RELIEF MANUSIA BURUNG DI DUNIA
Adanya berbagai relief Manusia Burung pada beberapa candi
di Indonesia dan dunia, memberikan gambaran bahwa wujud Manusia Burung atau
Manusia Langit yang melegenda ini bukan hanya ada pada satu tempat saja,
melainkan terdapat keberadaannya pada berbagai tempat di bumi. Dan keberadaan
wujud Manusia Burung ini dipercayai oleh masyarakat pada beberapa tempat di
bumi sebagai salah satu asal usul keberadaan nenek moyang mereka di bumi. Sehingga
untuk menelusuri asal usul Manusia Burung ini mestilah menelusurinya ke
berbagai tempat yang memiliki hubungan pada wujud Manusia Burung tersebut.
Kalimantan merupakan salah satu tempat di bumi yang
memiliki keterikatan kuat terhadap wujud Manusia Burung karena dipercayai
sebagai salah satu asal usul keberadaan nenek moyang masyarakat kalimantan di
muka bumi. Dalam sebuah hikayat yang berasal dari Tanah Kalimantan, tentang
awal mula penciptaan alam dan kehidupan dimuka bumi, disebutkan bahwa setelah
terciptanya bumi, Ranying Mahatalla Langit atau Tuhan Yang Maha Esa
menurunkan Ruh Suci dari langit ketujuh ke bumi yang berbentuk burung yang
disebut Tiung Layang.
Tiung Layang ketika turun ke bumi,
ia duduk pada sebuah gong emas besar yang berhias intan permata. Gong emas
tersebut ditempatkan pengetahuan tentang alam semesta. Gong emas besar
tersebut, terletak diatas sebuah Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas. Tiung
Layang ketika turun ke bumi bersama gong emas besar dan Palangka Bulau yang
berhias Kalengkang emas, jatuh seperti kilat yang menyambar bumi pada sebuah
batu granit hitam.
Dalam perjalanannya turun ke bumi,
beberapa bulu Tiung Layang terlepas dari tubuhnya. Dan bulu-bulu tersebut
ketika sampai di tanah menjadi Daun Menjuang dan senjata Mandau, sehingga kedua
benda ini menjadi benda yang di sakralkan oleh masyarakat Kalimantan. Begitu juga
gong menjadi benda yang disakralkan dalam ritual adat dan perkawinan.
Setelah tiba di bumi pada sebuah
batu granit hitam, Tiung Layang kemudian terbang kesana kemari melakukan
perjalanan suci yang disebut Melahui. Tiung Layang melewati atas sungai yang
panjang di Kalimantan sehingga sungai yang panjang tersebut disebut Sungai
Melahui, yang kemudian terlogatkan menjadi Sungai Melayu atau Malaya. Sungai Melahui
atau Sungai Melayu ataupun Malaya ini kemudian disebut sebagai Sungai Kapuas.
Pada hikayat yang lainnya lagi
disebutkan bahwa Tiung Layang ini merupakan salah seorang Pangkal Lima atau Panglima yang bergelar Nek Burung
Kajang yang dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan wujudnya seperti manusia
berkepala burung dan dikedua kakinya terdapat gelang naga, serta telapak
kakinya berbentuk cakar burung berbentuk emas.
Dalam hikayatnya, Tiung Layang selain bergelar Nek Burung
Kajang juga disebut sebagai Nek Bate Manurun. Tiung Layang ini disebutkan
sebagai keturunan dari anaknya Nabi Adam dan Siti Hawa di Surga yang
diperintahkan untuk membawa turun seperangkat peti besi dalam sebuah gong besi
yang sangat besar yang telah ditempatkan pengetahuan tentang alam semesta. Gong
besi tersebut terletak diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas. Gong
besi tersebut berasal dari air mata anaknya Nabi Adam dan Siti Hawa yang rindu
kepada kedua orangtuanya karena telah di usir dari Surga. Gong besi besar
tersebut ketika turun seperti kilat yang menyambar ke bumi dan jatuh bersama
Tiung layang pada sebuah batu granit hitam.
Adapun Tiung Layang memiliki nama asal lagi ketika di
Surga dan namanya ini menjadi persyaratan yang harus di ketahui jika ingin
mempelajari Ilmu Perlindungan Ghaib dan melunakkan besi. Tiung Layang juga
dalam riwayatnya sebagai Panglima yang memimpin pasukan burungnya Nabi
Sulaiman.
Tiung Layang ketika turun ke bumi membawa gong besar
diatas Palangka Bulau yang berhias Kalengkang emas, beberapa bulunya terlepas
dari tubuhnya. Bulu-bulunya ketika jatuh ke bumi menjadi Daun Menjuang dan bulu
sayapnya menjadi sebuah pedang besar yang bercahaya yang disebut Teariduni.
Daratan tempat bulu sayapnya yang menjadi pedang besar
bercahaya Teariduni itu disebut Suluara atau Selaara yang berarti Sullu atau
Sella bermakna pelindung suci atau senjata suci dan Ara yang berarti bercahaya.
Sullu atau Sella kemudian disebut sebagai Ceylon.
Adapun turunnya gong
besar dari surga yang dibawa oleh Tiung Layang ini menjadi asal usul masyarakat
Kalimantan mensakralkan Gong sebagai alat yang selalu dipakai dalam setiap
ritual adat dan perkawinan. Setelah turun ke bumi, seperangkat peti besi besar
yang terdapat dalam gong diambil oleh Malaikat Jibril untuk diberikan kepada
Nabi Adam yang telah berada di bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar