JAMPI-JAMPI NEK GANSA
Dalam Thariqat
Melayu Temenggung Penghulu Sanggau, dipercayai bahwa salah seorang Pangkal Lima
atau Panglima adalah seorang Panglima Perempuan yang bergelar Nek Gansa. Nek
Gansa ini dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan diri akan berwujud seekor
Rusa Betina dengan matanya yang putih bercahaya. Di dahinya terdapat tanda
bulatan seperti batu putih yang berkilap memancarkan cahaya. Sehingga jika
terlihat Nek Gansa seakan-akan memiliki tiga mata yaitu kedua matanya yang
putih bercahaya dan tanda di dahinya yang berkilap memancarkan cahaya. Tanda di
dahi ini merupakan tanda turun-temurun dari Nenek Moyang Nek Gansa.
Nek Gansa jika
akan memperlihatkan wujudnya ditandai dengan munculnya kilat yang tanpa bunyi.
Jika berdiam diri akan terlihat wujudnya sebagai seekor Rusa Betina. Jika
bergerak akan terlihat seperti kilat yang menyambar tetapi tanpa suara. Karena
kehadiran dan gerakannya seperti kilat itu sehingga seringkali Nek Gansa
disebut juga sebagai Panglima Kilat.
Nek Gansa
dapat dihadirkan bukan hanya ketika munculnya Petuong di parak-parak teras
rumah Temenggung Penghulu, tetapi dapat juga dihadirkan jika situasi sangat
mendesak dan sangat diperlukan kehadiran Nek Gansa.
Untuk menghadirkannya,
Temenggung Penghulu harus mandi Hadats besar dan bersuci terlebih dahulu
kemudian mempersiapkan pembakaran wangi-wangian di tempat terbuka yang langsung
bertemu pada langit. Selanjutnya mempersiapkan Gaharu atau Kulit Kayu Lukai
yang telah direndam dengan Minyak Misik selama satu malam. Kemudian disiapkan
juga tujuh helai rambut milik Temenggung Penghulu yang sebelumnya telah di
embunkan satu malam pada sebuah batang bambu yang terpotong.
Selanjutnya Gaharu
atau Kulit Kayu Lukai yang telah di rendam dalam Minyak Misik dimasukkan dalam
pembakaran wangi-wangian, diikuti dengan memasukkan tujuh helai rambut yang
telah diembunkan dengan terlebih dahulu dibacakan nama Temenggung Penghulu dan
nama Nek Gansa serta asal usulnya agar diketahui oleh Ruh Nek Gansa bahwa
beliau mempunyai kewajiban untuk menolong anak cucuknya.
Gaharu atau
Kulit Kayu Lukai bersama tujuh helai rambut itu dibakar hingga habis. Asap dari
pembakaran yang bergerak mengikuti arah angin sebagai media untuk menyampaikan
pesan kepada Ruh Nek Gansa bahwa anak cucuknya ingin bertemu.
Berikutnya Temenggung
Penghulu mempersiapkan tujuh butir padi yang telah dilumuri dengan Minyak Misik
dan diletakkan pada sebuah piring putih polos bersama sebuah koin orang
memegang tongkat sebagai pengerasnya, serta sebuah lonceng kecil khusus.
Selanjutnya Temenggung
Penghulu akan berdiam diri dalam kamarnya dengan terlebih dahulu memberi tanda
pada pintu rumah dan pintu kamarnya dengan daun Menjuang. Selama berdiam diri di
kamarnya Temenggung Penghulu sambil memakan sirih dan membakar wangi-wangian di
dekat tubuhnya untuk menghilangkan bau-bau yang tidak sedap dari tubuhnya
karena Nek Gansa tidak suka bertemu dengan orang yang tubuhnya bau dan tidak
suka mencium bau belacan atau bahan makanan lainnya yang berbau tidak sedap.
Temenggung Penghulu
berdiam diri di kamarnya hingga lewat malam sampai terdengar tanda-tanda bunyi
binatang seperti keriang yang berbunyi nyaring di atap rumahnya. Ketika telah
terdengar bunyi binatang itu, Temenggung Penghulu kemudian pergi ke sebuah
tempat berbentuk riam dengan membawa seperangkat sirih pinang lengkap dengan
mayang pinangnya, pembakaran wangi-wangian, piring putih polos yang berisi
tujuh butir padi dan koin pengeras serta lonceng kecil khusus.
Berikutnya Temenggung
Penghulu duduk khusus pada sebuah batu yang membelah riam dengan posisi duduk
kaki kanan menimpa kaki kiri dan jangan disilang. Kemudian menaburkan tujuh butir padi yang telah dilumuri minyak Misik ke udara, menundukkan kepala ke sebelah
kiri dan kedua mata terpejam, kemudian mulai membaca jampi-jampi sambil
diselingi tangan kanan membunyikan lonceng kecil dan tangan kiri telapak
tangannya menghadap ke depan.
Adapun bacaan
jampi-jampinya yaitu :
“Tathagato balappatto loke appatipuggalo
Yesam subhavitatta kho samboddhum patipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddaya bujjhati
Tesampakasakam suttam yam so jino adesayi
Mangalatthaya sabbesam tam suttantam bhanama se
Evam me suttam Ekam samayam Bhagava
Savatthiyam viharati Jetavane Anathapindikassa arame
Tatra kho Bhagava amantesi ti Bhadante te Bhagavato
paccassosum Bhagava etad avoca Pancimani balani
Katamani panca saddhabalam viriyabalam satibalam samadhibalam pannabalam
Katamanca saddhabalam idha ariyasavako saddho hoti
Saddahati tathagatassa iti pi so Bhagava
Araham
samma vijja carana sampanno
Sugato lokavidu anuttaro purisa damma sarathi
sattha deva manussanaṁ Bhagavati
Idam vuccati saddhabalam katamanca viriyabalam idha
ariyasavako araddhaviriyo viharati
akusalanam dhammanam pahanaya
kusalanam dhammanam upasampadaya
thamava dalhaparakkamo anikkhittadhuro
kusalesu dhammesu Idam vuccati viriyabalam”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar