Rabu, 30 Mei 2018

JAMPI-JAMPI NEK GANSA

JAMPI-JAMPI NEK GANSA

Dalam Thariqat Melayu Temenggung Penghulu Sanggau, dipercayai bahwa salah seorang Pangkal Lima atau Panglima adalah seorang Panglima Perempuan yang bergelar Nek Gansa. Nek Gansa ini dipercayai ghaib dan jika memperlihatkan diri akan berwujud seekor Rusa Betina dengan matanya yang putih bercahaya. Di dahinya terdapat tanda bulatan seperti batu putih yang berkilap memancarkan cahaya. Sehingga jika terlihat Nek Gansa seakan-akan memiliki tiga mata yaitu kedua matanya yang putih bercahaya dan tanda di dahinya yang berkilap memancarkan cahaya. Tanda di dahi ini merupakan tanda turun-temurun dari Nenek Moyang Nek Gansa.
Nek Gansa jika akan memperlihatkan wujudnya ditandai dengan munculnya kilat yang tanpa bunyi. Jika berdiam diri akan terlihat wujudnya sebagai seekor Rusa Betina. Jika bergerak akan terlihat seperti kilat yang menyambar tetapi tanpa suara. Karena kehadiran dan gerakannya seperti kilat itu sehingga seringkali Nek Gansa disebut juga sebagai Panglima Kilat.
Nek Gansa dapat dihadirkan bukan hanya ketika munculnya Petuong di parak-parak teras rumah Temenggung Penghulu, tetapi dapat juga dihadirkan jika situasi sangat mendesak dan sangat diperlukan kehadiran Nek Gansa.
Untuk menghadirkannya, Temenggung Penghulu harus mandi Hadats besar dan bersuci terlebih dahulu kemudian mempersiapkan pembakaran wangi-wangian di tempat terbuka yang langsung bertemu pada langit. Selanjutnya mempersiapkan Gaharu atau Kulit Kayu Lukai yang telah direndam dengan Minyak Misik selama satu malam. Kemudian disiapkan juga tujuh helai rambut milik Temenggung Penghulu yang sebelumnya telah di embunkan satu malam pada sebuah batang bambu yang terpotong.
Selanjutnya Gaharu atau Kulit Kayu Lukai yang telah di rendam dalam Minyak Misik dimasukkan dalam pembakaran wangi-wangian, diikuti dengan memasukkan tujuh helai rambut yang telah diembunkan dengan terlebih dahulu dibacakan nama Temenggung Penghulu dan nama Nek Gansa serta asal usulnya agar diketahui oleh Ruh Nek Gansa bahwa beliau mempunyai kewajiban untuk menolong anak cucuknya.
Gaharu atau Kulit Kayu Lukai bersama tujuh helai rambut itu dibakar hingga habis. Asap dari pembakaran yang bergerak mengikuti arah angin sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada Ruh Nek Gansa bahwa anak cucuknya ingin bertemu.
Berikutnya Temenggung Penghulu mempersiapkan tujuh butir padi yang telah dilumuri dengan Minyak Misik dan diletakkan pada sebuah piring putih polos bersama sebuah koin orang memegang tongkat sebagai pengerasnya, serta sebuah lonceng kecil khusus.
Selanjutnya Temenggung Penghulu akan berdiam diri dalam kamarnya dengan terlebih dahulu memberi tanda pada pintu rumah dan pintu kamarnya dengan daun Menjuang. Selama berdiam diri di kamarnya Temenggung Penghulu sambil memakan sirih dan membakar wangi-wangian di dekat tubuhnya untuk menghilangkan bau-bau yang tidak sedap dari tubuhnya karena Nek Gansa tidak suka bertemu dengan orang yang tubuhnya bau dan tidak suka mencium bau belacan atau bahan makanan lainnya yang berbau tidak sedap.
Temenggung Penghulu berdiam diri di kamarnya hingga lewat malam sampai terdengar tanda-tanda bunyi binatang seperti keriang yang berbunyi nyaring di atap rumahnya. Ketika telah terdengar bunyi binatang itu, Temenggung Penghulu kemudian pergi ke sebuah tempat berbentuk riam dengan membawa seperangkat sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya, pembakaran wangi-wangian, piring putih polos yang berisi tujuh butir padi dan koin pengeras serta lonceng kecil khusus.
Berikutnya Temenggung Penghulu duduk khusus pada sebuah batu yang membelah riam dengan posisi duduk kaki kanan menimpa kaki kiri dan jangan disilang. Kemudian menaburkan tujuh butir padi yang telah dilumuri minyak Misik ke udara, menundukkan kepala ke sebelah kiri dan kedua mata terpejam, kemudian mulai membaca jampi-jampi sambil diselingi tangan kanan membunyikan lonceng kecil dan tangan kiri telapak tangannya menghadap ke depan.
Adapun bacaan jampi-jampinya yaitu :
Tathagato balappatto loke appatipuggalo
Yesam subhavitatta kho samboddhum patipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddaya bujjhati
Tesampakasakam suttam yam so jino adesayi
Mangalatthaya sabbesam tam suttantam bhanama se
Evam me suttam Ekam samayam Bhagava
Savatthiyam viharati Jetavane Anathapindikassa arame
Tatra kho Bhagava amantesi ti Bhadante te Bhagavato
paccassosum Bhagava etad avoca Pancimani balani
Katamani panca saddhabalam viriyabalam satibalam samadhibalam pannabalam
Katamanca saddhabalam idha ariyasavako saddho hoti
Saddahati tathagatassa iti pi so Bhagava
Araham samma vijja carana sampanno
Sugato lokavidu anuttaro purisa damma sarathi
sattha deva manussanaṁ Bhagavati
Idam vuccati saddhabalam katamanca viriyabalam idha
ariyasavako araddhaviriyo viharati
akusalanam dhammanam pahanaya
kusalanam dhammanam upasampadaya
thamava dalhaparakkamo anikkhittadhuro kusalesu dhammesu Idam vuccati viriyabalam”.

Bacaan ini diulang-ulang hingga terlihat kilat yang tanpa bunyi sebagai tanda kehadiran Nek Gansa. Nek Gansa akan terlihat wujudnya sebagai seekor Rusa Betina yang muncul bersamaan kilat dengan kedua matanya putih bersinar dan di dahinya juga bersinar. Bacaan di hentikan ketika Nek Gansa telah menyapa atau memberi salam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...