Selasa, 30 Januari 2018

NAPAK TILAS ISLAM DI BUMI DARA NANTE

PENYEBARAN ISLAM KE HULU KAPUAS 2

Berdasarkan dokumen dari Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara Ibnu Almaarhum Raden Mahmud Menteri Negeri Sintang pada tahun 1241 Hijriah bersamaan dengan tahun 1825 Masehi, bahwa pada permulaan tahun 1600-an Masehi agama Islam telah berkembang di wilayah Hulu Kapuas, yang pada masa tersebut berpusat di Negeri Sintang.
Perkembangan agama Islam itu ditandai dengan dikirimnya seorang ulama dari Kesultanan Banjar yang bernama Penghulu Muhammad Shaman pada tahun 1025 Hijriah atau bertepatan tahun 1616 Masehi. Penghulu Muhammad Shaman merupakan keturunan Sultan Banjar. Beliau merupakan anaknya Pangeran Demang Banjarmasin.
Pangeran Demang Banjarmasin adalah anaknya Raden Rahmatullah. Raden Rahmatullah adalah anaknya Raden Samudera atau Sultan Surya Syah ataupun Sultan Suryansyah. Raden Samudera adalah anaknya Raden Mantri Jaya. Raden Mantri Jaya adalah anaknya Raden Bangawan. Pada masa Raden Bangawan ini, Kesultanan Banjar membuat mata uang yang disebut Mata Uang Bangawan Bawi karena dibalik mata uang tersebut terdapat tulisan Bahasa Sangen Kaharingan yang berbunyi ‘ BANGAWAN BAWI’. Bangawan dalam bahasa Sangen Kaharingan berarti Pertapa / Tokoh Masyarakat / Ulama. Sedangkan Bawi dalam bahasa Sangen Kaharingan berarti Orang Suci Yang Tubuhnya Penuh Gambar atau Orang Suci Bertato.
Kemudian terdapat juga tulisan Arab di koin tersebut. Tulisan Arab ini jangan dimaknai bahwa ini Mata Uang Islam ataupun Mata Uang Arab. Sebagai contoh saat ini Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional sehingga semua produk dunia dan Indonesia banyak yang menggunakan tulisan Bahasa Inggris. Hal tersebut bukan berarti Indonesia sebagai Negara Inggris. Penggunaan Tulisan Bahasa Inggris dalam semua produk Internasional sebagai wujud hubungan Dagang Internasional. Sehingga tulisan Arab dalam Mata Uang tersebut bukan berarti ini milik Islam atau milik Arab tetapi Mata Uang ini sebagai alat tukar perdagangan pada masa itu karena pada masa dahulu Kalimantan sangat erat hubungannya dengan saudagar-saudagar dari Tanah Arab.
Keeratan hubungan tersebut berupa perdagangan atau jual beli Gaharu yang ada di Kalimantan. Karena bagi masyarakat Arab pada masa itu Gaharu dari Kalimantan memiliki kualitas sangat tinggi. Bahkan pada masa berjayanya kaum Quraisy, yang dahulunya menguasai Ka’bah di Mekkah, didalam Ka’bah ini mereka beri Gaharu yang berasal dari Kalimantan. Mereka menyampaikan bahwa Tuhan-Tuhan mereka pada masa itu yaitu sebelum datangnya Agama Islam, sangat menyenangi wangian Gaharu. Sehingga pada masa itu di dalam Ka’bah dipenuhi wangian Gaharu dari Kalimantan.
Pernah pada suatu ketika mereka memberikan wangian yang bukan Gaharu didalam Ka’bah, maka marahlah Tuhan-Tuhan mereka yang berujung pada salah satunya peristiwa penyerangan Abrahah terhadap orang-orang Quraisy di Mekkah yang terjadi sekitar tahun 570 Masehi. Penyerangan Abrahah ini diyakini mereka karena Tuhan-Tuhan mereka tidak mau melindungi Mekkah karena mereka tidak memberi wangian Gaharu di dalam Ka’bah. Itu lah sebabnya para Saudagar Tanah Arab memiliki hubungan yang erat dengan Orang Kalimantan. Dan mereka telah mengenal Kalimantan sejak sebelum datangnya Islam. Dan pembelian Gaharu Kalimantan oleh Orang-orang dari Tanah Arab masih terjadi hingga sekarang ini sehingga membuat harga Gaharu melambung tinggi, namun mulai sulit didapatkan Gaharu yang berkualitas tinggi di Kalimantan karena telah berkurang keberadaannya.
Adapun Raden Bangawan adalah anaknya Pangeran Sakar Sungsang. Pangeran Sakar Sungsang adalah anaknya Pangeran Carang Lalean. Pangeran Carang Lalean adalah anaknya Pangeran Surya Wangsa. Pangeran Surya Wangsa adalah anaknya Arya Jamban atau Gajah Gemala Johari yang bergelar Mahapatih Gajah Surya Nata atau Mahapatih Gajah Mada ataupun Pangeran Surya Nata, yang menikah dengan Masari atau bergelar Putri Tunjung Buih, anaknya Raja Anyan Nan Sarunai.
Penghulu Muhammad Shaman, menyebarkan Agama Islam di Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Sanggau. Penghulu Muhammad Shaman datang dari Banjar Masin melaui Melawi bersama Encik Shomad dari Serawak pada permulaan tahun 1600-an Masehi. Kedua Ulama ini menetap cukup lama di Melawi. Selanjutnya Penghulu Muhammad Shaman hijrah ke Sintang, hingga pada tahun 1025 Hijriah atau bertepatan tahun 1616 Masehi, atas perintah Sultan Banjar, Penghulu Muhammad Shaman pergi ke Tanah Sanggau yang pada masa itu masih disebut sebagai Kampung Kantu’ untuk menobatkan Abang Awal atau Abang Terka menjadi Sultan Negeri Kapuas yang pada masa itu berpusat di Tanah Sanggau pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau bertepatan tanggal 3 April 1616 Masehi.
Setelah penobatan tersebut, Abang Awal bergelar Sultan Awwaludin. Abang Awal adalah anaknya Demong Minyak. Demong Minyak adalah anaknya Demong Karang. Demong Karang adalah anaknya Demong Nutub atau Adipati Sumintang dari Embau Hulu Kapuas. Demong Nutub adalah anaknya Demong Irawan atau Jubair Irawan I, pendiri Kerajaan Sintang. Demong Irawan adalah anaknya Aji Melayu dari Kerajaan Sangkra yang menikah dengan Putong Kempat.
Adapun Penghulu Muhammad Shaman kemudian menjadi Penghulu Negeri Kapuas. Anak-anak keturunan Penghulu Muhammad Shaman ini selanjutnya menjadi Penghulu di Kerajaan Sintang dan Kerajaan Sanggau. Dari silsilah Penghulu Muhammad Shaman inilah kemudian menjadi jalur silsilah Pasak Sanggau yang pertama.

Ringkasan buku Napak Tilas Islam di Bumi Dara Nante

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...