Senin, 28 Mei 2018

JAMPI-JAMPI NEK DAWI'

JAMPI-JAMPI NEK DAWI’

Dalam kepercayaan Thariqat Melayu Penghulu Sanggau, Nek Dawi’ adalah salah seorang nenek moyang para Penghulu dari jalur Ayah. Nek Dawi’ ini disebut juga Panglima Daud, yang menguasai kekuatan api sehingga disebut sebagai Raja Api. Nek Dawi’ dipercaya ghaib, dan akan muncul jika terjadi bencana besar yaitu perang besar dengan cara dipanggil keberadaannya dengan tata cara tertentu. Namun pada saat-saat tertentu yang memang sangat mendesak dan sangat diperlukan, Nek Dawi’ ini dapat juga dipanggil untuk membantu dan melindungi.
Pemanggilan keberadaan Nek Dawi’ jika Temenggung Penghulu telah melihat kehadiran Petuong di parak-parak teras rumahnya. Namun jika sangat diperlukan, tidak juga mesti menunggu kehadiran Petuong, karena kehadiran Petuong sebagai pertanda akan terjadinya perang besar dalam sekala besar seperti yang terjadi pada peristiwa perang melawan Jepang tahun 1945 dan kerusuhan tahun 1967 setelah konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Jika perang yang terjadi dalam sekala lokal, maka Nek Dawi’ ini dapat juga dipanggil.
Ketika Temenggung Penghulu melihat kehadiran Petuong atau dirasa sangat diperlukan kehadiran Nek Dawi’, maka Temenggung Penghulu segera mandi Hadats dan bersuci. Selanjutnya mengambil sehelai kain berwarna merah seukuran tiga ruas jari telunjuk. Kain merah itu kemudian ditulis rajah dengan minyak Ja’faron yang berisi penyampaian nama Temenggung Penghulu dan silsilah Nek Dawi’.
Setelah kain merah di rajah, maka diletakkan pada sebuah piring putih polos dan diletakkan tujuh butir kulit padi diatas kain merah itu. Kemudian dibawa ke sebuah balai kayu yang telah dipersiapkan. Balai itu terbuka langsung menghadap ke langit dan dihadapkan ke arah Timur. Pada balai tersebut terlebih dahulu diletakkan satu pohon Menjuang.
Selanjutnya diletakkan piring yang berisi kain merah dan tujuh kulit padi itu diatas balai dan dibawah pohon menjuang. Kemudian kain merah yang terdapat tujuh kulit padi itu dibakar hingga habis agar asapnya naik ke angkasa sebagai tanda kepada Nek Dawi’ bahwa anak cucuknya ingin bertemu.
Berikutnya Temenggung Penghulu mempersiapkan sirih pinang lengkap dengan mayang pinangnya dan tempat pembakaran wangi-wangian berupa Gaharu atau Kulit Kayu Lukai. Diatas pintu rumah dan kamarnya juga diberi tanda berupa daun Menjuang. Setelah itu berdiam diri di dalam kamarnya menunggu hingga waktu lewat Maghrib.
Selama menunggu waktu tersebut, Temenggung Penghulu membakar Gaharu atau Kulit Kayu Lukai di dekat tubuhnya sambil memakan sirih sepanjang waktu, untuk menghilangkan bau badan yang tidak disukai oleh Nek Dawi’. Nek Dawi’ ini paling tidak suka dengan bau belacan atau bau-bau makanan yang kuat baunya, sehingga di khawatirkan ada makanan yang bercampur dengan bahan belacan atau bahan lainnya yang kuat baunya dalam tubuhnya yang menimbulkan bau yang tidak sedap maka ia membakar gaharu atau kulit kayu lukai didekat tubuhnya sambil memakan sirih untuk membersihkan organ didalam tubuhnya.
Ketika telah lewat waktu Maghrib, Temenggung Penghulu segera pergi ke tempat batu-batuan yang ada air jatuhnya dengan membawa sirih lengkap dan pembakaran wangi-wangian dengan satu koin Orang Tua atau yang disebut koin Nabi Khaidir atau Nabi Musa sebagai syarat pengerasnya.
Sesampainya di tempat batu-batu yang ada air jatuhnya, Temenggung Penghulu duduk dengan khusus pada sebuah batu yang paling gelap warnanya di tempat itu. Selanjutnya Temenggung Penghulu membaca jampi-jampi yaitu sebagai berikut :
Diing’ D’oo’ Hyaa Kaiinangaxaii zaa’oona’ rhiinayith
Aku tuh Ran ying Hatalla je paling kuasa
tamparan taluh handiai tuntang kahapus
Kalawa jetuh iye te kalawa pambelum ije inanggareku kangguranan ara hintan kaharingan
Ranying Hatalla nuntun pahaliai tingang nureng Nyababeneng tanduk Handung kalawa jet te puna pahalingei biti
ha yak iye mananggare gangguranan arae bagare Jata Balawang Bulau Kanaruhan Bapager Hintan Mijen Papan Malambang Bulau Marung Laut Bapantan Hintan
Bitim batakuluk  bangun tarajun ambun
baramate ungkal bulau pungkal raja
bakining bulau batutuk sangkalemu
bajela bulau batangep rabia
baiweh Nyalung Kaharingan Belum
basilu ruhung bataji pulang
bakatetes hinting bunu panjang
baratap hinting kamarau ambu
batatutuh bulau lelak bendang
batingkai rabia bahinis kereng
baragana anak antang baputi
belum bahalap limu-limut bulue
hapanduyan Nyalung Kaharingan Belum
hapupuk guhung paninting aseng
tantausik Jata Hatalla
Balang Bitim jadi isi sampuli balitam jadi daha
dia baling bitim tau indu luang rawei
Ambun Randah Kajang Pantai Danum Kalunen
Luwuk Enun Lela Tingkap Rajung Kapungan Bunu
Ambun Sawak Kajarian Ujan Balawu Langit
Enun Samur Kanyarin Riwut manampar hawun
enun sidep dia katurengan kining
Ambun balu-balun kilau balun
Enun golo-golong tingkah lapesan tabuhi
Ambun bapapang kilau bulan pampang ruang-ruang
enun hapangguk namunan runi hatalungkup
Ambun tangi-tangis anak nule nyalanting matei
enun rindurindu rarunjung siren bajumbang nihau
Ambun mangkeram kilau darung hanjaliwan
Enun malengkuang busun petak tangkaluluk langit
Ambun kangkanderang kilau anak burung tingang bapantung nyahu
enun kangkariak nyakatan bawin dahiang antang langit
Diing’ D’oo’ Hyaa Kaiinangaxaii zaa’oona’ rhiinayith

Jampi-jampi ini diulang-ulang hingga terasa tanda-tanda akan kehadiran Nek Dawi’. Adapun tanda-tandanya adalah situasi mulai terasa hangat. Setelah itu akan terlihat sebuah bola api dari kejauhan yang bergerak menggelinding di tanah mendekati. Jampi-jampi itu tetap terus dibaca hingga bola api yang menggelinding itu menyapa atau memberi salam.
Untuk tanda api ini mesti berhati-hati karena amalan jampi-jampi ini sering didatangi oleh Jin Ifrit, namun Jin Ifrit muncul dalam bentuk bola api yang terbang dan tidak jejak di tanah. Bola apinya Jin Ifrit bergerak menembus benda atau pepohonan sedangkan bola apinya Nek Dawi’ bergerak di tanah tidak menembus benda atau pepohonan. Bola apinya Nek Dawi’ akan berbelok menghindar jika ada benda atau pepohonan yang menghalanginya. Sehingga mesti berhati-hati jangan sampai salah menjawab sapaan atau salam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...