HUKUM ADAT KERAJAAN SANGGAU
Bismillahirrahmaanirrahim,
Dalam rangka moment 12 Rabiu’ul Awwal atau bersamaan dengan
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, saya persembahkan Hasil Karya berjudul
Hukum Adat Kerajaan Sanggau yang merupakan hasil tulisan ulang dari Kitab Hukum
Undang-Undang Kerajaan Sanggau. Saya tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk
Melaunching buku ini, namun semoga dengan mempostingnya di FB ini sebagai usaha
termudah dan sangat sederhana untuk memperkenalkan buku ini kepada khalayak.
Karena buku ini memiliki banyak manfaat bagi masyarakat Adat, khususnya
masyarakat Adat Kabupaten Sanggau.
Bulan Rabi’ul Awwal, selain sebagai bulan yang sakral bagi
Umat Muslim yaitu sebagai bulan Kelahiran Nabi Muhammad SAW, bulan ini memiliki
nilai historis bagi keberadaan Kerajaan Sanggau, karena permulaan Kerajaan
Sanggau di deklarasikan yaitu pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah,
sebagaimana yang tertulis dalam publikasi dari Weeckelycke Courante Van Europa tanggal 12 Agustus 1638,
menuliskan bahwa Kerajaan Sanggau berdiri pada tahun 1616,
sesuai dengan hari keenam belas bulan Rabiul Awwal
tahun 1025 Hijriah oleh Sultan Awwaludin. Kemudian berdasarkan Nota Van Toelichting tanggal 25 Oktober 1869 diterjemahkan yaitu Sanggau berdiri
dalam tahun 1616, yang sesuai dengan hari keenam
belas bulan Rabiul Awwal tahun 1025 dari era Islam oleh Sultan Awwaludin
putranya Pangeran Minyak bin Demang Karang bin Demang Nutup. Sultan Awwaluddin
disyahkan menjadi Raja Sanggau oleh Penghulu Muhammad Shaman dari Kesultanan
Banjarmasin dan Penghulu Encik Shomad dari Serawak.
Penghulu Muhammad Shaman merupakan
Ulama penyebar Islam di Melawi, Sintang dan Sanggau, dan selanjutnya menjadi
Leluhur Penghulu di Kerajaan Sanggau. Penghulu Muhammad Shaman dan Encik Shomad
kemudian bergelar Pasak Sanggau karena sebagai orang yang berwenang
mengesyahkan Raja-Raja Sanggau.
Pada masa berdirinya Kerajaan Sanggau
ini telah disusun Undang-Undang Kerajaan atau Hukum Adat Kerajaan Sanggau oleh
Penghulu Muhammad Shaman dan Encik Shomad. Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini
mengalami berbagai penyesuaian pada masing-masing pemerintahan Kerajaan
Sanggau. Hingga
terakhir pada masa Pemerintahan Kerajaan Sanggau terdapat 77 Pasal Hukum Adat Kerajaan
yang terdiri dari 71 Pasal Hukum Adat Kerajaan, 3 Pasal Pergantian
Raja, 2 Pasal pemberian nama dan gelar, 1 Pasal tentang kewajiban mematuhi
Hukum Kerajaan, serta 80 Pasal Hukum Adat bagi kaum Bumi Putra yaitu masyarakat
Kerajaan yang meliputi 79 Pasal Hukum Adat dan 1 Pasal Penjelasan, yang di syahkan oleh Temenggung
Penghulu Haji Mas Mahmud dan Raden Penghulu Haji Abang Ahmad pada masa
Panembahan Ade’ Muhammad Arief tanggal 5 Agustus 1940. Undang-Undang Kerajaan
atau Hukum Adat Kerajaan ini hingga kini masih terjaga dengan baik dalam arsip
dokumen warisan Penghulu Sanggau, meskipun kondisinya telah rapuh. Buku Hukum
Adat Kerajaan Sanggau ini merupakan menulisan ulang dari Kitab Hukum
Undang-Undang Kerajaan Sanggau sebagai upaya penyelamatan warisan berharga dari
masa Kerajaan Sanggau.
Selain itu buku Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini juga
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak penegak Hukum seperti TNI, Polri dan
sebagainya untuk mempertimbangkan tindakan yang bijak jika berhadapan dengan
kasus-kasus Hukum yang melibatkan unsur-unsur masyarakat Adat. Pasal-pasal
dalam Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini dapat menjadi acuan dalam mengambil tindakan
dengan tetap perpedoman pada Adat masyarakat setempat, dan melaksanakan
tanggung jawab sebagai penegak Hukum yang melaksanakan Undang-Undang dan aturan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Pada masa dahulu, Hukum Adat
Kerajaan Sanggau ini menjadi pedoman dalam setiap menyelesaikan permasalahan
dan wajib dipatuhi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 77, yang berbunyi:
“Syahdan aturan atas anak
cucu darah Raja-Raja, dan anak cucu darah Mas, dan anak cucu darah Bumi Putera
kebanyakan disampaikan wajib turut patuh Aturan Adat Istiadat dalam Negeri
Kerajaan Sanggau sebagai mana dari zaman dahulu kala sampai sekarang ini dalam
memutuskan setiap perkara; jangan berbantah-bantah dengan perkara yang tidak
patut punya dasar dan tidak jelas perkara ujung pangkal dan begitu asal
muasalnya karena wajib merujuk pada ini Aturan Adat Istiadat Negeri Kerajaan
Sanggau sebagaimana diperbuat oleh Raja-Raja yang dahulu seperti Firman Allah
demikian bunyinya :
Artinya : ”Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad SAW,
dan Penguasa Negeri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul Muhammad SAW,
jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama dan lebih baik akibatnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar