Kamis, 31 Mei 2018

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 3

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 3 ---

Beberapa tahun berlalu, aku tidak pernah bertemu Ridwan dan Sueb lagi. Begitupun Zahara yang menjengkelkan, telah terlupakan dalam ingatanku.
Awal tahun 1999, aku telah kuliah memasuki semester 6. Fikiranku sangat kacau saat itu, setelah ku terima nilai akhir kuliahku selama 5 semester dengan hasil IPK yang sangat mengecewakan yaitu 2,20. Aku sangat depresi dan putus asa, karena sulit sekali untuk mendapatkan nilai yang memuaskan di Kampus itu. Untuk bisa lulus dengan nilai C saja aku sudah sangat gembira apalagi jika bisa mendapatkan nilai B, seakan-akan bagai mimpi yang sulit ku raih saat itu.
Sering ku termenung, ku rasa aku sudah maksimal menguatkan diri selama semester 4 dan 5 untuk memperbaiki diri dan berusaha menyenangi jurusan kuliah yang ku ambil. Tapi tetap saja banyak mata kuliahku yang tidak lulus. Padahal aku sudah bertahan untuk rajin masuk kuliah dan bergaul dengan teman-teman seangkatanku untuk belajar dari mereka dan mempermudahkan jika ada tugas-tugas kuliah, tapi tetap saja nilaiku tidak sama, teman-temanku itu lulus dengan nilai B dan A, sedangkan aku hanya bisa berpuas diri dengan nilai C, dan beberapa nilai D. Situasi tersebut benar-benar membuatku frustasi.
Aku kembali merenungi IPK kuliahku dari semester 1 hingga 5, memang sangat mengecewakan. Semester 1 IPK ku 1,30. Semester 2 IPK ku 1,50. Semester 3 IPK ku 1,85. Semester 4 IPK ku 2,10 dan semester 5 IPK ku 2,20.
Aku menjadi sangat frustasi dan sering merenung, apakah aku ini bodoh, atau karena aku yang tidak ingin kuliah di kampus itu sehingga mempengaruhi semangatku untuk kuliah dan belajar. Entahlah.
Aku menjadi sangat iri dengan teman-temanku yang lain yang sepertinya mudah sekali mendapat nilai B bahkan A. Minder sekali rasanya saat itu, aku benar-benar merasa sangat terkucilkan. Lambat laut aku mulai mempelajari situasi kampus, hingga timbullah dalam benakku, entah benar atau salah, tapi yang ku rasakan bahwa banyak yang mudah mendapatkan nilai B atau A karena mereka berasal dari daerah yang sama dengan dosen-dosen yang mengajar. Atau karena latar belakang yang sama-sama satu suku dengan dosen-dosen yang mengajar. Sering ku perhatikan, mereka sering berbincang-bincang dengan dosen-dosen yang mengajar menggunakan bahasa asal daerah mereka sehingga mereka menjadi akrab dan dikenal dosen.
Entah apakah karena pengaruh sama-sama satu daerah atau satu suku sehingga sangat mudah teman-temanku yang lainnya mendapatkan nilai B dan A. Entahlah, barangkali aku yang salah karena terlalu depresi dan frustasi sehingga muncul pikiran demikian. Tapi itu lah yang ada dalam benakku saat itu. Kadang aku merasa menyesal ketika aku berkerja di hotel dan bertemu dengan salah seorang dosenku yang mata kuliahnya selalu aku tidak lulus, mengapa saat itu aku tidak langsung memberitahukannya saja bahwa aku ini mahasiswanya sehingga akan mudah bagiku untuk lulus dari setiap mata kuliahnya karena aku mengetahui perilakunya di luar kampus.
Seandainya saat itu aku lakukan, barangkali aku tidak perlu bersusah payah untuk dapat lulus mata kuliah dosenku itu. Tapi entahlah, kejadian itu sudah lama berlalu, dan sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa IPK ku 2,20. Nilai yang sangat memalukan, dan sangat menjengkelkan jika ada yang bertanya berapa IPK akhirku, rasa-rasanya aku ingin lari saja jika ada pertanyaan seperti itu, dan tidak ingin menjawabnya.

----------

Memasuki semester 6, aku menjadi sangat depresi, selain karena frustasi melihat IPK akhirku 2,20, juga karena semester 6 itu waktunya untuk Praktek Mengajar ke sekolah-sekolah atau PPL. Aku sangat takut sekali jika disuruh mengajar ke sekolah, dan mata kuliah PPL ini benar-benar menambah despresiku sehingga aku berencana akan berhenti kuliah. Aku pun mencoba menyampaikan kepada orangtuaku bahwa aku sudah tidak betah untuk bertahan kuliah karena nilai IPK ku hanya 2,20 hingga akhir semester 5, dan nilai setinggi itulah yang sanggup ku dapatkan ditambah lagi untuk semester 6 ini aku harus Praktek Mengajar ke sekolah atau PPL, dan aku sangat takut sekali harus mengajar ke sekolah. Karenanya aku ingin berhenti kuliah saja.
Mendengar permintaanku yang ingin berhenti kuliah itu, orangtuaku sangat marah. Maka berdebatlah aku dengan orangtuaku saat itu bahwa aku memang tidak ingin kuliah di jurusan itu, sejak awal aku ingin kuliah ke STSI Surakarta tapi tidak diberikan izin dan dipaksa kuliah ke jurusan itu. Sedangkan aku sangat takut jika disuruh mengajar, kemudian aku juga susah mendapat nilai yang memuaskan di jurusan itu. Aku benar-benar seperti orang bodoh yang hanya mampu mendapat nilai IPK 2,20. Aku benar-benar tidak tahan dan ingin berhenti.
Dalam perdebatanku dengan orangtuaku, sedaya upaya ku jelaskan bahwa aku sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan kuliah di jurusan itu, tapi orangtuaku tidak bisa menerimanya dan tetap meminta agar aku menyelesaikan kuliahku yang saat itu telah memasuki semester 6. Hingga perdebatan semakin panas, dan aku bersikeras akan berhenti kuliah. Melihat tekadku untuk berhenti kuliah tidak bisa di tahan-tahan lagi, akhirnya orangtuaku membujuk agar aku menyelesaikan dahulu kuliah yang tinggal 3 semester lagi itu. Setelah aku menyelesaikan kuliah, silahkan aku kuliah lagi ke STSI Surakarta.
Mendapat jawaban dari orangtuaku itu bahwa aku di izinkan kuliah lagi ke STSI Surakarta setelah aku menyelesaikan kuliahku, hatiku pun melunak, dan keinginan untuk berhenti kuliah ku urungkan. Maka berlanjutlah lagi aku kuliah memasuki semester 6. Meski telah diberikan izin untuk melanjutkan kuliah lagi ke STSI Surakarta, namun tetap saja hatiku risau memasuki semester 6 itu karena harus melaksanakan praktek mengajar ke sekolah.

----------

Awal bulan Februari 1999, aku mulai praktek mengajar di sekolah. Dari kampus aku di tugaskan mengajar di SMU Santun Untan. Minggu pertama aku lewati dengan kerisauan karena sangat gerogi berdiri di depan kelas dan berhadapan dengan murid-murid yang memiliki berbagai tingkah. Apalagi dengan logat “R” ku yang berkarat, menjadi bahan gurauan murid-murid di kelas yang ku ajar. Aku sangat jengkel dengan situasi demikian dan membuat aku tidak betah masuk ke kelas.
Memasuki minggu kedua, kerisauanku makin memuncak karena aku tidak mampu mengendalikan murid-murid yang kelasnya ku ajar. Logat “R” ku yang berkarat selalu menjadi gurauan mereka. Kelas yang ku ajar itu pun menjadi ribut sehingga aku di tegur oleh Guru Pamongku. Pada minggu ketiga aku semakin tak berdaya, murid-muridku semakin ribut ketika aku mengajar, sehingga kembali aku di tegur dengan keras oleh Guru Pamongku, dan minggu keempat aku tidak mau lagi datang ke sekolah.
Penghujung bulan Februari 1999, aku putuskan untuk tidak mau datang lagi ke sekolah tempatku praktek mengajar. Kembali aku ingin menyampaikan kepada orangtuaku bahwa aku ingin berhenti kuliah karena aku memang tidak bisa mengajar. Tapi aku tidak berani untuk kembali menyampaikannya, sehingga orangtuaku tidak tahu jika aku sudah tidak datang lagi ke sekolah tempatku PPL. Hatiku ku pun semakin berkecamuk saat itu, hingga terlintaslah keinginan untuk ikut Kursus Menjahit agar gejolak dalam pikiranku tersalurkan. Selain itu karena aku juga senang menjahit. Aku kemudian berkeliling mencari tempat Kursus Menjahit.
Dari beberapa tempat yang ku datangi, aku sangat tertarik untuk ikut Kursus Menjahit di Aini School di Jalan Tengku Umar. Pada saat itu Bu Aini pemilik Aini School masih menerima murid baru. Bu Aini sempat heran juga melihat aku yang laki-laki ingin kursus menjahit, tapi Bu Aini mengatakan bahwa sebelum-sebelumnya ada beberapa orang muridnya laki-laki yang pernah kursus menjahit di tempatnya, sehingga ia memaklumi jika aku berkeinginan untuk ikut kursus menjahit di tempatnya. Maka pada awal Maret 1999, aku mulai masuk kursus menjahit di Aini School dengan jadwal kursus dari jam 2 siang hingga jam 4 sore serta biaya perbulan 30.000.

----------

Pada awal bulan Maret 1999, aku mulai masuk kursus menjahit di Aini School di Jalan Tengku Umar. Semua murid yang kursus adalah wanita remaja dan ibu-ibu, hanya aku saja yang sendiri laki-laki. Meski kehadiranku di kelas menjahit itu menjadi bahan candaan murid-murid yang lain, tapi aku santai saja. Aku belajar menjahit dengan serius sepanjang bulan itu walau hanya aku sendiri yang laki-laki.
Pada bulan April 1999, masuk murid baru laki-laki di Aini School. Aku sangat senang ada laki-laki yang juga ikut kursus, sehingga aku punya kawan. Murid baru laki-laki itu kemudian duduk di dekatku karena dilihatnya ada laki-laki juga yang ikut kursus. Ia selanjutnya mengenalkan diri kepadaku. Namanya adalah Iwan Kelana, pemilik Sanggar K2SP. Aku sering mendengar nama itu. Iwan Kelana adalah Desainer dan Penata Modeling yang terkenal di Pontianak. Selama ini aku hanya mendengar nama besarnya saja, tapi belum pernah bertemu dengan orangnya. Dan saat itu aku akhirnya bertemu langsung dengan orangnya, dan duduk sekelas di kursus menjahit. Sejak itu aku berteman akrab dengan Iwan Kelana.
Pertengahan April 1999, salah seorang murid sekelasku kursus menjahit bernama Marlina sakit dan di rawat di Rumah Sakit Soedarso Pontianak. Selepas kursus menjahit, teman-temanku akan menjenguk Marlina di Rumah Sakit Soedarso, dan mereka mengajakku. Aku bersedia untuk ikut menjenguk juga, namun Iwan Kelana tidak bisa ikut karena ia ada kegiatan penting setelah kursus. Maka pergilah aku bersama teman-teman wanitaku. Kami pun tiba di Rumah Sakit Soedarso dan menjenguk Marlina.
Setelah hampir satu jam aku di ruangan tempat Marlina di rawat, aku menyampaikan kepada teman-teman wanitaku untuk pulang. Tapi rupanya mereka masih betah mengobrol dengan Marlina, sedangkan aku sudah tidak betah karena aku hanya bisa menjadi pendengar saja. Aku kemudian meminta izin untuk pulang duluan karena malamnya aku ada keperluan. Marlina dan teman-teman wanitaku memakluminya dan mempersilahkan aku untuk pulang duluan. Setelah berpamitan, aku kemudian keluar dari ruangan tempat Marlina di rawat.
Ketika melewati lorong Rumah Sakit Soedarso, tiba-tiba aku mendengar ada yang memanggil namaku. Aku menoleh kesana kemari mencari siapa yang memanggilku. Dan kembali ku dengar ada yang memanggil, rupanya suara orang yang memanggilku itu berasal dari sebuah jendela nako yang terbuka kacanya. Aku segera mendekati jendela tersebut untuk mengetahui siapa yang telah memanggilku.
Setelah didekat jendela itu, terlihatlah olehku seorang wanita berada dibalik jendela yang terlihat sangat kurus sedang duduk di tempat tidur dan sedang di infus. Wanita itu kembali menyebut namaku dan ditambahnya dengan sebutan si “R” berkarat. Aku masih bingung siapa wanita itu, dan berusaha mengingat-ingat, tapi tetap aku belum bisa mengingatnya. Melihat aku sangat bingung dan berusaha mengingat, akhirnya wanita yang sangat kurus itu berkata bahwa ia adalah Zahara. Aku pun berusaha mengingat siapa Zahara, apakah temanku atau siapa.
Rupanya ia melihat aku belum juga bisa mengingat walaupun ia telah menyebutkan namanya. Ia selanjutnya berkata lagi bahwa ia adalah Zahara yang dulu menjadi Remaja Masjid Al-Falah dan telah meminjam buku harianku.

----------

Bersambung.....


Rabu, 30 Mei 2018

JAMPI-JAMPI NEK GANSA

JAMPI-JAMPI NEK GANSA

Dalam Thariqat Melayu Temenggung Penghulu Sanggau, dipercayai bahwa salah seorang Pangkal Lima atau Panglima adalah seorang Panglima Perempuan yang bergelar Nek Gansa. Nek Gansa ini dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan diri akan berwujud seekor Rusa Betina dengan matanya yang putih bercahaya. Di dahinya terdapat tanda bulatan seperti batu putih yang berkilap memancarkan cahaya. Sehingga jika terlihat Nek Gansa seakan-akan memiliki tiga mata yaitu kedua matanya yang putih bercahaya dan tanda di dahinya yang berkilap memancarkan cahaya. Tanda di dahi ini merupakan tanda turun-temurun dari Nenek Moyang Nek Gansa.
Nek Gansa jika akan memperlihatkan wujudnya ditandai dengan munculnya kilat yang tanpa bunyi. Jika berdiam diri akan terlihat wujudnya sebagai seekor Rusa Betina. Jika bergerak akan terlihat seperti kilat yang menyambar tetapi tanpa suara. Karena kehadiran dan gerakannya seperti kilat itu sehingga seringkali Nek Gansa disebut juga sebagai Panglima Kilat.
Nek Gansa dapat dihadirkan bukan hanya ketika munculnya Petuong di parak-parak teras rumah Temenggung Penghulu, tetapi dapat juga dihadirkan jika situasi sangat mendesak dan sangat diperlukan kehadiran Nek Gansa.
Untuk menghadirkannya, Temenggung Penghulu harus mandi Hadats besar dan bersuci terlebih dahulu kemudian mempersiapkan pembakaran wangi-wangian di tempat terbuka yang langsung bertemu pada langit. Selanjutnya mempersiapkan Gaharu atau Kulit Kayu Lukai yang telah direndam dengan Minyak Misik selama satu malam. Kemudian disiapkan juga tujuh helai rambut milik Temenggung Penghulu yang sebelumnya telah di embunkan satu malam pada sebuah batang bambu yang terpotong.
Selanjutnya Gaharu atau Kulit Kayu Lukai yang telah di rendam dalam Minyak Misik dimasukkan dalam pembakaran wangi-wangian, diikuti dengan memasukkan tujuh helai rambut yang telah diembunkan dengan terlebih dahulu dibacakan nama Temenggung Penghulu dan nama Nek Gansa serta asal usulnya agar diketahui oleh Ruh Nek Gansa bahwa beliau mempunyai kewajiban untuk menolong anak cucuknya.
Gaharu atau Kulit Kayu Lukai bersama tujuh helai rambut itu dibakar hingga habis. Asap dari pembakaran yang bergerak mengikuti arah angin sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada Ruh Nek Gansa bahwa anak cucuknya ingin bertemu.
Berikutnya Temenggung Penghulu mempersiapkan tujuh butir padi yang telah dilumuri dengan Minyak Misik dan diletakkan pada sebuah piring putih polos bersama sebuah koin orang memegang tongkat sebagai pengerasnya, serta sebuah lonceng kecil khusus.
Selanjutnya Temenggung Penghulu akan berdiam diri dalam kamarnya dengan terlebih dahulu memberi tanda pada pintu rumah dan pintu kamarnya dengan daun Menjuang. Selama berdiam diri di kamarnya Temenggung Penghulu sambil memakan sirih dan membakar wangi-wangian di dekat tubuhnya untuk menghilangkan bau-bau yang tidak sedap dari tubuhnya karena Nek Gansa tidak suka bertemu dengan orang yang tubuhnya bau dan tidak suka mencium bau belacan atau bahan makanan lainnya yang berbau tidak sedap.
Temenggung Penghulu berdiam diri di kamarnya hingga lewat malam sampai terdengar tanda-tanda bunyi binatang seperti keriang yang berbunyi nyaring di atap rumahnya. Ketika telah terdengar bunyi binatang itu, Temenggung Penghulu kemudian pergi ke sebuah tempat berbentuk riam dengan membawa seperangkat sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya, pembakaran wangi-wangian, piring putih polos yang berisi tujuh butir padi dan koin pengeras serta lonceng kecil khusus.
Berikutnya Temenggung Penghulu duduk khusus pada sebuah batu yang membelah riam dengan posisi duduk kaki kanan menimpa kaki kiri dan jangan disilang. Kemudian menaburkan tujuh butir padi yang telah dilumuri minyak Misik ke udara, menundukkan kepala ke sebelah kiri dan kedua mata terpejam, kemudian mulai membaca jampi-jampi sambil diselingi tangan kanan membunyikan lonceng kecil dan tangan kiri telapak tangannya menghadap ke depan.
Adapun bacaan jampi-jampinya yaitu :
Tathagato balappatto loke appatipuggalo
Yesam subhavitatta kho samboddhum patipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddaya bujjhati
Tesampakasakam suttam yam so jino adesayi
Mangalatthaya sabbesam tam suttantam bhanama se
Evam me suttam Ekam samayam Bhagava
Savatthiyam viharati Jetavane Anathapindikassa arame
Tatra kho Bhagava amantesi ti Bhadante te Bhagavato
paccassosum Bhagava etad avoca Pancimani balani
Katamani panca saddhabalam viriyabalam satibalam samadhibalam pannabalam
Katamanca saddhabalam idha ariyasavako saddho hoti
Saddahati tathagatassa iti pi so Bhagava
Araham samma vijja carana sampanno
Sugato lokavidu anuttaro purisa damma sarathi
sattha deva manussanaṁ Bhagavati
Idam vuccati saddhabalam katamanca viriyabalam idha
ariyasavako araddhaviriyo viharati
akusalanam dhammanam pahanaya
kusalanam dhammanam upasampadaya
thamava dalhaparakkamo anikkhittadhuro kusalesu dhammesu Idam vuccati viriyabalam”.

Bacaan ini diulang-ulang hingga terlihat kilat yang tanpa bunyi sebagai tanda kehadiran Nek Gansa. Nek Gansa akan terlihat wujudnya sebagai seekor Rusa Betina yang muncul bersamaan kilat dengan kedua matanya putih bersinar dan di dahinya juga bersinar. Bacaan di hentikan ketika Nek Gansa telah menyapa atau memberi salam.


Selasa, 29 Mei 2018

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 2

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 2 ---

Pada giliran perkenalan oleh peserta kegiatan, kembali aku menjadi tertawaan oleh Zahara. Ia berulang kali menyuruhku untuk memperkenalkan diri hanya untuk mendengar logat “R” ku yang berkarat, apalagi setelah tahu bahwa aku masih kelas 1 SMP. Logat “R” ku yang berkarat itu menjadi hiburan baginya. Meski malu sekali rasanya menjadi bahan tertawaan tapi aku berusaha menahankan diri untuk betah dengan kondisi demikian karena hari itu baru hari pertama dan masih ada empat hari kedepan yang harus ku lewati.
Kegiatan pesanteren kilat yang di selenggarakan oleh Remaja Masjid Al-Falah dilaksanakan dari jam 8 pagi hingga selesai Sholat Tarawih. Selesai kegiatan hari itu aku langsung pulang. Sepanjang pulang ke rumah, masih terbayang di benakku kejadian ditertawakan oleh Zahara. Sesampainya di rumah aku langsung mandi, kemudian bersiap akan tidur. Dan seperti biasa sebelum tidur aku selalu menulis buku diariku jika ada kejadian penting yang ku alami.
Hobby ku menulis buku diari ku lakukan ketika di kelas 6 SD. Saat itu teman-teman perempuan sekelasku sedang suka-sukanya membawa buku diari dan menulis biodata teman-teman satu kelas dengan masing-masing teman menuliskan kata-kata mutiara. Aku yang saat itu juga ikut mengisi buku diari teman-temanku itu mulai menyenanginya dan meminta dibelikan sebuah buku diari kepada orangtuaku. Maka sejak inilah aku mulai hobby menulis buku diari.
Ketika akan menulis di buku diariku, barulah aku sadar bahwa buku diariku itu sudah hampir habis lembaran halamannya. Dengan lembaran yang tersisa, kutuliskan kisahku hari itu. Selesai aku menulis kisahku hari itu, aku bersiap-siap untuk tidur dan berencana besok akan membeli buku diari yang baru.

----------

Selasa, 3 April 1990, sebelum jam 7 pagi aku turun dari rumahku menuju Masjid Al-Falah menggunakan sepedaku. Selama kegiatan pesanteren kilat ini, orangtuaku telah meminta izin untuk tidak masuk sekolah kepada wali kelasku yaitu Bu Theresia Farida di kelas 1 SMP yang lokasinya di Jalan Tebu Jeruju.
Ketika melewati pasar di Gertak Tiga Sungai Jawi, ku sempatkan singgah ke sebuah toko buku untuk membeli buku diari baru. Sebelum turun dari rumah tadi, aku membawa uang simpananku sebesar 2 ribu rupiah untuk membeli buku diari baru. Dan di toko buku itu ku lihat ada buku diari yang bagus kulitnya seharga 1.700. Buku diari itu pun ku beli. Setelah itu aku menuju ke Masjid Al-Falah.
Sesampainya di Masjid Al-Falah, ku lihat Zahara sedang duduk di meja panitia di teras Masjid, aku berusaha menghindar darinya dan masuk melalui pintu samping kemudian menuju ke ruangan kegiatan. Aku berdiam diri saja didalam ruangan hingga kegiatan dimulai pada pukul 8 pagi.
Pada kegiatan hari kedua itu, rupanya Zahara yang menjadi pemandu kegiatannya. Pada sesi pertama disampaikan materi tentang Organisasi Remaja Masjid dari Ketua Remaja Masjid Al-Falah. Selanjutnya pada sesi kedua berisi materi penyampaian tentang kondisi dan kegiatan Organisasi Remaja Masjid dari masing-masing utusan. Pada kegiatan ini diselingi dengan diskusi dan Tanya jawab dari peserta dan panitia.
Ketika giliranku menyampaikan kondisi dan kegiatan Organisasi Remaja di tempatku yaitu organisasi Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham, aku sangat gerogi karena takut menjadi tertawaan lagi dengan logat “R” ku yang berkarat. Dan apa yang ku takutkan memang terjadi. Zahara yang menjadi pemandu kegiatan sengaja memperpanjang giliran penyampaianku karena ingin mendengar “R” ku yang berkarat. Zahara banyak bertanya yang sebenarnya ia hanya ingin mendapat hiburan saja. Pada sesi ini kembali aku jadi bahan tertawaan karena Zahara sengaja memunculkan pertanyaan yang membuatku harus berbicara banyak, dan apa yang ku sampaikan itu menjadi kelucuan oleh Zahara yang membuat peserta yang hadir juga ikut tertawa.

----------
Selepas Sholat Zhuhur, ada waktu 30 menit untuk peserta istirahat. Pada kegiatan hari kedua itu aku duduk berdekatan dengan utusan dari Remaja Nurul Jannah bernama Ridwan dan Sueb. Mereka berdua duduk di kelas dua di sekolah SMA Islam Swasta. Ketika waktu istirahat, Ridwan dan Sueb bersandar nyantai pada sudut ruangan. Dan tidak jauh di hadapan sebelah kananku, terlihat Zahara sedang mengobrol santai dengan teman-temannya. Aku yang tidak tahu harus berbuat apa ketika istirahat itu, terpikir untuk menulis buku diari yang baru ku beli tadi pagi. Maka buku diari itu pun ku keluarkan dari dalam tasku, dan mulai ku tulis tentang kisahku hari itu terutama tentang kisah diskusi yang menjengkelkan dengan Zahara.
Untuk beberapa saat aku hanyut dalam tulisanku. Hingga tiba-tiba, buku diari yang sedang ku tulis itu ditarik oleh seseorang. Aku sempat kaget, dan ketika ku lihat ternyata Zahara yang menarik buku diariku itu. Rupanya Zahara yang sedang mengobrol bersama teman-temannya itu sempat memperhatikan aku sibuk menulis sebuah buku diari. Ia menjadi sangat penasaran dan tanpa ku sadari mendekati tempatku duduk, yang selanjutnya langsung menarik buku diariku itu.
Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Aku hanya terpaku saja melihat Zahara yang secara mendadak menarik buku diariku, dan kemudian membacanya. Ketika membaca apa yang telah ku tulis, Zahara terlihat beberapa kali tersenyum. Selanjutnya ia berkata untuk meminjam buku diariku itu. Tanpa menunggu jawabanku, Zahara langsung pergi dan kembali ke tempatnya semula dengan meninggalkan aku yang hanya bisa terdiam melihat ulahnya itu. Kembali perasaanku tidak karuan saat itu akibat ulah Zahara.
Hari itu pun ku lewati dengan pikiranku yang masih memikirkan buku diariku yang diambil oleh Zahara. Ketika selepas Tarawih dan akan pulang ke rumah, aku berusaha mencari Zahara untuk meminta kembali buku diariku itu. Tapi Zahara tidak ku temukan. Dengan perasaan tak karuan, aku terpaksa pulang ke rumah dengan pikiran yang masih memikirkan buku diariku yang telah diambil Zahara.

----------

Rabu, 4 April 1990, hari ketiga kegiatan pesanteren kilat di Masjid Al-Falah. Aku menemui Zahara untuk meminta kembali buku diariku, tapi Zahara berkata bahwa ia belum membaca semua yang telah ku tulis dan berjanji akan mengembalikannya nanti pada hari terakhir kegiatan. Kembali aku tidak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa harus mempercayainya bahwa nanti hari terakhir kegiatan ia akan mengembalikan buku diairiku. Meski hatiku berkecamuk karena memikirkan buku diariku, namun aku berusaha menenangkan diri bahwa nanti buku diariku itu akan dikembalikan Zahara.
Jum’at, 6 April 1990, hari terakhir kegiatan pesanteren kilat di Masjid Al-Falah. Beberapa hari kegiatan aku semakin akrab dengan Ridwan dan Sueb. Selepas acara penutupan, aku menemui Zahara untuk meminta kembali buku diariku. Tapi dengan santainya Zahara berkata bahwa ia lupa membawa buku diariku itu, dan tanpa rasa bersalah sedikitpun ia pergi begitu saja meninggalkanku. Perasaanku sangat kesal saat itu, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan hati yang berkecamuk, terpaksa ku ikhlaskan buku diariku dan tidak ingin ku ingat lagi. Aku pun membeli buku diari yang baru dan menulis lagi kisahku selama kegiatan di pesanteren kilat di Masjid Al-Falah.
Setelah kegiatan pesanteren kilat di Masjid Al-Falah. Aku sering bertemu Ridwan dan Sueb, terutama jika ada kegiatan-kegiatan besar Islam yang melibatkan Remaja Masjid. Kami menjadi sahabat yang akrab. Ridwan dan Sueb juga beberapa kali bermain ke rumahku.
Pada tahun 1992, terjadi tragedi Bosnia Herzegovina. Konflik perang di Bosnia menjadi pembicaraan hangat sehari-hari di kalangan remaja Masjid dan Majelis Taklim. Pada bulan Juli 1992, Ridwan dan Sueb datang ke rumahku. Pada saat itu mereka telah tamat dari SMA. Ridwan dan Sueb mengajakku untuk mendaftar sebagai sukarelawan berjihad ke Bosnia yang pendaftarannya di lakukan di Masjid Mujahidin. Pembukaan pendaftaran sukarelawan Jihad ke Bosnia ini sebelumnya telah ku ketahui di Majelis Taklim Ash-Habul Kahfi.
Namun ku katakan kepada Ridwan dan Sueb bahwa aku tidak bisa ikut mendaftar karena aku masih sekolah, dan barusan masuk ke SMA di Jurusan Pariwisata. Mendengar jawabanku itu, Ridwan dan Sueb memakluminya. Kami pun sempat berbincang-bincang tentang konflik perang di Bosnia. Selanjutnya mereka berpamitan pulang sambil berkata bahwa besok mereka akan pergi ke Masjid Mujahidin untuk mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Jihad ke Bosnia. Aku pun hanya bisa mendoakan agar apa yang mereka inginkan tercapai. Selanjutnya mereka pulang dari rumahku.
Sejak kepulangan mereka dari rumahku saat itu, aku tidak pernah bertemu Ridwan dan Sueb lagi. Dan tidak tahu bagaimana nasib mereka setelah itu.

----------

Bersambung.....


Senin, 28 Mei 2018

JAMPI-JAMPI NEK DAWI'

JAMPI-JAMPI NEK DAWI’

Dalam kepercayaan Thariqat Melayu Penghulu Sanggau, Nek Dawi’ adalah salah seorang nenek moyang para Penghulu dari jalur Ayah. Nek Dawi’ ini disebut juga Panglima Daud, yang menguasai kekuatan api sehingga disebut sebagai Raja Api. Nek Dawi’ dipercaya ghaib, dan akan muncul jika terjadi bencana besar yaitu perang besar dengan cara dipanggil keberadaannya dengan tata cara tertentu. Namun pada saat-saat tertentu yang memang sangat mendesak dan sangat diperlukan, Nek Dawi’ ini dapat juga dipanggil untuk membantu dan melindungi.
Pemanggilan keberadaan Nek Dawi’ jika Temenggung Penghulu telah melihat kehadiran Petuong di parak-parak teras rumahnya. Namun jika sangat diperlukan, tidak juga mesti menunggu kehadiran Petuong, karena kehadiran Petuong sebagai pertanda akan terjadinya perang besar dalam sekala besar seperti yang terjadi pada peristiwa perang melawan Jepang tahun 1945 dan kerusuhan tahun 1967 setelah konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Jika perang yang terjadi dalam sekala lokal, maka Nek Dawi’ ini dapat juga dipanggil.
Ketika Temenggung Penghulu melihat kehadiran Petuong atau dirasa sangat diperlukan kehadiran Nek Dawi’, maka Temenggung Penghulu segera mandi Hadats dan bersuci. Selanjutnya mengambil sehelai kain berwarna merah seukuran tiga ruas jari telunjuk. Kain merah itu kemudian ditulis rajah dengan minyak Ja’faron yang berisi penyampaian nama Temenggung Penghulu dan silsilah Nek Dawi’.
Setelah kain merah di rajah, maka diletakkan pada sebuah piring putih polos dan diletakkan tujuh butir kulit padi diatas kain merah itu. Kemudian dibawa ke sebuah balai kayu yang telah dipersiapkan. Balai itu terbuka langsung menghadap ke langit dan dihadapkan ke arah Timur. Pada balai tersebut terlebih dahulu diletakkan satu pohon Menjuang.
Selanjutnya diletakkan piring yang berisi kain merah dan tujuh kulit padi itu diatas balai dan dibawah pohon menjuang. Kemudian kain merah yang terdapat tujuh kulit padi itu dibakar hingga habis agar asapnya naik ke angkasa sebagai tanda kepada Nek Dawi’ bahwa anak cucuknya ingin bertemu.
Berikutnya Temenggung Penghulu mempersiapkan sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya dan tempat pembakaran wangi-wangian berupa Gaharu atau Kulit Kayu Lukai. Diatas pintu rumah dan kamarnya juga diberi tanda berupa daun Menjuang. Setelah itu berdiam diri di dalam kamarnya menunggu hingga waktu lewat Maghrib.
Selama menunggu waktu tersebut, Temenggung Penghulu membakar Gaharu atau Kulit Kayu Lukai di dekat tubuhnya sambil memakan sirih sepanjang waktu, untuk menghilangkan bau badan yang tidak disukai oleh Nek Dawi’. Nek Dawi’ ini paling tidak suka dengan bau belacan atau bau-bau makanan yang kuat baunya, sehingga di khawatirkan ada makanan yang bercampur dengan bahan belacan atau bahan lainnya yang kuat baunya dalam tubuhnya yang menimbulkan bau yang tidak sedap maka ia membakar gaharu atau kulit kayu lukai didekat tubuhnya sambil memakan sirih untuk membersihkan organ didalam tubuhnya.
Ketika telah lewat waktu Maghrib, Temenggung Penghulu segera pergi ke tempat batu-batuan yang ada air jatuhnya dengan membawa sirih lengkap dan pembakaran wangi-wangian dengan satu koin Orang Tua atau yang disebut koin Nabi Khaidir atau Nabi Musa sebagai syarat pengerasnya.
Sesampainya di tempat batu-batu yang ada air jatuhnya, Temenggung Penghulu duduk dengan khusus pada sebuah batu yang paling gelap warnanya di tempat itu. Selanjutnya Temenggung Penghulu membaca jampi-jampi yaitu sebagai berikut :
Diing’ D’oo’ Hyaa Kaiinangaxaii zaa’oona’ rhiinayith
Aku tuh Ran ying Hatalla je paling kuasa
tamparan taluh handiai tuntang kahapus
Kalawa jetuh iye te kalawa pambelum ije inanggareku kangguranan ara hintan kaharingan
Ranying Hatalla nuntun pahaliai tingang nureng Nyababeneng tanduk Handung kalawa jet te puna pahalingei biti
ha yak iye mananggare gangguranan arae bagare Jata Balawang Bulau Kanaruhan Bapager Hintan Mijen Papan Malambang Bulau Marung Laut Bapantan Hintan
Bitim batakuluk  bangun tarajun ambun
baramate ungkal bulau pungkal raja
bakining bulau batutuk sangkalemu
bajela bulau batangep rabia
baiweh Nyalung Kaharingan Belum
basilu ruhung bataji pulang
bakatetes hinting bunu panjang
baratap hinting kamarau ambu
batatutuh bulau lelak bendang
batingkai rabia bahinis kereng
baragana anak antang baputi
belum bahalap limu-limut bulue
hapanduyan Nyalung Kaharingan Belum
hapupuk guhung paninting aseng
tantausik Jata Hatalla
Balang Bitim jadi isi sampuli balitam jadi daha
dia baling bitim tau indu luang rawei
Ambun Randah Kajang Pantai Danum Kalunen
Luwuk Enun Lela Tingkap Rajung Kapungan Bunu
Ambun Sawak Kajarian Ujan Balawu Langit
Enun Samur Kanyarin Riwut manampar hawun
enun sidep dia katurengan kining
Ambun balu-balun kilau balun
Enun golo-golong tingkah lapesan tabuhi
Ambun bapapang kilau bulan pampang ruang-ruang
enun hapangguk namunan runi hatalungkup
Ambun tangi-tangis anak nule nyalanting matei
enun rindurindu rarunjung siren bajumbang nihau
Ambun mangkeram kilau darung hanjaliwan
Enun malengkuang busun petak tangkaluluk langit
Ambun kangkanderang kilau anak burung tingang bapantung nyahu
enun kangkariak nyakatan bawin dahiang antang langit
Diing’ D’oo’ Hyaa Kaiinangaxaii zaa’oona’ rhiinayith

Jampi-jampi ini diulang-ulang hingga terasa tanda-tanda akan kehadiran Nek Dawi’. Adapun tanda-tandanya adalah situasi mulai terasa hangat. Setelah itu akan terlihat sebuah bola api dari kejauhan yang bergerak menggelinding di tanah mendekati. Jampi-jampi itu tetap terus dibaca hingga bola api yang menggelinding itu menyapa atau memberi salam.
Untuk tanda api ini mesti berhati-hati karena amalan jampi-jampi ini sering didatangi oleh Jin Ifrit, namun Jin Ifrit muncul dalam bentuk bola api yang terbang dan tidak jejak di tanah. Bola apinya Jin Ifrit bergerak menembus benda atau pepohonan sedangkan bola apinya Nek Dawi’ bergerak di tanah tidak menembus benda atau pepohonan. Bola apinya Nek Dawi’ akan berbelok menghindar jika ada benda atau pepohonan yang menghalanginya. Sehingga mesti berhati-hati jangan sampai salah menjawab sapaan atau salam.


Minggu, 27 Mei 2018

JAMPI-JAMPI SYEKH BURAQ PENGHULU SANGGAU

JAMPI-JAMPI SYEKH BURAQ
PENGHULU SANGGAU

Dalam Thariqat Melayu Penghulu Sanggau, Syekh Buraq dipercaya sebagai Rajanya Panglima Burung. Syekh Buraq dipanggil jika situasi memang akan dilakukan perang besar. Tanda-tanda akan terjadinya perang besar yaitu dengan terlihatnya Petuong yang beredar.
Jika Temenggung Penghulu melihat kehadiran Petuong di parak-parak teras rumahnya yang memang disediakan untuk tanda-tanda seperti ini, maka sebagai isyarat untuknya memanggil Syekh Buraq. Temenggung Penghulu yang melihat kehadiran Petuong itu langsung berniat puasa saat itu juga.
Selanjutnya Temenggung Penghulu segera melaksanakan mandi hadats besar, kemudian memberi tanda pada pintu rumah dan pintu kamarnya dengan daun Menjuang serta mempersiapkan seperangkat sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya serta pembakaran wangi-wangian berupa kayu Gaharu atau kulit kayu Lukai dan satu koin Syekh Buraq sebagai syarat pengerasnya.
Setelah itu Temenggung Penghulu akan berdiam di dalam kamar yaitu dalam sebuah kelambu khusus yang diperuntukan untuk ritual Jampi-Jampi Syekh Buraq ini. Temenggung Penghulu akan berdiam dalam kelambu ini hingga tengah malam. Ketika Maghrib, Temenggung Penghulu berbuka puasa dengan memakan sirih di dalam kelambu tersebut, dengan tetap tidak keluar dari dalam kelambu.
Ketika tengah malam, Temenggung Penghulu menunggu tanda berupa suara kokok ayam pada waktu lewat tengah malam. Jika sudah terdengar suara kokok ayam tersebut, Temenggung Penghulu keluar dari dalam kelambunya menuju keluar rumah yaitu menuju ke tengah hutan yang terdapat aliran air yang membelah hutan tersebut sambil membawa seperangkat sirih pinang dan pembakaran wangi-wangian. Tempat yang dituju adalah tempat berpasir dan banyak batu-batuannya. Ketika menuju ke tempat tersebut, tidak diperkenankan membawa penerangan. Tempat berpasir itu adalah tempat khusus yang jika malam hari terlihat pasirnya meskipun tidak ada cahaya.
Sesampainya di tempat itu, Temenggung Penghulu duduk dengan khusuk dan mengambil dua buah batu kerikil, kemudian memakan sirih dan mulai membaca jampi-jampi memanggil Syekh Buraq sambil memukul-mukulkan kedua batu kerikil tersebut. Adapaun jampi-jampinya yaitu sebagai berikut :
Kua adana topalanroe’
Engka tumatunamalebbo wanuwae
Mancaji ale’ lipue masola lolange’nge
Leceni unga panase
Masobuni lempue ripasalani tujue
Tenripagetteng bencie
Sianre bale tauwe
Sibalu balu sibelle bellea
Niga riataiyana ribalu
Natuwoini seri-seri dapurengnge
Temmadumpu apie
Riselore’ alue
Risapea patapie
Iyapatu natetepa kerena nanrepi api ide temajulekaie pabatampulaweng
Narekko moloiko musu
aja mume’tau mamase’iwi tobaranie masuro nare’we
Nasaba rekko siduppai balina napagankani ritu kedona tobaranie
naiya tomamusue
Nawanawa malempu sibawa acca
iyatonaritu palamperi sunge
A’pangarao sangka batara nari’legari calikerra’na langi’e’
Narireddu te’ma gonratung pa’sulu’na tange’ batara rakile’e’
Risenne’ dua langi’e’
Ripatingoang pitung lapi batarae’”.

Pada bagian jampi-jampi
A’pangarao sangka batara nari’legari calikerra’na langi’e’
Narireddu te’ma gonratung pa’sulu’na tange’ batara rakile’e’
Risenne’ dua langi’e’
Ripatingoang pitung lapi batarae’
Diulang-ulang hingga terdengar bunyi burung.

Tanda-tanda kehadiran Syekh Buraq yaitu terdengar bunyi burung dari pelan hingga semakin nyaring dan ramai dengan diikuti angin yang berputar di sekitar tempat tersebut.


Sabtu, 26 Mei 2018

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 1

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 1 ---

September 1989, aku di tunjuk sebagai ketua Remaja Surau di tempatku. Aku tinggal di Gang Sirsak Jalan Apel Pontianak. Saat itu remaja di sekitar Surau Al-Ilham di Gang Sirsak sangat bersemangat membentuk organisasi remaja yang berpusat di Surau Al-Ilham. Pada masa itu sedang maraknya bermunculan organisasi-organisasi remaja Masjid dan Surau. Kegiatan remaja Masjid dan Surau ini sangat meriah pada hari-hari besar Islam terutama pada saat bulan puasa dan malam takbiran.
Organisasi Remaja Surau di tempat tinggalku bernama Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham yang disingkat PRISAI. Kegiatan rutin yang diadakan oleh PRISAI ini adalah pengajian remaja setiap malam Selasa, pelajaran Tauhid dan Fiqih setiap malam Rabu dan malam Sabtu yang diajarkan oleh Pak Abdurahman, atau yang kami panggil Pak Cik. Dipanggil Pak Cik karena tubuhnya kecil. Setiap malam Jum’at Berzanzi berkeliling dari rumah ke rumah.
Pak Abdurahman atau Pak Cik adalah Guru Ngajiku sejak aku di kelas 2 SD. Sebelumnya ketika aku kelas 1 SD aku belajar Ngaji dengan Tok Aji Amir di Gang Candi Agung Sungai Bangkong Pontianak. Tok Aji Amir umurnya sudah sangat tua. Selama mengajarkan mengaji, Tok Aji Amir selalu bercerita tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul, kisah para Malaikat, penciptaan dunia, kisah langit dan bumi, kisah di alam kubur, kisah kiamat, kisah akhirat, kisah tentang Surga dan Neraka. To Aji Amir menceritakan kisah-kisah tersebut sebelum dan sesudah mengajarkan mengaji sehingga aku dan murid-murid lainnya yang belajar mengaji senang belajar dengan Tok aji Amir karena senang mendengarnya bercerita. Selain itu Tok Aji Amir juga selalu bercerita tentang Guru-Gurunya yaitu Habib Sholeh Al-Hadad dan Ustadz H. Abdurrani Mahmud.
Habib Sholeh Al-Hadad dalam cerita beliau disampaikan memiliki mata yang buta dan hafal AlQur’an. Meski matanya buta namun Habib Sholeh Al-Hadad rutin mengajar agama kemana-mana dan dapat mengetahui siapa saja yang ditemuinya. Sedangkan Ustadz H. Abdurrani Mahmud adalah seorang ahli Ilmu Falak yang menyusun Jadwal Sholat sepanjang masa. Namun aku hanya beberapa bulan saja belajar mengaji dengan Tok Aji Amir karena orangtuaku pindah ke Gang Sirsak di Jeruju tahun 1984. Ketika tinggal di Gang Candi Agung, aku bersekolah di SD Gang Cimahi. Namun ketika kelas 4 SD aku pindah sekolah ke SD di dekat rumahku di Gang Sirsak.
Setelah orangtuaku pindah rumah, aku pun pindah belajar mengaji dengan Pak Abdurahman atau Pak Cik ketika di kelas 2 SD. Pak Cik adalah seorang Guru Ngaji di tempat tinggalku yang baru yaitu di Gang Sirsak. Cara mengajar Pak Cik dengan Tok Aji Amir sangat berbeda. Tok Aji Amir mengajar dengan gaya yang mengikut perilaku anak-anak sedangkan Pak Cik mengajar dengan cara yang keras. Selama belajar mengaji dengan Pak Cik aku selalu menangis karena sering dimarahi, apalagi Pak Cik selalu membawa rotan yang selalu dipukulkannya jika aku salah atau lupa huruf-huruf dalam mengaji. Hingga sempat aku tidak mau mengaji lagi dengan Pak Cik dan meminta kepada orangtuaku untuk membawaku kembali belajar mengaji kepada Tok Aji Amir. Tapi orangtuaku tidak menyetujuinya karena untuk belajar kembali kepada Tok Aji Amir tempatnya jauh dari Jeruju. Sehingga orangtuaku membujukku agar aku mau kembali belajar mengaji dengan Pak Cik.
Setelah beberapa minggu aku tidak mau mengaji, akhirnya setelah dibujuk terus menerus oleh orangtuaku, aku pun mau kembali belajar mengaji dengan Pak Cik. Ketika aku kembali belajar mengaji ini, Pak Cik agak berkurang kerasnya dalam mengajarku mengaji. Tapi tetap saja jika aku salah atau lupa huruf, rotannya itu mendarat di tubuhku. Meski terasa sakit tapi aku kuatkan diri untuk terus belajar mengaji hingga hatam Qur’an.
Ketika aku kelas 4 SD, Pak Cik menyuruhku untuk ikut belajar pelajaran Tauhid dan Fiqih di rumahnya. Ketika pertama kali aku mengikuti pelajaran itu, ramai sekali yang belajar di rumahnya yang kebanyakan adalah remaja dan orangtua. Aku yang saat itu belum begitu mengerti tentang pelajaran Tauhid dan Fiqih itu mengikut saja.
Pak Cik rupanya berguru dengan Ustadz Ridho Yahya yang pada saat itu sebagai salah seorang Guru di Pesanteren As Salam di Pal Pontianak. Pak Cik rutin belajar kepada Ustadz Ridho Yahya, dan apa yang didapatnya di ajarkan kembali kepada murid-muridnya di Majelis Taklim di rumahnya. Setelah dua tahun aku belajar dengan Pak Cik, barulah aku bertemu dengan Ustadz Ridho Yahya yang pada saat itu membuka Majelis pelajaran Tauhid dan Fiqh di Sungai Jawi. Inilah permulaan aku berguru dengan Ustadz Ridho Yahya atau yang bernama lengkap Al-Habib Muhammad Ridho Bin Ahmad Bin Agil Bin Yahya. Ustadz Ridho Yahya juga berguru kepada Habib Sholeh Al-Hadad.
Ketika aku ditunjuk sebagai ketua Remaja Surau Al-Ilham, ketua pengurus Suraunya adalah Pak Umar yang berkerja di Bank, dan Imam Suraunya ada dua orang yaitu Pak Cik dan Pak Jamhir atau sering dipanggil Ayah Jamhir. Keduanya in bergiliran menjadi Imam di Surau. Pada saat itu aku juga aktif di organisasi Remaja Majelis Taklim Ash Habul Kahfi di Perum 1.
Remaja Majelis Taklim Ash Habul Kahfi awalnya merupakan Remaja Masjid Al-Mursalat, tapi karena terjadi perselisihan dengan Pengurus Masjidnya sehingga Remaja Masjidnya dibubarkan. Pembina Remaja Masjid Al-Mursalat saat itu yaitu Ayah Bahtiar kemudian membentuk Majelis Taklim Remaja bernama Majelis Taklim Ash Habul Kahfi untuk menampung minat dan bakat para remaja yang bersemangat untuk tetap melanjutkan organisasi remaja Masjid Al-Mursalat yang telah di bubarkan oleh Pengurus Masjidnya.

----------

Pada permulaan bulan puasa yaitu pada akhir Maret 1990, setelah Sholat Tarawih aku diberikan surat undangan dari Remaja Masjid Al-Falah di Sungai Jawi Pontianak oleh Pak Umar. Masjid Al-Falah merupakan salah satu Masjid yang menjadi basis para Ulama, salah satunya adalah Gurunya Tok Aji Amir dan Ustadz Ridho Yahya yaitu Habib Sholeh Al-Hadad pernah menjadi salah seorang pembina Masjidnya. Organisasi Remaja Masjidnya sangat maju dan menjadi salah satu contoh bagi organisasi Remaja Masjid lainnya.
Surat undangan dari Remaja Masjid Al-Falah itu berisi undangan untuk mengikuti kegiatan Pesanteren Kilat yang diadakan oleh Remaja Masjid Al-Falah di Masjid Al-Falah selama lima hari yaitu dari tanggal 2 hingga 6 April 1990. Pak Umar menyuruhku untuk mengikuti kegiatan itu, dan aku mematuhinya. Dalam surat undangan itu disebutkan bahwa untuk pendaftaran dilaksanakan pada saat pendataan peserta yaitu pada hari pertama kegiatan, tanggal 2 April 1990, dimulai jam 8 pagi.
Pada hari Senin pagi, 2 April 1990, aku pergi ke Masjid Al-Falah di Sungai Jawi menggunakan sepedaku. Aku melewati jalan Apel, kemudian melewati jalan tembusan disamping Bioskop Garuda, selanjutnya berbelok ke kiri dan tiba lah di Masjid Al-Falah. Ketika aku tiba, telah ada beberapa remaja yang sedang mendaftar pada panitia pelaksana yang merupakan remaja Masjid Al-Falah. Setelah menunggu beberapa saat, maka giliranku untuk mendaftar. Aku pun mengeluarkan surat undangan dari Panitia dari dalam tasku dan ku berikan kepada salah seorang panita. Saat itu yang menerima pendaftaranku adalah seorang remaja wanita. Wajahnya sangat cantik dan berjilbab rapi berwarna merah muda. Hatiku betah juga memandang wajah wanita itu. Sangat teduh dan membuat hati menjadi damai melihatnya.
Ketika mendataku, remaja wanita itu bertanya nama dan asalku. Maka ku sebutkan namaku dan asalku dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Mendengar perkataanku itu, remaja wanita itu memintaku untuk mengulangi kata-kataku lagi sambil ia menatap wajahku dengan serius. Maka ku ulangi lagi menyebutkan namaku dan asalku yaitu dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Selesai aku menyebut ulang nama dan asalku, remaja wanita itu langsung tertawa nyaring sekali, sehingga membuatku bingung. Tertawanya itu memancing perhatian dari teman-temannya yang lain, sehingga mereka semua bertanya kepada remaja wanita itu ada apa ia tertawa nyaring sekali.
Remaja wanita itu kemudian mengajak teman-temannya yang lain untuk bersama-sama mendengar ulang perkataanku. Aku pun dimintanya untuk menyebutkan kembali nama dan asalku. Maka ku sebutkan kembali nama dan asalku yaitu dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Kembali ia riuh tertawa begitupun teman-temannya. Aku menjadi semakin bingung ada apa.
Selanjutnya ia memintaku untuk mengucapkan kata-kata “Ular melingkar-lingkar di pagar rumah Pak Umar”. Setelah ia berkata demikian, barulah aku mengerti bahwa ia dan teman-temannya menertawakan “R” ku yang berkarat. Aku memang tidak bisa menyebut huruf “R”, sehingga yang keluar adalah penyebutan “R” yang berkarat.
Dengan bersusah payah aku menyebut kata-kata “Ular melingkar-lingkar di pagar rumah Pak Umar”, dengan logat “R” yang berkarat sehingga makin riuhlah ia dan teman-temannya tertawa. Saat itu logat bahasa “R” ku yang berkarat itu benar-benar menjadi hiburan bagi mereka. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum pasrah dengan perasaan malu dan menerima kenyataan saja.
Remaja wanita itu kemudian berkata lagi dengan olokan apakah waktu aku SD dulu membolos ketika pembagian “R” dari guruku, sehingga aku tidak kebagian “R”. Aku tak bisa menjawab olokannya, dan hanya bisa tersenyum malu saja. Setelah puas dia menertawakanku, aku pun disuruhnya masuk ke tempat kegiatan karena kegiatan Pesanteren Kilat akan segera dimulai. Tanpa berkata apa-apa, dan dengan perasaan malu luar biasa, aku langsung menuju tempat kegiatan di dalam Masjid Al-Falah yang telah disediakan panitia. Perasaanku tak karuan saat itu.
Ketika acara pembukaan dan perkenalan panita pelaksana kegiatan, barulah aku tahu bahwa remaja wanita yang menertawakanku itu bernama Zahara, kelas dua Aliyah. Inilah awal mula aku mengenal Zahara.

----------

Bersambung.....


Jumat, 25 Mei 2018

MENGGAPAI CAHAYA SURGA DI BUMI KHATULISTIWA

Dengan cinta rindu,
Aku mencintai-Mu
Karena rindu ini hanya sepantasnya milik-Mu
Kusibukkan diriku dengan selalu mengingat-Mu,
Tiada yang kuingat selain-Mu,
Sebagai pengobat rinduku pada-Mu

Dengan cinta rindu,
Aku mencintai-Mu
Karena Kau memang layak dicintai
Di sanalah Kau menyingkap hijabku,
Agar aku dapat memandang-Mu
Dan tak ada Pujian yang layak selain untuk-Mu
Karena selain-Mu tak ada yang pantas untuk di Puji

Aku memang tak layak menikmati Cahaya Surga-Mu
Tapi izinkanlah aku untuk menggapainya di dunia ini
Walau hanya sekilas, izinkanlah aku
Mesti sebatas pengikut Cahaya dari Sumber Cahaya
Itu pun telah cukup bagiku
Dan menjadi nikmat terbesar sepanjang hidupku...

Persembahan untuk Guru Tercinta :
Al-Habib Muhammad Ridho Bin Ahmad Bin Agil Bin Yahya
Pontianak, 16 Januari 2012


Selasa, 22 Mei 2018

LINDA DALAM BINGKAI DURJANA : TAMAT

LINDA DALAM BINGKAI DURJANA
--- EPISODE 6 ---
** TAMAT **

Belum sempat Tante Linda akan melanjutkan ceritanya, makanan yang dipesannya datang, makanan itu pun diletakkan oleh si penjaga rumah makan di meja tempat kami duduk. Tante Linda kemudian menyuruh untuk makan terlebih dahulu, nanti selesai makan baru ia akan melanjutkan ceritanya.
Selesai makan Tante Linda melanjutkan ceritanya, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam dan terlihat ia berusaha untuk tegar, Tante Linda mulai bercerita. Hari itu pergilah Tante Linda bersama Jamal ke Bantul menggunakan mobil yang disewa Jamal. Sesampainya di Bantul, mereka langsung menuju rumah Jamal. Jamal rupanya memegang kunci rumahnya, dan ketika dibuka ternyata rumah itu tidak ada orang. Tante Linda bertanya dimana orangtua Jamal yang sakit. Jamal menjawab bahwa orangtuanya sedang di rumah sakit sehingga rumahnya tidak ada orang. Dan nanti mereka akan pergi ke rumah sakit untuk bertemu orangtua Jamal.
Tante Linda yang tidak ada rasa curiga terhadap Jamal percaya saja, ia kemudian duduk di ruang tamu. Sedangkan Jamal langsung masuk ke dalam. Dan tak lama kemudian keluar membawa segelas air minum yang kemudian diberikan kepada Tante Linda. Jamal menyuruh Tante Linda untuk meminumnya dengan berkata bahwa tentunya Tante Linda haus setelah perjalanan jauh. Setelah memberikan segelas air itu, Jamal duduk tidak jauh dari Tante Linda.
Tante Linda yang masih belum curiga itu langsung meminum segelas air yang diberikan Jamal. Setelah minum, mereka berbincang-bincang sesaat. Namun tak lama kemudian, Tante Linda merasakan kepalanya pusing. Selanjutnya Tante Linda merasakan matanya mulai berkunang-kunang dan kepalanya semakin pusing. Hingga kemudian ia merasakan tubuhnya lemas sehingga ia kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi ruang tamu itu. Rupanya Jamal telah memasukkan sesuatu ke dalam air minum yang di minum oleh Tante Linda sehingga kepalanya menjadi pusing dan tubuhnya menjadi lemas.
Jamal yang melihat Tante Linda telah lemas itu terlihat langsung menutup pintu dan menguncinya. Meski dalam kondisi telah lemas, namun Tante Linda masih dapat melihat perbuatan Jamal selanjutnya. Jamal terlihat mengangkat tubuhnya dan dibawa ke dalam sebuah kamar. Sesampainya di dalam kamar, tubuh Tante Linda di baringkan Jamal pada tempat tidur dan Jamal mulai melepas pakaian Tante Linda satu persatu. Selanjutnya Jamal melepas pakaiannya sendiri. Tante Linda dalam kondisi telah lemas itu tak dapat berbuat apa-apa. Ia kemudian menyaksikan Jamal mulai memperkosanya.
Tante Linda ingin menjerit tapi ia tak mampu. Hanya air matanya saja meleleh dari sela-sela matanya melihat perbuatan biadab Jamal terhadap dirinya. Untuk beberapa waktu Tante Linda yang sedang hamil muda itu harus melewati siksaan perih karena Jamal sedang memperkosanya. Setelah melampiaskan nafsu bejatnya, Jamal memakai kembali pakaiannya dan terlihat keluar dari kamar. Tante Linda saat itu belum juga pulih, tubuhnya masih lemas dan dibiarkan terbaring begitu saja tanpa pakaian sehelai pun oleh Jamal. Hati Tante Linda menjerit, air matanya terus meleleh dari matanya.
Cukup lama Jamal keluar dari kamar membiarkan Tante Linda yang terbaring lemas. Kemudian terlihat ia masuk lagi dengan membawa beberapa orang yang rupanya itu teman-temannya. Ternyata ketika keluar dari kamar tadi Jamal pergi menjemput teman-temannya. Dalam kondisi lemas, Tante Linda mendengar cemoohan Jamal kepada Tante Linda dengan mengatakan kepada teman-temannya itu bahwa ternyata Tante Linda sudah tidak perawan. Jamal juga berkata bahwa Tante Linda adalah perempuan nakal sehingga sudah tidak perawan lagi. Dan ia mempersilahkan teman-temannya itu untuk menikmati tubuh Tante Linda karena pastinya sebagai perempuan nakal sudah terbiasa ia menjadi pelampiasan nafsu laki-laki.
Teman-teman Jamal yang mendengar perkataannya itu terlihat tertawa girang. Mereka selanjutnya satu persatu bergiliran memperkosa Tante Linda yang telah tak berdaya itu. Maka bertambahlah siksaan yang dirasakan oleh Tante Linda. Ia hanya bisa mengeluarkan air matanya saja melihat teman-teman Jamal yang berjumlah enam orang itu bergiliran memperkosanya. Entah berapa lama ia bertahan saat itu, hingga ia merasakan tidak sanggup lagi dan akhirnya ia tak sadarkan diri.

----------

Tidak tahu berapa lama Tante Linda tidak sadarkan diri. Ketika telah sadar, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit sekali, meski ia tidak merasakan lemas yang dirasakan sebelumnya. Tante Linda kemudian mencoba untuk bangun dengan pandangan matanya yang berkunang-kunang. Ia merasakan sangat nanar saat itu. Tubuhnya yang tanpa sehelai pakaian itu terlihat di tumpahi cairan sperma di sana sini. Ketika bercerita, terlihat Tante Linda berusaha untuk tegar sambil terus menerus menghisap rokoknya.
Dengan bersusah payah sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya yang tidak terkira, Tante Linda memakai pakaiannya yang tergeletak begitu saja di lantai kamar. Ketika selesai memakai pakaiannya, Tante Linda mendengar suara tertawa dari luar kamar. Rupanya Jamal dan teman-temannya sedang bercanda kegirangan di luar kamar. Tante Linda merasakan ketakutan sekali saat itu, pikirannya kosong, dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasakan sangat syok. Akibat perasaan takut yang sangat luar biasa, Tante Linda jatuh terduduk dengan pikirannya yang kosong. Ia hanya bisa menangis saja saat itu.
Rupanya dari luar kamar terdengar jika Tante Linda telah sadar, Jamal pun terlihat memasuki kamar. Tante Linda melihat Jamal seperti melihat iblis ia takut luar biasa, tapi tak mampu berkata. Ia hanya terduduk ketakutan sambil terus menangis.
Melihat Tante Linda telah sadar, Jamal memanggil teman-temannya untuk kembali masuk ke kamar. Selanjutnya Jamal mendekati Tante Linda yang sedang ketakutan itu, dengan tanpa berdosa berkata bahwa Tante Linda sudah tidak perawan, sehingga tidak perlu ia takut. Nikmati saja apa yang terjadi. Mendengar perkataan biadab Jamal itu Tante Linda hanya bisa menangis.
Rupanya perlakuan biadab Jamal dan teman-temannya belum selesai. Mereka kembali menarik tubuh Tante Linda ke tempat tidur. Selanjutnya mereka melepaskan kembali pakaian Tante Linda dan kembali bergiliran memperkosa Tante Linda yang sedang hamil muda itu. Tante Linda yang dalam kondisi ketakutan dengan sekujur tubuhnya sakit tidak terkira benar-benar tidak berdaya. Ia harus kembali merasakan siksaan Jamal dan keenam temannya bergiliran memperkosanya. Tante Linda tidak pingsan saat itu, hingga perbuatan biadab itu berakhir. Sungguh siksaan yang sangat perih yang sulit dilupakannya seumur hidup.
Selepas Jamal dan keenam temannya melampiaskan nafsu biadabnya, mereka kemudian keluar kamar. Tante Linda hanya dapat terbaring lemas di tempat tidur dengan sekujur tubuhnya semakin sakit. Pikirannya hampa dan pandangan matanya kosong. Air matanya pun seakan mengering dan tidak dapat keluar lagi. Kebencian dan kejijikannya terhadap laki-laki mulai timbul saat itu. Cukup lama ia hanya terbaring lemas di tempat tidur saat itu, sambil terus menerus menyesali nasib.

----------

Sekian lama kemudian, terlihat Jamal memasuki kamar. Jamal dengan sebutan biadab menyebut Tante Linda sebagai ‘Perek’ menyuruhnya untuk bangun dan memakai pakaiannya karena mereka akan pulang ke Jogja. Tante Linda dengan pandangan kosongnya bersusah payah untuk bangun. Dalam kondisi sekujur tubuh yang sakit dengan perlahan-lahan Tante Linda memakai kembali pakaiannya. Selanjutnya dalam kondisi linglung ia keluar dari kamar. Rupanya keenam teman Jamal sudah tidak ada lagi di rumah itu. Tanpa sepatah kata pun Tante Linda langsung keluar dari rumah dan memasuki mobil yang kemudian diikuti Jamal memasuki mobil. Mereka pun kembali pulang ke Jogja.
Sepanjang perjalanan pulang Tante Linda membisu dengan pandangannya yang kosong. Ia tidak mau melihat Jamal yang Durjana dan terlihat sangat menjijikkan dimatanya. Dengan dipenuhi rasa amarah dan dendam, hatinya sangat menjerit. Ketika sampai di tempat kostnya di Jogja, Tante Linda langsung turun menuju kamar kostnya. Ia tidak berkata apa-apa kepada si Durjana Jamal, bahkan Jamal pun sudah tidak mau dilihatnya lagi karena bagai iblis dalam pandangan matanya. Tante Linda selanjutnya hanya mengurung diri dalam kamar kostnya. Dan memendam kisah pilu dari perbuatan durjana yang telah dialaminya. Sejak itu ia tidak mau lagi bertemu si Durjana Jamal karena sangat menjijikkan baginya.

----------

Setelah beberapa hari mengurung diri dalam kamar kostnya, Tante Linda mulai merasakan sakit di sekujur tubuhnya telah berkurang, ia kemudian berusaha menguatkan diri untuk bertahan dan pergi kuliah ke kampusnya. Tapi perlakuan pedih harus ia alami ketika ke kampus. Rupanya Jamal telah menyebarkan cerita kesana sini bahwa Tante Linda adalah ‘Perek’ dan sudah tidak perawan. Sehingga beberapa mahasiswa dengan berani mengajaknya untuk berhubungan intim. Bahkan yang lebih menyakitkan ada yang bertanya berapa tarifnya satu malam. Ajakan yang menjijikkan itu tidak ditanggapinya. Ia terus bertahan untuk tetap menyelesaikan kuliah meski saat itu kehamilannya makin bertambah hari. Segala perkataan orang yang menyebutnya ‘Perek’ berusaha tidak dihiraukannya.
Hingga ketika ia berkonsultasi tentang mata kuliahnya kepada salah seorang dosennya, dan dosennya itu terang-terangan memintanya untuk berhubungan intim jika ingin dilayani konsultasi mata kuliahnya itu membuat semangatnya untuk menyelesaikan kuliah menjadi ambruk. Rupanya anggapan kepada dirinya sebagai ‘Perek’ juga sampai di kalangan dosen-dosennya di kampus. Permintaan menjijikkan dosennya itu tidak di tanggapinya, namun ia kemudian dipersulit untuk berkonsultasi tentang mata kuliahnya. Ia pun semakin jijik melihat laki-laki.
Situasinya yang dipersulit oleh dosennya itu lantaran ia tidak menanggapi permintaan tidak senonoh dosennya itu membuatnya berpikir lagi untuk tetap bertahan menyelesaikan kuliahnya. Ia akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri pulang ke Sumatera Barat dan menyampaikan kepada orangtuanya tentang kehamilannya. Maka berhentilah Tante Linda dari kuliah yang telah dijalaninya hingga menjelang akhir semester 7 saat itu. Ia pun pulang ke Sumatera Barat.

----------

Ketika pulang ke Sumatera Barat, orangtuanya sangat marah ketika mengetahui Tante Linda telah berhenti kuliah serta saat itu sedang hamil dan tidak ada laki-laki yang dapat di tuntut pertanggung jawabannya. Orangtua Tante Linda yang merupakan salah seorang terpandang di Sumatera Barat sangat malu dengan kondisi Tante Linda. Tante Linda kemudian diusir dari rumah karena dianggap membawa aib bagi orangtua dan keluarganya. Setelah diusir oleh orangtuanya, Tante Linda tinggal di rumah salah seorang keluarganya. Tapi rupanya orangtua Tante Linda mengetahui bahwa ia tinggal di rumah salah seorang keluarganya. Orangtuanya itu kemudian menemui keluarganya itu dan melarang untuk memberikan tempat tinggal bagi Tante Linda karena telah membawa aib bagi keluarga besar mereka. Keluarganya itu tidak dapat berbuat apa-apa, dan terpaksa meminta Tante Linda untuk pergi dari rumah mereka.
Dengan kepedihan hati, Tante Linda pergi dari rumah keluarganya itu. Ia kemudian hidup terkatung-katung dengan membawa kehamilannya yang semakin membesar. Ia berusaha berkerja apa saja hanya untuk menyambung hidupnya saat itu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Tante Yanti.
Tante Yanti adalah teman sekolah Tante Linda ketika di SMP. Tante Yanti sangat perihatin melihat Tante Linda dengan perut membesar berkerja serabutan untuk mencari nafkah. Ia pun membawa Tante Linda untuk tinggal bersamanya. Saat itu Tante Yanti telah berkerja sebagai Wanita Tuna Susila.
Bukan tanpa sebab Tante Yanti akhirnya berkerja sebagai Wanita Tuna Susila, karena ia juga mengalami nasib yang sama menyakitkannya dengan Tante Linda hanya situasinya saja yang berbeda. Tante Linda kemudian menceritakan keseluruhan tentang kisah hidup Tante Yanti yang dua kali menikah, dan kedua suaminya itu memiliki penyimpangan seksual. Kedua suaminya itu tidak akan terangsang jika tidak melihat Tante Yanti di gauli orang. Itulah awal mula Tante Yanti sangat membenci laki-laki. Ia kemudian lari dari suaminya dan menjadi Lesbian. Meskipun sebagai Lesbian, Tante Yanti kemudian berkerja sebagai Wanita Tuna Susila untuk mencari nafkah.
Selama tinggal bersama Tante Yanti, segala keperluan hidup Tante Linda yang sedang hamil besar itu di tanggung oleh Tante Yanti. Ini lah awal mula Tante Linda menjadi Lesbian. Kesamaan nasib yang mereka alami menimbulkan kebencian mereka kepada laki-laki. Mereka pun saling jatuh cinta dan menjalin asmara.
Sampailah waktunya Tante Linda melahirkan seorang anak laki-laki. Namun beberapa hari setelah melahirkan, anaknya itu meninggal dunia. Selanjutnya setelah pulih kesehatannya, Tante Linda mengikuti Tante Yanti berkerja sebagai Wanita Tuna Susila. Hingga kemudian mereka mendapat tawaran untuk berkerja di Kalimantan yaitu di Balikpapan dengan profesi yang sama yaitu sebagai Wanita Tuna Susila. Lebih dua tahun mereka di Balikpapan. Hingga kemudian pada tahun 1994 mereka mengikuti seseorang pergi ke Pontianak. Dan di Pontianak lah kini mereka berkerja.
Setelah menyelesaikan ceritanya itu, Tante Linda mengajakku pulang. Ia kemudian membayar makanan yang kami makan. Aku pun berjalan menuju motorku dan menghidupkannya. Tante Linda kemudian naik dibelakang motorku. Selanjutnya motorku melaju menuju Jalan Merdeka, dan berbelok masuk pada sebuah gang tempat rumah kontrakan Tante Linda berada. Motorku pun berhenti di depan rumah kontrakan tersebut.
Setelah Tante Linda turun dari motorku, ia sempat menawarkan aku untuk singgah sebentar di rumah kontrakannya, tapi ku katakan bahwa waktu telah lewat jam 2 subuh, dan aku harus tidur karena nanti jam 3 sore pada hari Minggu itu aku harus kembali masuk kerja. Tante Linda memahami kondisiku itu. Ia pun mengucapkan terima kasih karena aku bersedia mengantarkannya pulang dan menjadi teman sebagai tempatnya bercerita. Aku dengan tersipu malu hanya menganggukkan kepalaku saja dan pamit untuk langsung pulang. Selanjutnya aku menjalankan motorku dan melaju pulang ke rumahku di Jeruju.

----------

Selasa, 19 November 1996, aku mendapat jadwal bertugas pada sift malam di ruangan Executive Lounge yang tempatnya berada di Balkon lantai satu. Hari sebelumnya yaitu Senin aku mendapat jatah off atau libur kerja. Di ruangan Executive Lounge ini hanya ada tiga karyawan saja, yaitu dua orang Waitress dan satu Kasir yaitu aku. Ruangan Executive Lounge ini kurang begitu ramai karena harga makanannya sangat mahal dan yang disediakan adalah makanan-makanan luar negeri sehingga orang-orang tertentu saja yang masuk ke ruangan ini. Yang kebanyakan hanya ingin bersantai secara pribadi saja tanpa ingin di ganggu oleh orang lain.
Sebelum jam 11 malam aku sudah masuk ke ruangan Executive Lounge. Begitu pun kedua temanku yang bertugas sebagai Waitress. Aku langsung mempersiapkan meja Kasirku. Setelah siap, aku duduk-duduk santai di meja Kasirku, sedangkan kedua teman Waitressku duduk di dekat pintu masuk yang berbentuk kaca sambil menunggu tamu yang masuk ke ruangan Executive Lounge.
Ketika aku sedang bersantai, ku lihat kedua teman Waitressku yang duduk di dekat pintu masuk berdiri, sebagai tanda bahwa ada tamu yang akan memasuki ruangan Executive Lounge itu. Karena pintu tersebut berbentuk kaca sehingga aku dapat melihat tamu yang akan memasuki ruangan Executive Lounge itu yaitu Tante Linda dan Tante Yanti. Kedua temanku Waitress langsung membuka pintu kaca itu dan rupanya mereka mengenal Tante Linda dan Tante Yanti. Setelah sempat berbicara sebentar, kedua temanku itu menutup kembali pintu kaca itu dan kembali duduk. Sedangkan Tante Linda dan Tante Yanti langsung berjalan ke arah meja Kasirku. Aku pun langsung berdiri sambil tersenyum ramah sebagai kewajiban pelayanan dari karyawan hotel kepada setiap tamu hotel. Begitu pun Tante Linda dan Tante Yanti terlihat tersenyum kepadaku.
Sesampainya di dekat meja Kasirku, Tante Linda berkata bahwa kemarin ia mencariku dan rupanya aku kemarin off. Aku pun membenarkan bahwa kemarin aku off. Tante Linda selanjutnya berkata bahwa ia dan Tante Yanti nanti hari Kamis akan pindah berkerja ke Batam dan mereka ingin berpamitan denganku. Selanjutnya Tante Linda mengeluarkan sesuatu dari tas yang dipegangnya, yaitu sebuah kado berbentuk kotak kecil sambil berkata bahwa kado itu untukku sebagai ungkapan terima kasihnya kepadaku yang telah menjadi teman yang baik baginya. Tante Linda juga berkata bahwa isi didalam kado itu adalah benda kesayangannya dan berharap aku menyukai benda itu, serta meminta aku untuk menyimpannya sebagai tanda ia mengingatku sebagai teman terbaiknya.
Aku dengan sedikit terharu berkata bahwa aku akan menyimpan benda itu meskipun saat itu aku belum tahu benda apa itu. Selanjutnya Tante Linda berpamitan kepadaku sambil berkata bahwa jika ada waktu ia akan mengabari keadaannya di Batam kepadaku, begitu juga jika nanti dia punya kesempatan, ia akan kembali ke Pontianak untuk menemuiku. Aku sambil menganggukan kepala mengiyakan perkataan Tante Linda itu.
Setelah Tante Yanti juga berpamitan kepadaku, mereka berdua langsung keluar dari ruangan Executive Lounge. Itu lah saat terakhir aku bertemu dengan Tante Linda dan Tante Yanti. Kado kecil dari Tante Linda kemudian ku letakkan di meja Kasirku. Hingga kemudian jam 7 pagi tugasku selesai. Setelah menyelesaikan laporan keuanganku hari itu, aku segera pulang dan kubawa kado kecil itu pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, kado kecil itu ku buka, dan rupanya didalam kado kecil itu berisi sehelai syal berwarna coklat muda dengan motif-motif bunga. Aku selanjutnya menyimpan syal pemberian Tante Linda itu. Syal inilah yang sering ku bawa kuliah ke kampus, dan syal inilah yang menjadi teman kemana pun aku pergi.

Untuk Linda :
Ku tulis namamu pada dinding waktu,
agar abadi dalam ingatanku
Ku lukis wajahmu pada kanvas sanubari,
agar senyum indahmu tak pudar di telan hari
ku rajut kata-kata,
agar menjadi irama merdu yang menghibur sepanjang hidupmu
meski ku tahu, bahwa kau tak kan ku temui lagi
tapi di ujung mimpi lah
kita akan menyambung pertemuan kita lagi

Selamat jalan Linda...
hidup, memang harus tetap di jalani,
meski Sang Durjana terlalu kuat membelenggumu
tapi Tuhan tidak pernah tidur, dan tak akan tidur
Semoga kau dapatkan keadilan bagi hidupmu...

Pontianak, Jum’at 22 November 1996
11.30 malam

*** TAMAT ***



SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...