terdapat ajaran utama yang ditanamkan sejak lahir bagi masyarakat Dayak yang menganut agama Kaharingan yaitu “Kesabaran”. Bagaimana ajaran membentuk “Kesabaran” dalam masyarakat Dayak yang merupakan bagian dari ajaran agama Kaharingan yang ditanamkan sejak lahir yang kemudian menjadi tradisi dan ciri khas masyarakat Dayak, akan dijelaskan pada postingan berikutnya.
Pada masa dahulu, orang-orang diluar masyarakat Dayak menyebut agama Kaharingan sebagai agama Dayak, karena agama ini melekat erat dalam setiap kehidupan masyarakat Dayak sehingga menjadi identitas utama masyarakat Dayak. Selanjutnya ada yang menyebutnya sebagai agama Tempon, agama Heiden dan juga agama Helo. Nama Kaharingan baru populer pada pertengahan abad ke-20.
Pada masa Kolonial Belanda, agama Kaharingan ini berusaha di hilangkan oleh Kolonial Belanda karena berkaitan erat dengan strategi penguasaan wilayah Kalimantan yang memiliki hasil bumi yang melimpah. Kolonial Belanda tahu betul hukum adat orang Dayak yang tanpa pandang bulu akan menjaga wilayahnya dari para pendatang yang dinilai merusak alam mereka.
Kolonial Belanda kemudian berusaha menghilangkan keberadaan agama Kaharingan ini dengan memunculkan agama Hindu sebagai agama masyarakat Dayak. Padahal agama Hindu merupakan agama baru, sedangkan agama Kaharingan telah ada ribuan tahun bahkan telah ada ketika penciptaan alam semesta. Akibatnya adalah masyarakat Dayak dikatakan memeluk animisme sebelum mereka memeluk agama Hindu.
Strategi kolonial Belanda tersebut telah berhasil menghilangkan identitas masyarakat Dayak hingga generasi sekarang dan menjadi jamur yang melekat dalam pemikiran pribumi Kalimantan yang menganggap nenek moyang mereka beragama Hindu dan menganut animisme sebelum adanya agama Hindu.
Pemunculan tersebut gencar dilakukan dalam setiap tulisan-tulisan orang Belanda yang selanjutnya menjadi dasar tulisan-tulisan berikutnya. Sungguh sangat miris, ketika pribumi Kalimantan membuat tulisan yang mengacu pada tulisan kolonial Belanda, sedangkan dasar dari tulisan kolonial Belanda itu telah menghancurkan identitas nenek moyang mereka sendiri. Dari sini dapat terlihat bahwa pribumi Kalimantan tersebut tidak mengerti tentang asal usul nenek moyangnya sendiri, sehingga tulisan kolonial Belanda yang selalu mereka pakai dan puja-puja, sedangkan sumber dari nenek moyang mereka sendiri tidak pernah mereka mengerti dan menggalinya. Artinya bisa juga dikatakan bahwa mereka tidak percaya pada nenek moyang mereka sendiri dan lebih percaya pada perkataan kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan Indonesia, keberadaan agama Kaharingan yang sejak ribuan tahun silam, sebagai salah satu kepercayaan yang sangat tua di Nusantara, ternyata pasca Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Kaharingan tidak mendapat tempat atau tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Hingga kini telah lama merdeka, Pemerintah Indonesia belum dapat memberikan pengakuan resmi terhadap keberadaan agama Kaharingan, sehingga ikut hilang juga identitas masyarakat Dayak.
Pada tanggal 20 Februari 1980 para penganut Kaharingan di Kalimantan diharuskan berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemerintah Indonesia pada masa itu mewajibkan penduduknya untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Sehingga hilanglah jejak Kaharingan dan berganti menjadi Hindu. Sedangkan Kaharingan tidak sama dengan Hindu. Ajaran dasar dan praktiknya sangat jauh berbeda dengan Hindu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...