Sabtu, 26 Mei 2018

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 1

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 1 ---

September 1989, aku di tunjuk sebagai ketua Remaja Surau di tempatku. Aku tinggal di Gang Sirsak Jalan Apel Pontianak. Saat itu remaja di sekitar Surau Al-Ilham di Gang Sirsak sangat bersemangat membentuk organisasi remaja yang berpusat di Surau Al-Ilham. Pada masa itu sedang maraknya bermunculan organisasi-organisasi remaja Masjid dan Surau. Kegiatan remaja Masjid dan Surau ini sangat meriah pada hari-hari besar Islam terutama pada saat bulan puasa dan malam takbiran.
Organisasi Remaja Surau di tempat tinggalku bernama Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham yang disingkat PRISAI. Kegiatan rutin yang diadakan oleh PRISAI ini adalah pengajian remaja setiap malam Selasa, pelajaran Tauhid dan Fiqih setiap malam Rabu dan malam Sabtu yang diajarkan oleh Pak Abdurahman, atau yang kami panggil Pak Cik. Dipanggil Pak Cik karena tubuhnya kecil. Setiap malam Jum’at Berzanzi berkeliling dari rumah ke rumah.
Pak Abdurahman atau Pak Cik adalah Guru Ngajiku sejak aku di kelas 2 SD. Sebelumnya ketika aku kelas 1 SD aku belajar Ngaji dengan Tok Aji Amir di Gang Candi Agung Sungai Bangkong Pontianak. Tok Aji Amir umurnya sudah sangat tua. Selama mengajarkan mengaji, Tok Aji Amir selalu bercerita tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul, kisah para Malaikat, penciptaan dunia, kisah langit dan bumi, kisah di alam kubur, kisah kiamat, kisah akhirat, kisah tentang Surga dan Neraka. To Aji Amir menceritakan kisah-kisah tersebut sebelum dan sesudah mengajarkan mengaji sehingga aku dan murid-murid lainnya yang belajar mengaji senang belajar dengan Tok aji Amir karena senang mendengarnya bercerita. Selain itu Tok Aji Amir juga selalu bercerita tentang Guru-Gurunya yaitu Habib Sholeh Al-Hadad dan Ustadz H. Abdurrani Mahmud.
Habib Sholeh Al-Hadad dalam cerita beliau disampaikan memiliki mata yang buta dan hafal AlQur’an. Meski matanya buta namun Habib Sholeh Al-Hadad rutin mengajar agama kemana-mana dan dapat mengetahui siapa saja yang ditemuinya. Sedangkan Ustadz H. Abdurrani Mahmud adalah seorang ahli Ilmu Falak yang menyusun Jadwal Sholat sepanjang masa. Namun aku hanya beberapa bulan saja belajar mengaji dengan Tok Aji Amir karena orangtuaku pindah ke Gang Sirsak di Jeruju tahun 1984. Ketika tinggal di Gang Candi Agung, aku bersekolah di SD Gang Cimahi. Namun ketika kelas 4 SD aku pindah sekolah ke SD di dekat rumahku di Gang Sirsak.
Setelah orangtuaku pindah rumah, aku pun pindah belajar mengaji dengan Pak Abdurahman atau Pak Cik ketika di kelas 2 SD. Pak Cik adalah seorang Guru Ngaji di tempat tinggalku yang baru yaitu di Gang Sirsak. Cara mengajar Pak Cik dengan Tok Aji Amir sangat berbeda. Tok Aji Amir mengajar dengan gaya yang mengikut perilaku anak-anak sedangkan Pak Cik mengajar dengan cara yang keras. Selama belajar mengaji dengan Pak Cik aku selalu menangis karena sering dimarahi, apalagi Pak Cik selalu membawa rotan yang selalu dipukulkannya jika aku salah atau lupa huruf-huruf dalam mengaji. Hingga sempat aku tidak mau mengaji lagi dengan Pak Cik dan meminta kepada orangtuaku untuk membawaku kembali belajar mengaji kepada Tok Aji Amir. Tapi orangtuaku tidak menyetujuinya karena untuk belajar kembali kepada Tok Aji Amir tempatnya jauh dari Jeruju. Sehingga orangtuaku membujukku agar aku mau kembali belajar mengaji dengan Pak Cik.
Setelah beberapa minggu aku tidak mau mengaji, akhirnya setelah dibujuk terus menerus oleh orangtuaku, aku pun mau kembali belajar mengaji dengan Pak Cik. Ketika aku kembali belajar mengaji ini, Pak Cik agak berkurang kerasnya dalam mengajarku mengaji. Tapi tetap saja jika aku salah atau lupa huruf, rotannya itu mendarat di tubuhku. Meski terasa sakit tapi aku kuatkan diri untuk terus belajar mengaji hingga hatam Qur’an.
Ketika aku kelas 4 SD, Pak Cik menyuruhku untuk ikut belajar pelajaran Tauhid dan Fiqih di rumahnya. Ketika pertama kali aku mengikuti pelajaran itu, ramai sekali yang belajar di rumahnya yang kebanyakan adalah remaja dan orangtua. Aku yang saat itu belum begitu mengerti tentang pelajaran Tauhid dan Fiqih itu mengikut saja.
Pak Cik rupanya berguru dengan Ustadz Ridho Yahya yang pada saat itu sebagai salah seorang Guru di Pesanteren As Salam di Pal Pontianak. Pak Cik rutin belajar kepada Ustadz Ridho Yahya, dan apa yang didapatnya di ajarkan kembali kepada murid-muridnya di Majelis Taklim di rumahnya. Setelah dua tahun aku belajar dengan Pak Cik, barulah aku bertemu dengan Ustadz Ridho Yahya yang pada saat itu membuka Majelis pelajaran Tauhid dan Fiqh di Sungai Jawi. Inilah permulaan aku berguru dengan Ustadz Ridho Yahya atau yang bernama lengkap Al-Habib Muhammad Ridho Bin Ahmad Bin Agil Bin Yahya. Ustadz Ridho Yahya juga berguru kepada Habib Sholeh Al-Hadad.
Ketika aku ditunjuk sebagai ketua Remaja Surau Al-Ilham, ketua pengurus Suraunya adalah Pak Umar yang berkerja di Bank, dan Imam Suraunya ada dua orang yaitu Pak Cik dan Pak Jamhir atau sering dipanggil Ayah Jamhir. Keduanya in bergiliran menjadi Imam di Surau. Pada saat itu aku juga aktif di organisasi Remaja Majelis Taklim Ash Habul Kahfi di Perum 1.
Remaja Majelis Taklim Ash Habul Kahfi awalnya merupakan Remaja Masjid Al-Mursalat, tapi karena terjadi perselisihan dengan Pengurus Masjidnya sehingga Remaja Masjidnya dibubarkan. Pembina Remaja Masjid Al-Mursalat saat itu yaitu Ayah Bahtiar kemudian membentuk Majelis Taklim Remaja bernama Majelis Taklim Ash Habul Kahfi untuk menampung minat dan bakat para remaja yang bersemangat untuk tetap melanjutkan organisasi remaja Masjid Al-Mursalat yang telah di bubarkan oleh Pengurus Masjidnya.

----------

Pada permulaan bulan puasa yaitu pada akhir Maret 1990, setelah Sholat Tarawih aku diberikan surat undangan dari Remaja Masjid Al-Falah di Sungai Jawi Pontianak oleh Pak Umar. Masjid Al-Falah merupakan salah satu Masjid yang menjadi basis para Ulama, salah satunya adalah Gurunya Tok Aji Amir dan Ustadz Ridho Yahya yaitu Habib Sholeh Al-Hadad pernah menjadi salah seorang pembina Masjidnya. Organisasi Remaja Masjidnya sangat maju dan menjadi salah satu contoh bagi organisasi Remaja Masjid lainnya.
Surat undangan dari Remaja Masjid Al-Falah itu berisi undangan untuk mengikuti kegiatan Pesanteren Kilat yang diadakan oleh Remaja Masjid Al-Falah di Masjid Al-Falah selama lima hari yaitu dari tanggal 2 hingga 6 April 1990. Pak Umar menyuruhku untuk mengikuti kegiatan itu, dan aku mematuhinya. Dalam surat undangan itu disebutkan bahwa untuk pendaftaran dilaksanakan pada saat pendataan peserta yaitu pada hari pertama kegiatan, tanggal 2 April 1990, dimulai jam 8 pagi.
Pada hari Senin pagi, 2 April 1990, aku pergi ke Masjid Al-Falah di Sungai Jawi menggunakan sepedaku. Aku melewati jalan Apel, kemudian melewati jalan tembusan disamping Bioskop Garuda, selanjutnya berbelok ke kiri dan tiba lah di Masjid Al-Falah. Ketika aku tiba, telah ada beberapa remaja yang sedang mendaftar pada panitia pelaksana yang merupakan remaja Masjid Al-Falah. Setelah menunggu beberapa saat, maka giliranku untuk mendaftar. Aku pun mengeluarkan surat undangan dari Panitia dari dalam tasku dan ku berikan kepada salah seorang panita. Saat itu yang menerima pendaftaranku adalah seorang remaja wanita. Wajahnya sangat cantik dan berjilbab rapi berwarna merah muda. Hatiku betah juga memandang wajah wanita itu. Sangat teduh dan membuat hati menjadi damai melihatnya.
Ketika mendataku, remaja wanita itu bertanya nama dan asalku. Maka ku sebutkan namaku dan asalku dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Mendengar perkataanku itu, remaja wanita itu memintaku untuk mengulangi kata-kataku lagi sambil ia menatap wajahku dengan serius. Maka ku ulangi lagi menyebutkan namaku dan asalku yaitu dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Selesai aku menyebut ulang nama dan asalku, remaja wanita itu langsung tertawa nyaring sekali, sehingga membuatku bingung. Tertawanya itu memancing perhatian dari teman-temannya yang lain, sehingga mereka semua bertanya kepada remaja wanita itu ada apa ia tertawa nyaring sekali.
Remaja wanita itu kemudian mengajak teman-temannya yang lain untuk bersama-sama mendengar ulang perkataanku. Aku pun dimintanya untuk menyebutkan kembali nama dan asalku. Maka ku sebutkan kembali nama dan asalku yaitu dari Persatuan Remaja Islam Surau Al-Ilham di Gang Sirsak. Kembali ia riuh tertawa begitupun teman-temannya. Aku menjadi semakin bingung ada apa.
Selanjutnya ia memintaku untuk mengucapkan kata-kata “Ular melingkar-lingkar di pagar rumah Pak Umar”. Setelah ia berkata demikian, barulah aku mengerti bahwa ia dan teman-temannya menertawakan “R” ku yang berkarat. Aku memang tidak bisa menyebut huruf “R”, sehingga yang keluar adalah penyebutan “R” yang berkarat.
Dengan bersusah payah aku menyebut kata-kata “Ular melingkar-lingkar di pagar rumah Pak Umar”, dengan logat “R” yang berkarat sehingga makin riuhlah ia dan teman-temannya tertawa. Saat itu logat bahasa “R” ku yang berkarat itu benar-benar menjadi hiburan bagi mereka. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum pasrah dengan perasaan malu dan menerima kenyataan saja.
Remaja wanita itu kemudian berkata lagi dengan olokan apakah waktu aku SD dulu membolos ketika pembagian “R” dari guruku, sehingga aku tidak kebagian “R”. Aku tak bisa menjawab olokannya, dan hanya bisa tersenyum malu saja. Setelah puas dia menertawakanku, aku pun disuruhnya masuk ke tempat kegiatan karena kegiatan Pesanteren Kilat akan segera dimulai. Tanpa berkata apa-apa, dan dengan perasaan malu luar biasa, aku langsung menuju tempat kegiatan di dalam Masjid Al-Falah yang telah disediakan panitia. Perasaanku tak karuan saat itu.
Ketika acara pembukaan dan perkenalan panita pelaksana kegiatan, barulah aku tahu bahwa remaja wanita yang menertawakanku itu bernama Zahara, kelas dua Aliyah. Inilah awal mula aku mengenal Zahara.

----------

Bersambung.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...