Rabu, 31 Januari 2018

RENUNGAN SEBELUM TIDUR


HIKMAH SUAMI – ISTRI

“DAN DIANTARA TANDA-TANDA KEKUASAANNYA IALAH IA MENCIPTAKAN UNTUKMU ISTRI-ISTRI DARI JENISMU SENDIRI, SUPAYA KAMU CENDERUNG DAN MERASA TENTRAM KEPADANYA, DAN DIJADIKANNYA DIANTARA KAMU RASA KASIH DAN SAYANG. SESUNGGUHNYA PADA YANG DEMIKIAN ITU BENAR-BENAR TERDAPAT TANDA-TANDA BAGI KAUM YANG BERFIKIR”. (Q.S. Ar-Ruum : 21)
1.        Wahai kaum Hawa, barangsiapa yang ingin mencium Ka’bah, maka ciumlah kening SUAMIMU, karena BAITULLAH ada pada setiap kening para kaum Adam.
Wahai kaum Adam, barangsiapa yang ingin mencium Ka’bah, maka cium mesrahlah bibir ISTRIMU, karena BAITULLAH ada pada pertemuan dua bibir setiap kaum Hawa.
2.        Wahai kaum Hawa, barangsiapa yang ingin melihat SURGA, maka perhatikanlah keadaan SUAMIMU setelah pulang kerja, dalam kondisi kelelahan dan kesuntukan akibat berkerja keras mencari nafkah, maka disitulah terlihat SURGA.
Wahai kaum Adam, barangsiapa yang ingin melihat SURGA, maka pulanglah lebih awal dan perhatikan kepenatan ISTRIMU yang telah bersusah payah membersihkan rumah dan mempersiapkan makanan sehingga lupa mandi dan menghias diri, dalam kondisi penampilan yang tidak karuan maka disitulah terlihat SURGA.
3.        Wahai kaum Hawa, barangsiapa yang ingin dipeluk ALLAH, maka ketika terlihat SUAMIMU sedang bermuram durja segeralah dekap mesrah SUAMIMU dari arah belakang tubuhnya, sandarkan kepalamu dibahunya dan berikan ciuman sayang ditengkuknya, disitulah ALLAH akan segera memelukmu.
Wahai kaum Adam, barangsiapa yang ingin dipeluk ALLAH, maka ketika terlihat ISTRIMU sedang bersedih hati segeralah dekap mesrah ISTRIMU dari arah depan tubuhnya, sandarkan kepalanya didadamu, usap sayang setiap helai rambutnya dan berikan ciuman kasih pada ubun-ubunnya, disitulah ALLAH akan segera memelukmu.
4.        Wahai kaum Hawa, barangsiapa yang ingin bersentuh dengan RASULULLAH, maka ciumlah dengan mesrah telapak tangan SUAMIMU berkali-kali, disitulah engkau telah mencium tangan RASULULLAH.
Wahai kaum Adam, barangsiapa yang ingin bersentuh dengan RASULULLAH, maka temukan kedua telapak tangan ISTRIMU didalam dekapan tanganmu dan cium mesrahlah jemari ISTRIMU berkali-kali, disitulah engkau telah mencium tangan RASULULLAH.
5.        Wahai kaum Hawa, barangsiapa yang ingin tidak mati Akal dan Iman, maka berdirilah dibelakang SUAMIMU, ikuti TAKBIR, RUKUK, SUJUD dan AMINKAN  DO’a SUAMIMU karena disitulah letak dijaganya Akal dan Imanmu.
Wahai kaum Adam, barangsiapa yang ingin tidak mati Akal dan Iman, maka berdirilah didepan ISTRIMU, bimbing ia untuk TAKBIR, RUKUK, SUJUD dan BERDO’a karena disitulah letak dijaganya Akal dan Imanmu.

Segala Hikmah-hikmah tersebut hanya bisa difahami oleh orang-orang yang mau berfikir atau menggunakan akalnya.
Demikian, WASSALAM

Ringkasan buku Renungan Sebelum Tidur

Selasa, 30 Januari 2018

NAPAK TILAS ISLAM DI BUMI DARA NANTE

PENYEBARAN ISLAM KE HULU KAPUAS 2

Berdasarkan dokumen dari Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara Ibnu Almaarhum Raden Mahmud Menteri Negeri Sintang pada tahun 1241 Hijriah bersamaan dengan tahun 1825 Masehi, bahwa pada permulaan tahun 1600-an Masehi agama Islam telah berkembang di wilayah Hulu Kapuas, yang pada masa tersebut berpusat di Negeri Sintang.
Perkembangan agama Islam itu ditandai dengan dikirimnya seorang ulama dari Kesultanan Banjar yang bernama Penghulu Muhammad Shaman pada tahun 1025 Hijriah atau bertepatan tahun 1616 Masehi. Penghulu Muhammad Shaman merupakan keturunan Sultan Banjar. Beliau merupakan anaknya Pangeran Demang Banjarmasin.
Pangeran Demang Banjarmasin adalah anaknya Raden Rahmatullah. Raden Rahmatullah adalah anaknya Raden Samudera atau Sultan Surya Syah ataupun Sultan Suryansyah. Raden Samudera adalah anaknya Raden Mantri Jaya. Raden Mantri Jaya adalah anaknya Raden Bangawan. Pada masa Raden Bangawan ini, Kesultanan Banjar membuat mata uang yang disebut Mata Uang Bangawan Bawi karena dibalik mata uang tersebut terdapat tulisan Bahasa Sangen Kaharingan yang berbunyi ‘ BANGAWAN BAWI’. Bangawan dalam bahasa Sangen Kaharingan berarti Pertapa / Tokoh Masyarakat / Ulama. Sedangkan Bawi dalam bahasa Sangen Kaharingan berarti Orang Suci Yang Tubuhnya Penuh Gambar atau Orang Suci Bertato.
Kemudian terdapat juga tulisan Arab di koin tersebut. Tulisan Arab ini jangan dimaknai bahwa ini Mata Uang Islam ataupun Mata Uang Arab. Sebagai contoh saat ini Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional sehingga semua produk dunia dan Indonesia banyak yang menggunakan tulisan Bahasa Inggris. Hal tersebut bukan berarti Indonesia sebagai Negara Inggris. Penggunaan Tulisan Bahasa Inggris dalam semua produk Internasional sebagai wujud hubungan Dagang Internasional. Sehingga tulisan Arab dalam Mata Uang tersebut bukan berarti ini milik Islam atau milik Arab tetapi Mata Uang ini sebagai alat tukar perdagangan pada masa itu karena pada masa dahulu Kalimantan sangat erat hubungannya dengan saudagar-saudagar dari Tanah Arab.
Keeratan hubungan tersebut berupa perdagangan atau jual beli Gaharu yang ada di Kalimantan. Karena bagi masyarakat Arab pada masa itu Gaharu dari Kalimantan memiliki kualitas sangat tinggi. Bahkan pada masa berjayanya kaum Quraisy, yang dahulunya menguasai Ka’bah di Mekkah, didalam Ka’bah ini mereka beri Gaharu yang berasal dari Kalimantan. Mereka menyampaikan bahwa Tuhan-Tuhan mereka pada masa itu yaitu sebelum datangnya Agama Islam, sangat menyenangi wangian Gaharu. Sehingga pada masa itu di dalam Ka’bah dipenuhi wangian Gaharu dari Kalimantan.
Pernah pada suatu ketika mereka memberikan wangian yang bukan Gaharu didalam Ka’bah, maka marahlah Tuhan-Tuhan mereka yang berujung pada salah satunya peristiwa penyerangan Abrahah terhadap orang-orang Quraisy di Mekkah yang terjadi sekitar tahun 570 Masehi. Penyerangan Abrahah ini diyakini mereka karena Tuhan-Tuhan mereka tidak mau melindungi Mekkah karena mereka tidak memberi wangian Gaharu di dalam Ka’bah. Itu lah sebabnya para Saudagar Tanah Arab memiliki hubungan yang erat dengan Orang Kalimantan. Dan mereka telah mengenal Kalimantan sejak sebelum datangnya Islam. Dan pembelian Gaharu Kalimantan oleh Orang-orang dari Tanah Arab masih terjadi hingga sekarang ini sehingga membuat harga Gaharu melambung tinggi, namun mulai sulit didapatkan Gaharu yang berkualitas tinggi di Kalimantan karena telah berkurang keberadaannya.
Adapun Raden Bangawan adalah anaknya Pangeran Sakar Sungsang. Pangeran Sakar Sungsang adalah anaknya Pangeran Carang Lalean. Pangeran Carang Lalean adalah anaknya Pangeran Surya Wangsa. Pangeran Surya Wangsa adalah anaknya Arya Jamban atau Gajah Gemala Johari yang bergelar Mahapatih Gajah Surya Nata atau Mahapatih Gajah Mada ataupun Pangeran Surya Nata, yang menikah dengan Masari atau bergelar Putri Tunjung Buih, anaknya Raja Anyan Nan Sarunai.
Penghulu Muhammad Shaman, menyebarkan Agama Islam di Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Sanggau. Penghulu Muhammad Shaman datang dari Banjar Masin melaui Melawi bersama Encik Shomad dari Serawak pada permulaan tahun 1600-an Masehi. Kedua Ulama ini menetap cukup lama di Melawi. Selanjutnya Penghulu Muhammad Shaman hijrah ke Sintang, hingga pada tahun 1025 Hijriah atau bertepatan tahun 1616 Masehi, atas perintah Sultan Banjar, Penghulu Muhammad Shaman pergi ke Tanah Sanggau yang pada masa itu masih disebut sebagai Kampung Kantu’ untuk menobatkan Abang Awal atau Abang Terka menjadi Sultan Negeri Kapuas yang pada masa itu berpusat di Tanah Sanggau pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau bertepatan tanggal 3 April 1616 Masehi.
Setelah penobatan tersebut, Abang Awal bergelar Sultan Awwaludin. Abang Awal adalah anaknya Demong Minyak. Demong Minyak adalah anaknya Demong Karang. Demong Karang adalah anaknya Demong Nutub atau Adipati Sumintang dari Embau Hulu Kapuas. Demong Nutub adalah anaknya Demong Irawan atau Jubair Irawan I, pendiri Kerajaan Sintang. Demong Irawan adalah anaknya Aji Melayu dari Kerajaan Sangkra yang menikah dengan Putong Kempat.
Adapun Penghulu Muhammad Shaman kemudian menjadi Penghulu Negeri Kapuas. Anak-anak keturunan Penghulu Muhammad Shaman ini selanjutnya menjadi Penghulu di Kerajaan Sintang dan Kerajaan Sanggau. Dari silsilah Penghulu Muhammad Shaman inilah kemudian menjadi jalur silsilah Pasak Sanggau yang pertama.

Ringkasan buku Napak Tilas Islam di Bumi Dara Nante

KAJIAN PENENTUAN HARI JADI SANGGAU


BERDIRINYA KOTA SANGGAU

Berdasarkan hasil kajian maka penentuan waktu berdirinya Kota Sanggau adalah sebagai berikut:
1.        Berdasarkan catatan sejarah dari Kerajaan-kerajaan besar diluar Sanggau yaitu Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kesultanan Mataram, Kerajaan Tanjungpura dan Kerajaan Landak bahwa Kerajaan Sanggau baru muncul pada periode tahun 1600-an, tepatnya saat terjadinya Perang Sanggau pada tahun 1622. Ketika terjadinya Perang Sanggau ini Kerajaan Sanggau dipimpin oleh Sultan Awwaludin.
2.        Berdasarkan cerita rakyat tentang asal mula nama Sanggau yang berhubungan dengan nama terusan atau sungai buatan yang dibangun oleh Sultan Awwaludin bahwa penamaan terusan atau sungai tersebut dengan nama Sanggau setelah Sultan Awwaludin berhasil memotong akar pohon Sanggau yang merintangi dan menghambat proses pembuatan terusan tersebut. Akar pohon Sanggau tersebut berhasil di potong pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal. Selanjutnya pedang untuk memotong akar pohon Sanggau diukir tanggal dan tahun yang kebetulan bersamaan pada waktu itu yaitu tahun 1616.
3.        Berdasarkan beberapa silsilah Kerajaan Sanggau bahwa Sultan pertama di Sanggau bernama Abang Awal atau Abang Terka yang bergelar Sultan Awwaludin keturunan Demong Nutub dari Embau Hulu Kapuas memerintah pada periode tahun 1600 – 1700 Masehi. Abang Awal ini membangun Torus atau Terusan yang kemudian dinamakan Sungai Sanggau.
4.        Berdasarkan riwayat pedang Tan Cam di Keraton Surya Negara Sanggau bahwa pedang tersebut diukir oleh Sultan pertama Sanggau dengan ukiran tahun 1616 sebagai penanda tahun permulaan berdirinya Sanggau. Pedang Tan Cam ini digunakan untuk memotong akar pohon Sanggau yang menghambat proses pembuatan Torus atau Terusan. Torus atau Terusan ini kemudian diberi nama Sungai Sanggau oleh Sultan Awwaludin pada tahun 1616 bersamaan penobatan Sultan Awwaludin sebagai Sultan Sanggau yang pertama.
5.        Berdasarkan dua buah photo yang ditemukan oleh Bapak Gusti Marakarma di Komplek Pemakaman Raja – Raja Giri Kesuma Sanggau bahwa dikedua photo tersebut terdapat tulisan huruf Arab bertuliskan angka 1025 – 16.3.1347 dan 1025 – 3.1349 yang jika diterjemahkan dalam penanggalan tahun Hijriah sebagai tahun 1025 Hijriah – 16 Rabi’ul Awwal 1347 Hijriah dan tahun 1025 Hijriah – Rabi’ul Awwal 1349 Hijriah. Untuk bulan Rabi’ul Awwal memiliki persamaan dengan cerita rakyat asal mula sungai Sanggau yang dibuat oleh Sultan Awwaludin pada bulan Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah. Sedangkan jika penanggalan dalam tahun Hijriah tersebut diterjemahkan dalam penanggalan tahun Masehi sebagai tahun 1616 – 31 Agustus 1928 Masehi dan tahun 1616 – Agustus 1930 Masehi. Dalam penerjemahan tahun masehi ini terdapat persamaan pada ukiran di Pedang Tan Cam di Keraton Surya Negara Sanggau yaitu bertuliskan tahun 1616.
6.        Berdasarkan kelima poin tersebut diatas maka waktu berdirinya Sanggau pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau jika di Masehi kan bertepatan pada tanggal 3 April 1616 Masehi.

Ringkasan buku Kajian Penentuan Hari Jadi Sanggau

MENGENAL PASKIBRAKA


SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH

Menurut riwayatnya bahwa penggunaan bendera berwarna merah dan putih yang kini dipergunakan oleh Indonesia sebagai bendera negara berdasarkan pada lambang-lambang kebesaran kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Nusantara pada masa dahulunya. Beberapa Kerajaan yang telah mempergunakan bendera berwarna merah dan putih diantaranya yaitu  Kerajaan Wilwatikta atau Majapahit yang mempergunakan bendera berwarna merah dan putih sebagai lambang kebesaran kerajaan sebagai panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13 Masehi.
Akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa pemuliaan terhadap simbol berwarna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit. Keduanya dilambangkan dengan warna merah yang artinya Tanah dan putih yang artinya Langit. Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia seperti dari Tahiti, Indonesia termasuk Kalimantan, sampai Madagaskar. Warna Merah dan putih kemudian dipergunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera Merah dan Putih dapat ditemukan dalam Pararaton, yang menurut beberapa sumber disebutkan bahwa balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji-panji berwarna Merah dan Putih saat menyerang Singhasari.
Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah dipergunakan sebagai panji-panji kebesaran kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Artinya pembuatan panji-panji kerajaan berwarna merah dan putih pada masa itu sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun Pohon Jati, Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi), atau dari kulit buah Manggis.
Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai bendera merah putih sebagai warna benderanya, yaitu bergambar dua pedang kembar yang melambangkan Pisogaja Dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII, berwarna putih dengan dasar merah menyala dan putih.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, dengan di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. Pada jaman kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera merah putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
Pada tahun 1394 Masehi, terjadi perang di Sekayam yang melibatkan 112 Raja dan Demong dari seluruh Borneo dan pada perang tersebut pasukan Bangsa Ribun yang dipimpin oleh Singa Patee Soju, yaitu anak Raja Ribun yang bergelar Patee Semarong, membawa panji-panji Kerajaan Ribun berbentuk bendera-bendera berwarna merah dan putih sebagai simbol bahwa Pasukan Ribun merupakan pasukan dari Langit dan Bumi. Kerajaan Ribun pada masa itu bertempat di Gunung Semarong yang kini masuk dalam wilayah Sosok. Perang besar yang melibatkan 112 Raja dan Demong tersebut berlangsung sangat lama dan semakin meluas. Perang besar itu berakhir dengan diadakannya pertemuan di Segumon Tampun Juah yang digagas oleh Raja Sempulang Gana atau Raja Segana yang pada masa itu bergabung dalam pasukan dari Kenyalang atau Serawak. Raja Sempulang Gana adalah anaknya Abang Merakai dan Ratu Pingan Pelangka.
Ke-112 Raja dan Demong yang terlibat peperangan kemudian berikrar untuk menghentikan peperangan dan berdamai dengan dasar bahwa mereka memiliki garis Nenek Moyang yang sama. Untuk memperkuat ikrar tersebut maka masing-masing Raja dan Demong sepakat membangun Tiang Sandong sebagai tanda ikrar perdamaian. Sehingga berdirilah seratus dua belas Tiang Sandong sebagai tanda dari seratus dua belas kelompok. Sebanyak seratus dua belas Tiang Sandong tersebut berdiri mengelilingi Rumah Betang yang mereka bangun bersama-sama. Selanjutnya tempat itu mereka namakan dengan Tampun Juah yang berarti Ibu Pertiwi tempat untuk berdamai atau Ibu Pertiwi yang Damai, yaitu mengikuti nama yang sama terhadap negeri yang pernah dibangun oleh Nenek Moyang mereka dahulunya.
Ketika terjadinya Perang Sanggau tahun 1622 Masehi, Bangsa Hakka yang dipimpin oleh Jong Pak Kung Kung bergabung dalam Laskar Negeri Kapuhas berperang dengan pasukan Mataram dan Landak. Bangsa Hakka pada masa itu membawa panji-panji berbentuk bendera berwarna merah dan putih. Dalam Perang Sanggau ini, Laskar Negeri Kapuhas mengalami kekalahan, sehingga Negeri Kapuhas yang pada masa itu berpusat di Tanah Sanggau dikuasai Kesultanan Mataram. Setelah Perang Sanggau, Jong Pak Kung Kung bersama Bangsa Hakka pindah ke wilayah yang sekarang disebut Bodok.
Pada waktu perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830 Masehi, Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah dan putih dalam perjuangannya melawan tentara Belanda. Kemudian, bendera warna merah dan putih dihidupkan kembali oleh para pelajar, mahasiswa dan kaum nasionalis di awal abad ke-20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap penjajahan Belanda. Selanjutnya, bendera yang dinamakan Sang Merah Putih ini pertama kalinya dipergunakan pada tahun 1928 yang pada masa itu Indonesia masih di bawah kekuasaan kolonialisme Belanda. Setelah Perang Dunia II berakhir, Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 diumumkan pula penggunaan bendera ini sebagai bendera nasional Indonesia.

Ringkasan buku Mengenal Paskibraka

Senin, 29 Januari 2018

ASAL MUASAL KAPAL BANDONG


PERTEMUAN DI SEGUMON TAMPUN JUAH 1

Pada tahun 1394 Masehi, terjadi penyerangan dari Orang-orang Jeruju ke wilayah Toba. Serangan dari Orang-orang Jeruju tersebut berhasil di gagalkan oleh pasukan Toba dan Pontiant yang dipimpin oleh Patee Raja Rungkap Tobak’ng, anaknya Singa Patee dari Sembiu. Patee Raja Rungkap Tobak’ng bahkan berhasil merebut kembali wilayah Daratan Dermaga Sheng Hie yang pernah ditempati oleh Bangsa Pontiant namun dikuasai oleh Orang-orang Jeruju. Wilayah Daratan Dermaga Sheng Hie kemudian diserahkan kembali kepada Bangsa Pontiant yang dipimpin oleh anaknya Lau Biqiun yang bernama Lau Sheng Bie. Beberapa waktu kemudian, terjadi serangan dari Negeri Brunai yang dipimpin Awang Sinuai ke wilayah Sekayam untuk memprotes berdirinya Kerajaan Jangkangk.
Awang Sinuai adalah anaknya Awang Jerambak. Awang Jerambak merupakan saudara Awang Alak Betatar, Raja Brunai. Awang Jerambak adalah anaknya Endu Dara Upai Semaring dan Singalang Derom. Endu Dara Upai Semaring adalah Putrinya Sang Aji Upai Timugon. Singalang Derom adalah anaknya Singalang Sebatim. Singalang Sebatim adalah anaknya Singalang Burong atau Abang Merakai dan Ratu Pingan Pelangka atau bergelar sebagai Ratu Sungui atau Ratu Sungkui, yang juga merupakan Kakak kandung Sang Aji Upai Timugon, Raja Brunai. Singalang Burong atau Abang Merakai adalah anaknya Aban, yang merupakan salah seorang anaknya Miharaja Rahadyan Andung Prasap, Raja Nan Sarunai dengan Dara Antang Langit, Putri Raja Menggaling Langit dari negeri Bengkayang.
Serangan dari pasukan Awang Sinuai langsung dihadapi oleh pasukan Sekayam yang dipimpin oleh Patee Jangkangk, Buta’ Sebangam, Biu Samak Milib, Mu’ Layankng dan Gonkng Maluoi. Pasukan Awang Sinuai yang menyerang ke wilayah Sekayam datang dalam jumlah sangat banyak, sehingga pasukan Raja Sepuluh dan Demong Sembilan serta Bangsa Pontiant yang barusan berperang dengan Orang-orang Jeruju segera turun ke wilayah Sekayam untuk membantu pasukan Patee Jangkangk melawan serangan dari pasukan Brunai.
Ketika sedang bergelora perang antara pasukan Negeri Brunai dengan pasukan Sekayam, masuk lagi pasukan dengan jumlah sangat besar ke wilayah Raja Sepuluh dan Demong Sembilan atau wilayah Toba yang dipimpin oleh menantu Raja Anyan Nan Sarunai. Pasukan menantu Raja Anyan yang banyak jumlahnya itu terus bergerak memasuki wilayah Sekayam dengan tujuan untuk menyerang Kerajaan Jangkangk di Muara Mengkiang.
Serangan dari pasukan menantu Raja Anyan untuk membalas kematian keluarga-keluarga mereka yang telah di racun oleh Ria Sinir, menantu Patee Gumantar yang juga ipar Patee Jangkangk ketika mengambil tengkorak kepala Patee Gumantar. Dengan terlibatnya pasukan menantu Raja Anyan membuat perang yang sedang terjadi di Sekayam semakin bergelora dan berlangsung cukup lama.
Pasukan Sekayam yang mendapat serangan dari dua pasukan besar yaitu pasukan Awang Sinuai dari Brunai dan pasukan menantu Raja Anyan Nan Sarunai yang merupakan gabungan pasukan dari berbagai kelompok terdengar ke berbagai wilayah sehingga berturunan lah lagi berbagai pasukan ke wilayah Sekayam yaitu dari Ambalau yang dipimpin oleh Patee Selatung atau Abang Selatung, pasukan Kantu’ Kapuas Hulu yang dipimpin oleh Patee Raja Punggau Menua’, pasukan dari Negeri Sintang yang dipimpin oleh Demong Nutub yang telah beberapa tahun terbebas dari penangkapan Majapahit, pasukan Melawi yang bergelar Pasukan Melayu yang dipimpin oleh Bujang Lanyah Locau atau yang bergelar Raja Melayu, pasukan dari Kenyalang yang dipimpin oleh Datok Sera Gunting atau Lang Gunting, dan beberapa pasukan dari berbagai wilayah yang bertujuan untuk membantu pasukan Sekayam.
Keterlibatan berbagai pasukan dari berbagai kelompok tersebut membuat perang di Sekayam semakin sengit dan seakan tidak ada akhirnya karena berlangsung sangat lama dan meluas. Sekayam sebagai tempat terjadinya perang besar tersebut menjadi porak poranda sehingga membuat pohon-pohon bertumbangan dan gunung-gunung batu berguguran. Korban jiwa yang tak terhitung lagi jumlahnya terus berjatuhan dari masing-masing kelompok.
Perang di wilayah Sekayam yang melibatkan banyak kelompok tersebut menimbulkan kegundahan pada diri Raja Sempulang Gana atau Raja Segana yang pada peristiwa tersebut bergabung dalam pasukan dari Kenyalang. Raja Sempulang Gana adalah anaknya Abang Merakai dan Ratu Pingan Pelangka. Raja Sempulang Gana memiliki beberapa saudara diantaranya yaitu Lang Undup, Macan Kajup, Raja Menjaya Manang, Raja Selampandai, Bunsu Petara, Ini Inda atau Ini Inee dan Gangga Ganggai atau Anda Mara.

Ringkasan buku Asal Muasal Kapal Bandong

BERWISATA KE KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT


Berdasarkan sejarahnya, Sanggau merupakan sentral terbentuknya kerajaan-kerajaan lain yang kemudian membentuk Kabupaten atau Kota. Kota Sanggau telah melewati rentang sejarah yang panjang dan merupakan salah satu bagian cikal bakal terbentuknya kerajaan Sanggau yang dahulunya tempat ini disebut Kantu’.
Kantu’ sendiri merupakan wilayah yang dibangun bersama-sama oleh beberapa kelompok antara lain :
1.        Danum adalah Paman Aji Melayu dan juga merupakan adik kakek Putri Nilam Cahaya atau Dara Nante, Raja Kerajaan Sangkra pada waktu itu.
2.        Datok Udak atau Dakdudak yang merupakan saudara kembar Danum.
3.        Belang Pinggang, Puyang Belawan, Belang Patung, Belang Bau dan Bui Nasi. Mereka adalah adik beradik, anak dari Sabong Mengulur atau Manok Sabong  dengan  Pukat  Mengawang adik perempuan Macan Uwi’ atau Babai Cinga’. Bui nasi kemudian bergelar Singa Elang Burong atau Singalang Burong, pembangun awal Putussibau yang kemudian membangun kerajaan Bunut Kapuas Hulu.

Kelompok-kelompok ini di bawah inisiatif Singa Guntur Baju Binduh atau Aji Tanjak yang kemudian membangun Negeri Palembang di Hulu Kapuas dan selanjutnya menjadi kerajaan Selimbau. Dari ikrar kelompok-kelompok inilah kemudian tercetus nama Kantu’ yang selanjutnya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sanggau.
Berdasarkan sejarahnya nama Sanggau berasal dari nama terusan atau sungai buatan yang dibangun oleh Abang Awwal atau Sultan Awwaludin pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau bertepatan pada tanggal 3 April 1616 Masehi. Dinamakan Sungai Sanggau karena di sungai ini ditumbuhi oleh pohon Sangao, yaitu sejenis pohon rambutan atau beletik yang berkulit tebal dan isinya tipis serta sangat berbahaya jika tertelan bijinya. Terusan atau sungai buatan ini lokasinya sekarang berada dibelakang Masjid Jami’ Kantu’ dan juga terdapat rumah meriam Segentar Alam. Berdasarkan penyebutan untuk nama sungai inilah maka wilayah tersebut dinamakan Sangao yang sekarang menjadi nama “Sanggau.

Ringkasan buku Berwisata Ke Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat

Minggu, 28 Januari 2018

RITUAL ADAT BEBUANG DI KALIMANTAN BARAT


PROSESI ADAT BEBUANG

Salah satu adat budaya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat di Kalimantan Barat adalah Ritual Adat Bebuang. Ritual Adat bebuang ini biasanya dilakukan pada acara perkawinan, melahirkan, sesudah panen, melaut dan sebagainya. Prosesi Ritual Adat Bebuang dilakukan di sungai atau laut, menggunakan perahu atau rakit, kemudian seorang tetua adat akan memulai upacara bebuang dengan terlebih dahulu membaca beberapa jampi atau doa.
Sebelum pelaksanaan Ritual Adat Bebuang, terlebih dahulu dipersiapkan sesaji yang berisi beberapa benda yang pada umumnya yaitu sebagai berikut:
1.        Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah. Akan lebih baik jika telur dari ayam yang berwarna hitam atau yang disebut ayam selase.
2.        Sebatang paku.
3.        Sebutir kemiri.
4.        Sirih lengkap.
5.        Segenggam berteh padi, yaitu padi yang di gongseng.
6.        Beras kuning yang sudah dilumuri minyak wangi.

Namun terdapat juga beberapa pelaksanaan Ritual Adat Bebuang yang sesajinya berisi sebagai berikut :
1.        Piring putih.
2.        Telur ayam kampung, yang lebih diutamakan adalah telur ayam selase.
3.        Pinang merah 1 buah.
4.        Sirih 3 lembar.
5.        Berteh padi.
6.        Beras kuning.
7.        Minyak bau.
8.        Sapu tangan.
9.        Cincin emas.
10.    Pisau kecil.
11.    Ceper.
12.    Pulut 4 jenis, yaitu pulut putih, pulut kuning, pulut merah, dan pulut hitam.
13.    Pisang berangan 1 sisir.
14.    Ayam yang sudah dimasak 1 iris

Kemudian terdapat juga pelaksanaan Ritual Adat Bebuang dengan bahan-bahan untuk bebuang ditempatkan didalam bokor atau mangkuk putih yang isinya adalah sebagai berikut:
1.        Paku.
2.        Keminting.
3.        Rokok sebatang.
4.        Telur sebutir.
5.        Berteh beras kuning.
6.        Uang logam.
7.        Lilin.
8.        Pisang sebutir.
9.        Beliung.

Adapun bacaan atau jampi-jampi pada Ritual Adat Bebuang beserta terjemahannya pada umumnya adalah sebagai berikut:
1.        Assalamualaikum ataupun Salam pembuka adat. Pada Salam pembuka adat ini dapat menyesuaikan pada bahasa masyarakat setempat.
2.        Labollong labattoa.
(Bayang-bayang yang tua).
3.        Idikna pewajo-wajoi pandre dewatana .......... dan ........... (sebut nama-namanya).
(Kamulah yang nyuluh-nyuluh kasi makan dewatanya ............. dan ...............)
4.        Iya tona adekna lusukna nyawana tubona rahasiana pappenedingna peringkelingena perimona pakittana ............. dan ........... (sebut nama-namanya)
(Iya juga adatnya halusnya nyawanya tubuhnya rahasianya perasaannya pendengarannya penciumannya penglihatannya ............. dan ..............)
5.        Ya maneng-manengna watakalena ................. dan ............. (sebut nama-namanya)
(Ya  semua-semuanya badannya ........... dan ............)
6.        Teterima lempukni yang maneng-manengna adekna ............. dan ............. (sebut nama-namanya)
(Terimalah yang bujur yang semua-semuanya adatnya ............ dan ............ )
7.        Kong ka tapesalah idikna makdampengi.
(Kalau ada yang salah kamulah mengampunkannya)
8.             Kong ka kurang idikna millongi.
(Kalau ada yang kurang kamulah mintakan)
9.             Disik-disikngeng riyalatakallah.
(Baik-baik kepada Allah atau kepada Tuhan)
10.         Selamak melampek sungekna.
(Selamat panjang umurnya)
11.         Pesempongi dallekna.
(Murahkan rejekinya)
12.         Ucapkan Salam penutup adat.

Bacaan atau jampi-jampi tersebut diatas biasanya dibacakan ketika akan mengantar sesaji ke air atau sungai, namun bisa juga dibacakan ketika akan mempersiapkan atau menyusun sesaji. Adapun bacaan atau jampi-jampi ketika akan melepaskan sesaji ke air adalah sebagai berikut :
1.        Assalamualaikum.
2.        Temu toa puang risalok eh.
(Orang tua Tuhan yang ada di laut sana)
3.        Teterima lempukni pappenok papendre.
(Terimalah yang bujur bawah atas)
4.        Papandre-pandrena ........... dan ................
 (Makan-makannya ............... dan ..................)
5.        Idikna millongi disik-disikngeng.
(Kamulah yang mintakan yang baik-baik)
6.        Selamak melampek sungekna.
(Selamat panjang umurnya)
7.        Pesempongi dallekna.
(Murahkan rejekinya)
8.        Ucapkan Salam penutup adat.

Selanjutnya bacaan atau jampi-jampi untuk memberi sesaji kepada Penjaga Atas adalah sebagai berikut :
1.        Assalamualaikum atau Salam Pembuka Adat.
2.        Nenek puang rillangik eh.
(Orang tua Tuhan yang ada di laut sana)
3.        Teterima lempukni papendre pappenokna.
(Terimalah yang bujur bawah atas)
4.        Papandre-pandrena ................. dan ................ (sebut nama-namanya)
(Makan-makannya ................ dan ..................)
5.        Idikna millongi disik-disikngeng.
(Kamulah yang mintakan yang baik-baik)
6.        Selamak melampek sungekna.
(Selamat panjang umurnya)
7.        Pesempongi dallekna.
(Murahkan rejekinya)
8.        Ucapkan Salam penutup adat.

Bacaan atau jampi-jampi untuk memberi sesaji kepada Penjaga Tiang Utama. Pemberian sesaji ini pada umumnya dilakukan didalam rumah atau bangunan pada tiang utama atau tiang tengah rumah atau bangunan, dengan bacaan atau jampi-jampinya adalah sebagai berikut:
1.        Assalamualaikum atau Salam Pembuka Adat.
2.        Yang kuasana pusik bollana .............. dan ............. (sebut nama-namanya).
(Yang kuasanya di tiang pusat rumahnya ................ dan .....................)
3.        Pole yolo lo tengah lo mundri.
(Dari depan sampai tengah sampai belakang)
4.        Pole mundri lo tengah lo yolo.
(Dari belakang sampai tengah sampai depan)
5.        Kong ka tapesalah adek-adekna laleng bollana ............. dan .............. (sebut nama-namanya).
Kalau ada yang salah adat-adatnya dalam rumahnya .................. dan ....................)
6.        Terperajah dampengi ................. dan ............
(Minta maaf ampunkan ................. dan ..................)
7.        Idikna millongi disik-disikngeng .............. dan ........... (sebut nama-namanya).
(Kamulah mintakan yang baik-baiknya ........ dan ..........)
8.        Selamak melampek sungekna.
(Selamat panjang umurnya)
9.        Pesempongi dallekna.
(Murahkan rejekinya)
10.    Ucapkan Salam penutup adat.

Untuk kesemua bacaan atau jampi-jampi tersebut diatas, dapat diucapkan dalam bahasa masyarakat adat setempat selama tidak merubah makna dan maksud dari bacaan atau jampi-jampi yang telah ada. Untuk penyebutan nama-nama yang dituju, dapat menyesuaikan jumlah nama-nama Penjaga atau Nenek Moyang dari masyarakat di tempat tersebut, yaitu jika diyakini hanya ada satu saja, maka sebut saja satu nama Penjaga atau Nenek Moyang saja, jika lebih dari satu, maka disebutkan semuanya.

Ringkasan buku Ritual Adat Bebuang di Kalimantan Barat

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...