SEMINAR KAJIAN PENENTUAN HARI JADI SANGGAU
Seminar Kajian Penentuan Hari Jadi Sanggau dilaksanakan pada
hari Senin tanggal 14 Desember 2015 bertempat di Ruang Musyawarah Lantai 1
Kantor Bupati Sanggau. Seminar ini dihadiri oleh Perwakilan SKPD Kabupaten
Sanggau, Tokoh Masyarakat, Organisasi Masyarakat, Perwakilan Kelompok
Masyarakat, serta unsur lain yang terkait yang dianggap memahami sejarah, dan
proses Penetapan Hari Jadi Kota Sanggau.
Seminar ini dipimpin oleh Wakil Bupati Sanggau, Bapak Drs.
Yohanes Ontot, M.Si., dengan Notulisnya Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Bapak
Suis, S.Sos.,M.Si. Dalam seminar ini menghadirkan 2 (dua) orang Narasumber,
yaitu Bapak Masri Sareb Putra (Budayawan) dan Bapak Tomi, S.Pd, yang merupakan
Penulis Sejarah Sanggau, dengan Moderatornya Sekundus Rintih, SE.
Setelah dilakukan pembahasan dan diskusi terhadap materi atau
topik diatas selanjutnya seluruh peserta memutuskan dan dapat menyepakati
beberapa hal yang kemudian ditetapkan dalam Berita Acara yang menjadi Keputusan
Akhir Kegiatan Seminar, yaitu :
Dasar
Penentuan Hari Jadi Kota Sanggau ini adalah sebagai berikut :
1)
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasaan
kepada daerah kabupaten / kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan
adanya otonomi yang lebih luas yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut maka
daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk menyelenggarakan berbagai
urusan pemerintahan termasuk pula kewenangan untuk menetapkan hari jadi suatu
daerah. Kabupaten Sanggau termasuk salah satu daerah yang sedang berupaya
menentukan penetapan hari jadi daerahnya.
2)
Dalam
menetapkan hari jadi sebuah daerah, berbagai cara dapat dilakukan. Yang sering
atau lazim adalah mencari dan melacak serta menemukan momentum penting yang
mempunyai makna dalam perjalanan sejarah daerah tersebut.
3)
Menetapkan
hari jadi adalah juga proses memilih suatu tanggal yang dianggap paling
mendekati kemungkinan faktual, yang kemudian disepakati untuk dijadikan keputusan
bersama. Dalam pemilihan fakta itulah sebagai dasar mencari suatu tonggak
sejarah Kabupaten Sanggau yang akan dijadikan sebagai Hari Jadi. Untuk mencari
satu fakta sejarah harus meneliti serangkaian fakta-fakta sejarah yang saling
berangkaian antara sejarah diluar Kabupaten Sanggau dengan sejarah di dalam Kabupaten
Sanggau sendiri sehingga memiliki makna yang didasarkan pada adanya temuan data
mengenai sebuah pembentukan pemerintahan Kerajaan Sanggau pada masa lalu melalui
permulaan pembangunan kota, pendirian wilayah atau bangunan, benda-benda
bersejarah dan cerita-cerita rakyat.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dan berdasarkan kajian
yang bersumber dari sejarah kerajaan diluar Kabupaten Sanggau maupun sejarah didalam
Kabupaten Sanggau yang berhasil dikumpulkan baik dalam bentuk dokumen sejarah
yang otentik, cerita-cerita rakyat, silsilah Kerajaan Sanggau, benda-benda
bersejarah dan riwayat pembangunan wilayah, maka ditemukan hasil sebagai
berikut :
a)
Nama
Sanggau berasal dari nama Terusan atau Sungai Sangao yang ditumbuhi pohon
sangao yaitu sejenis beletik atau rambutan. Sungai Sanggau ini sekarang berlokasi
dibelakang Masjid Jami’ Kantu’, disamping rumah meriam Segentar Alam.
b)
Yang
memberi nama Sanggau adalah Sultan pertama bergelar Sultan Awwaludin karena
pemberian gelar pada bulan Rabi’ul Awwal.
c)
Untuk
memotong akar Pohon Sangao, Sultan Awwaludin membuat pedang dari Mongol yang
disebut Pedang Tan Cam. Pemotongan akar pohon Sangao dilaksanakan pada hari Ahad
bertepatan pada hari keempat setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu tanggal
16 Rabiu’ul Awwal. Pedang Tancam kemudian diukir dengan angka tahun dan hari
pelaksanaan yang kebetulan sama, sehingga tahun pada masa tersebut adalah tahun
1616.
d)
Adapun
ringkasan Cerita Rakyatnya yaitu : “Pada
tahun 1605 Masehi, Abang Terka atau Abang Awal berusaha menghidupkan kembali
Kerajaan Kapuhas yang runtuh setelah terkayaunya Patee Gumantar pada tahun 1375
Masehi. Abang Awal adalah anaknya Demong Minyak. Demong Minyak adalah anaknya
Demong Karang. Demong Karang adalah anaknya Demong Nutub dari Embau Hulu
Kapuas. Demong Nutub adalah anaknya Demong Irawan atau Jubair Irawan I, pendiri
Kerajaan Sintang. Demong Irawan adalah anaknya Aji Melayu atau Aji Inderawangsa
dengan Putong Kempat. Aji Melayu bersaudara kandung dengan Aji Sriwangsa, ayah
kandung Dara Nante. Adapun Abang Terka atau Abang Awal kemudian menikah dengan
Dayang Puasa atau Nyai Sura dari Kampung Kantu’, yang pada masa itu telah
menjadi janda karena Kiyai Patee Gemuk meninggal dunia ketika Abang Renggang
masih kecil. Abang Awal menyatukan keturunan Danum dan Dakdudak, Belang
Pinggang, Puyang Belawan, Belang Patung, Belang Bau, Bui Nasi dan Singa Guntur
Baju Binduh, yang merupakan pendiri Kampung Kantu’. Kerabat Kapuhas kemudian membangun kembali Kampung
Kantu’ dan membangun istana berbentuk susunan bata merah dan batu di wilayah
mungguk yang sekarang telah menjadi makam Abang Tabrani dan Abang Usman.
Selanjutnya mereka membuat torus atau terusan dari Sungai Kapuhas menuju
istana, untuk jalan bidar-bidar kerajaan. Lokasi torus atau terusannya sekarang
berada di samping rumah meriam atau dibelakang Masjid Jami’ Kantu’. Namun
pembuatan terusan ini terhambat oleh akar Pohon Sangao yaitu sejenis Pohon
Rambutan atau Beletik. Pembuatan terusan itu terpaksa di hentikan beberapa
waktu. Posisi batang Pohon Sangao ini sekarang telah di bangun tiang bendera di
depan Keraton Surya Negara Sanggau. Para kerabat Kapuas dari Embau Hulu
menyarankan untuk membuat pedang khusus guna memotong akar Pohon Sangao. Abang
Awal menerima saran tersebut dan mengirim beberapa orang dari Marga Tan untuk
pergi ke Negeri Mongol. Setahun kemudian, para utusan bermarga Tan ini kembali
ke Kantu’ dengan membawa pedang pesanan Abang Awal. Ketika rombongan Marga Tan pulang dari Negeri Mongol ke
Kampung Kantu’, ikut serta rombongan Bangsa Hakka dari Fujian yang dipimpin
oleh Jong Pak Kung Kung. Jong Pak Kung Kung selanjutnya bersama Bangsa Hakka
pindah ke wilayah yang sekarang disebut Bodok. Para kerabat Kapuas kemudian melanjutkan lagi pekerjaan
pembuatan terusan yang selama satu tahun telah terhenti. Maka pada tanggal 16
Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 3
April 1616 Masehi akar Pohon Sangao yang telah menghambat pembuatan
terusan berhasil di potong. Pedang dari Negeri Mongol itu kemudian disebut
Pedang Tan Cam. Setelah akar Pohon Sangao berhasil di singkirkan maka beberapa
waktu kemudian terusan yang akan digunakan sebagai jalan bidar istana selesai
di kerjakan, bersamaan dengan selesai juga dibangunnya istana Kerajaan yang
berbentuk susunan bata merah dan batu. Selanjutnya istana Kerajaan yang baru
tersebut dipergunakan oleh para kerabat Kapuas sebagai tempat menobatkan Abang
Awal menjadi Sultan Negeri Kapuhas bergelar Sultan Awwaludin pelanjut Kerajaan
Kapuhas Patee Gumantar di Bakule Rajank atau Mempawah. Ketika penobatan Abang
Awal menjadi Sultan Negeri Kapuhas, hadir utusan dari Kesultanan Banjar bernama
Penghulu Muhammad Shaman dan Penghulu Encik Shomad dari Serawak untuk membaiat
gelar Abang Awal sebagai Sultan. Setelah penobatan tersebut, Penghulu
Muhammad Shaman menjadi Penghulu di Negeri Kapuhas, dan menyebarkan Agama Islam
di Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Sanggau. Penghulu Muhammad Shaman
selanjutnya menjadi Leluhur para Penghulu di Negeri Sintang dan Sanggau. Ketika acara penobatan tersebut Sultan
Awwaludin memberi nama terusan yang baru dibangun itu dengan nama Sungai Sangao
yang berasal dari nama Pohon Sangao, yang sekarang disebut Sungai Sanggau.
Penamaan terusan itu dengan Sungai Sanggau sebagai pengingat peristiwa sulitnya
menyingkirkan akar Pohon Sangao sehingga terpaksa harus dihentikannya pembuatan
terusan bagi jalan bidar-bidar istana selama satu tahun. Sultan Awwaludin juga
bertitah dengan menyebut wilayah tempat keberadaan Sungai Sangao ini dengan
Sangao atau Sanggau. Selanjutnya, Sultan Awwaludin memerintahkan untuk mengukir
pedang Tan Cam dengan angka 1616, karena angka tersebut sebagai
pengingat bahwa awal mula berdirinya Sanggau pada tahun Masehi yang kebetulan
bersamaan dengan tanggal Hijriah berhasil dipotong dan diangkatnya akar Pohon
Sangao, yaitu tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau
bertepatan dengan tanggal 3 April 1616 Masehi”.
Berdasarkan hasil kajian dari berbagai sumber tersebut
maka peserta Seminar menentukan dan menyepakati bahwa “Hari Jadi Kota Sanggau
ditetapkan pada hari Senin tanggal 3 April 1616”. Hasil dari Seminar Kajian
Penentuan Hari Jadi Sanggau ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk Peraturan
Daerah Kabupaten Sanggau atau Perda Nomor 3 Tahun 2016 Tentang HARI JADI KOTA
SANGGAU.