SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH
Menurut riwayatnya bahwa penggunaan bendera
berwarna merah dan putih yang kini dipergunakan oleh Indonesia sebagai bendera
negara berdasarkan pada lambang-lambang kebesaran kerajaan-kerajaan yang pernah
ada di Nusantara pada masa dahulunya. Beberapa Kerajaan yang telah
mempergunakan bendera berwarna merah dan putih diantaranya yaitu Kerajaan Wilwatikta atau Majapahit yang
mempergunakan bendera berwarna merah dan putih sebagai lambang kebesaran
kerajaan sebagai panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa
Timur pada abad ke-13 Masehi.
Akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa
pemuliaan terhadap simbol berwarna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal mulanya
dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit. Keduanya
dilambangkan dengan warna merah yang artinya Tanah dan putih yang artinya Langit.
Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang
Austronesia seperti dari Tahiti, Indonesia termasuk Kalimantan, sampai
Madagaskar. Warna Merah dan putih kemudian dipergunakan untuk melambangkan
dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut
penggunaan bendera Merah dan Putih dapat ditemukan dalam Pararaton, yang menurut
beberapa sumber disebutkan bahwa balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang
mengibarkan panji-panji berwarna Merah dan Putih saat menyerang Singhasari.
Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun
warna merah dan putih telah dipergunakan sebagai panji-panji kebesaran kerajaan,
mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Artinya pembuatan panji-panji kerajaan
berwarna merah dan putih pada masa itu sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan
tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas
katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami
diperoleh dari daun Pohon Jati, Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi), atau
dari kulit buah Manggis.
Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja
IX dari tanah Batak pun memakai bendera merah putih sebagai warna benderanya,
yaitu bergambar dua pedang kembar yang melambangkan Pisogaja Dompak, pusaka raja-raja
Sisingamangaraja I-XII, berwarna putih dengan dasar merah menyala dan putih.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang –
pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna
merah dan putih, dengan di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan
sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. Pada jaman
kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera merah putih,
adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal
dengan nama Woromporang.
Pada tahun 1394 Masehi, terjadi perang di
Sekayam yang melibatkan 112 Raja dan Demong dari seluruh Borneo dan pada perang
tersebut pasukan Bangsa Ribun yang dipimpin oleh Singa Patee Soju, yaitu anak
Raja Ribun yang bergelar Patee Semarong, membawa panji-panji Kerajaan Ribun
berbentuk bendera-bendera berwarna merah dan putih sebagai simbol bahwa Pasukan
Ribun merupakan pasukan dari Langit dan Bumi. Kerajaan Ribun pada masa itu
bertempat di Gunung Semarong yang kini masuk dalam wilayah Sosok. Perang besar
yang melibatkan 112 Raja dan Demong tersebut berlangsung sangat lama dan
semakin meluas. Perang besar itu berakhir dengan diadakannya pertemuan di
Segumon Tampun Juah yang digagas oleh Raja Sempulang Gana atau Raja Segana yang pada masa itu bergabung
dalam pasukan dari Kenyalang atau Serawak. Raja Sempulang Gana adalah anaknya Abang Merakai
dan Ratu Pingan Pelangka.
Ke-112 Raja dan Demong yang terlibat
peperangan kemudian berikrar untuk menghentikan peperangan dan berdamai dengan
dasar bahwa mereka memiliki garis Nenek Moyang yang sama. Untuk memperkuat ikrar tersebut
maka masing-masing Raja dan Demong sepakat membangun Tiang Sandong sebagai
tanda ikrar perdamaian. Sehingga berdirilah seratus dua belas Tiang Sandong
sebagai tanda dari seratus dua belas kelompok. Sebanyak seratus dua belas Tiang
Sandong tersebut berdiri mengelilingi Rumah Betang yang mereka bangun
bersama-sama. Selanjutnya tempat itu mereka namakan dengan Tampun Juah yang
berarti Ibu Pertiwi tempat untuk berdamai atau Ibu Pertiwi yang Damai, yaitu
mengikuti nama yang sama terhadap negeri yang pernah dibangun oleh Nenek Moyang
mereka dahulunya.
Ketika terjadinya Perang Sanggau tahun 1622 Masehi, Bangsa Hakka
yang dipimpin oleh Jong Pak Kung Kung bergabung dalam Laskar Negeri Kapuhas
berperang dengan pasukan Mataram dan Landak. Bangsa Hakka pada masa itu membawa
panji-panji berbentuk bendera berwarna merah dan putih. Dalam Perang Sanggau
ini, Laskar Negeri Kapuhas mengalami kekalahan, sehingga Negeri Kapuhas yang
pada masa itu berpusat di Tanah Sanggau dikuasai Kesultanan Mataram. Setelah
Perang Sanggau, Jong Pak Kung Kung bersama Bangsa Hakka pindah ke wilayah yang
sekarang disebut Bodok.
Pada waktu perang Jawa yang
terjadi pada tahun 1825-1830 Masehi, Pangeran Diponegoro memakai panji-panji
berwarna merah dan putih dalam perjuangannya melawan tentara Belanda. Kemudian, bendera warna merah dan putih dihidupkan
kembali oleh para pelajar, mahasiswa dan kaum nasionalis di awal abad ke-20
sebagai ekspresi nasionalisme terhadap penjajahan Belanda.
Selanjutnya, bendera yang dinamakan Sang Merah Putih ini pertama kalinya dipergunakan
pada tahun 1928 yang pada masa itu Indonesia masih di bawah kekuasaan kolonialisme
Belanda. Setelah Perang Dunia II berakhir, Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945 diumumkan pula penggunaan bendera ini sebagai bendera nasional
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar