JAMPI-JAMPI SYEKH BURAQ
PENGHULU SANGGAU
Dalam Thariqat
Melayu Penghulu Sanggau, Syekh Buraq dipercaya sebagai Rajanya Panglima Burung.
Syekh Buraq dipanggil jika situasi memang akan dilakukan perang besar.
Tanda-tanda akan terjadinya perang besar yaitu dengan terlihatnya Petuong yang
beredar.
Jika
Temenggung Penghulu melihat kehadiran Petuong di parak-parak teras rumahnya
yang memang disediakan untuk tanda-tanda seperti ini, maka sebagai isyarat
untuknya memanggil Syekh Buraq. Temenggung Penghulu yang melihat kehadiran
Petuong itu langsung berniat puasa saat itu juga.
Selanjutnya
Temenggung Penghulu segera melaksanakan mandi hadats besar, kemudian memberi
tanda pada pintu rumah dan pintu kamarnya dengan daun Menjuang serta mempersiapkan
seperangkat sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya serta pembakaran
wangi-wangian berupa kayu Gaharu atau kulit kayu Lukai dan satu koin Syekh
Buraq sebagai syarat pengerasnya.
Setelah itu
Temenggung Penghulu akan berdiam di dalam kamar yaitu dalam sebuah kelambu
khusus yang diperuntukan untuk ritual Jampi-Jampi Syekh Buraq ini. Temenggung Penghulu
akan berdiam dalam kelambu ini hingga tengah malam. Ketika Maghrib, Temenggung
Penghulu berbuka puasa dengan memakan sirih di dalam kelambu tersebut, dengan
tetap tidak keluar dari dalam kelambu.
Ketika tengah
malam, Temenggung Penghulu menunggu tanda berupa suara kokok ayam pada waktu
lewat tengah malam. Jika sudah terdengar suara kokok ayam tersebut, Temenggung
Penghulu keluar dari dalam kelambunya menuju keluar rumah yaitu menuju ke
tengah hutan yang terdapat aliran air yang membelah hutan tersebut sambil
membawa seperangkat sirih pinang dan pembakaran wangi-wangian. Tempat yang
dituju adalah tempat berpasir dan banyak batu-batuannya. Ketika menuju ke
tempat tersebut, tidak diperkenankan membawa penerangan. Tempat berpasir itu
adalah tempat khusus yang jika malam hari terlihat pasirnya meskipun tidak ada
cahaya.
Sesampainya di
tempat itu, Temenggung Penghulu duduk dengan khusuk dan mengambil dua buah batu
kerikil, kemudian memakan sirih dan mulai membaca jampi-jampi memanggil Syekh
Buraq sambil memukul-mukulkan kedua batu kerikil tersebut. Adapaun jampi-jampinya
yaitu sebagai berikut :
“Kua adana to’ palanroe’
Engka tu’ matu’ namalebbo wanuwae
Mancaji ale’ lipue masola lolange’nge
Leceni unga panase
Masobuni lempue ripasalani tujue
Tenripagetteng bencie
Sianre bale tauwe
Sibalu balu sibelle bellea
Niga riataiyana ribalu
Natuwoini seri-seri dapurengnge
Temmadumpu apie
Riselore’ alue
Risapea patapie
Iyapatu natetepa kerena nanrepi api ide temajulekaie
pabatampulaweng
Narekko moloiko musu
aja mume’tau mamase’iwi tobaranie masuro nare’we
Nasaba rekko siduppai balina napagankani ritu kedona
tobaranie
naiya tomamusue
Nawanawa malempu sibawa acca
iyatonaritu palamperi sunge
A’pangara’o sangka batara nari’legari calikerra’na langi’e’
Narireddu te’ma gonratung pa’sulu’na tange’ batara
rakile’e’
Risenne’ dua langi’e’
Ripatingoang pitung lapi batarae’”.
Pada bagian jampi-jampi
“A’pangara’o sangka batara nari’legari
calikerra’na langi’e’
Narireddu te’ma gonratung pa’sulu’na tange’ batara
rakile’e’
Risenne’ dua langi’e’
Ripatingoang pitung lapi batarae’”
Diulang-ulang hingga terdengar
bunyi burung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar