Sabtu, 09 November 2019

Hukum Adat Kerajaan Sanggau



HUKUM ADAT KERAJAAN SANGGAU

Bismillahirrahmaanirrahim,
Dalam rangka moment 12 Rabiu’ul Awwal atau bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, saya persembahkan Hasil Karya berjudul Hukum Adat Kerajaan Sanggau yang merupakan hasil tulisan ulang dari Kitab Hukum Undang-Undang Kerajaan Sanggau. Saya tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk Melaunching buku ini, namun semoga dengan mempostingnya di FB ini sebagai usaha termudah dan sangat sederhana untuk memperkenalkan buku ini kepada khalayak. Karena buku ini memiliki banyak manfaat bagi masyarakat Adat, khususnya masyarakat Adat Kabupaten Sanggau.
Bulan Rabi’ul Awwal, selain sebagai bulan yang sakral bagi Umat Muslim yaitu sebagai bulan Kelahiran Nabi Muhammad SAW, bulan ini memiliki nilai historis bagi keberadaan Kerajaan Sanggau, karena permulaan Kerajaan Sanggau di deklarasikan yaitu pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah, sebagaimana yang tertulis dalam publikasi dari Weeckelycke Courante Van Europa tanggal 12 Agustus 1638, menuliskan bahwa Kerajaan Sanggau berdiri pada tahun 1616, sesuai dengan hari keenam belas bulan Rabiul Awwal tahun 1025 Hijriah oleh Sultan Awwaludin. Kemudian berdasarkan Nota Van Toelichting tanggal 25 Oktober 1869 diterjemahkan yaitu Sanggau berdiri dalam tahun 1616, yang sesuai dengan hari keenam belas bulan Rabiul Awwal tahun 1025 dari era Islam oleh Sultan Awwaludin putranya Pangeran Minyak bin Demang Karang bin Demang Nutup. Sultan Awwaluddin disyahkan menjadi Raja Sanggau oleh Penghulu Muhammad Shaman dari Kesultanan Banjarmasin dan Penghulu Encik Shomad dari Serawak.
Penghulu Muhammad Shaman merupakan Ulama penyebar Islam di Melawi, Sintang dan Sanggau, dan selanjutnya menjadi Leluhur Penghulu di Kerajaan Sanggau. Penghulu Muhammad Shaman dan Encik Shomad kemudian bergelar Pasak Sanggau karena sebagai orang yang berwenang mengesyahkan Raja-Raja Sanggau.
Pada masa berdirinya Kerajaan Sanggau ini telah disusun Undang-Undang Kerajaan atau Hukum Adat Kerajaan Sanggau oleh Penghulu Muhammad Shaman dan Encik Shomad. Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini mengalami berbagai penyesuaian pada masing-masing pemerintahan Kerajaan Sanggau. Hingga terakhir pada masa Pemerintahan Kerajaan Sanggau terdapat 77 Pasal Hukum Adat Kerajaan yang terdiri dari 71 Pasal Hukum Adat Kerajaan, 3 Pasal Pergantian Raja, 2 Pasal pemberian nama dan gelar, 1 Pasal tentang kewajiban mematuhi Hukum Kerajaan, serta 80 Pasal Hukum Adat bagi kaum Bumi Putra yaitu masyarakat Kerajaan yang meliputi 79 Pasal Hukum Adat dan 1 Pasal Penjelasan, yang di syahkan oleh Temenggung Penghulu Haji Mas Mahmud dan Raden Penghulu Haji Abang Ahmad pada masa Panembahan Ade’ Muhammad Arief tanggal 5 Agustus 1940. Undang-Undang Kerajaan atau Hukum Adat Kerajaan ini hingga kini masih terjaga dengan baik dalam arsip dokumen warisan Penghulu Sanggau, meskipun kondisinya telah rapuh. Buku Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini merupakan menulisan ulang dari Kitab Hukum Undang-Undang Kerajaan Sanggau sebagai upaya penyelamatan warisan berharga dari masa Kerajaan Sanggau.
Selain itu buku Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak penegak Hukum seperti TNI, Polri dan sebagainya untuk mempertimbangkan tindakan yang bijak jika berhadapan dengan kasus-kasus Hukum yang melibatkan unsur-unsur masyarakat Adat. Pasal-pasal dalam Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini dapat menjadi acuan dalam mengambil tindakan dengan tetap perpedoman pada Adat masyarakat setempat, dan melaksanakan tanggung jawab sebagai penegak Hukum yang melaksanakan Undang-Undang dan aturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Pada masa dahulu, Hukum Adat Kerajaan Sanggau ini menjadi pedoman dalam setiap menyelesaikan permasalahan dan wajib dipatuhi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 77, yang berbunyi:
Syahdan aturan atas anak cucu darah Raja-Raja, dan anak cucu darah Mas, dan anak cucu darah Bumi Putera kebanyakan disampaikan wajib turut patuh Aturan Adat Istiadat dalam Negeri Kerajaan Sanggau sebagai mana dari zaman dahulu kala sampai sekarang ini dalam memutuskan setiap perkara; jangan berbantah-bantah dengan perkara yang tidak patut punya dasar dan tidak jelas perkara ujung pangkal dan begitu asal muasalnya karena wajib merujuk pada ini Aturan Adat Istiadat Negeri Kerajaan Sanggau sebagaimana diperbuat oleh Raja-Raja yang dahulu seperti Firman Allah demikian bunyinya :
Artinya : ”Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad SAW, dan Penguasa Negeri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul Muhammad SAW, jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya”.

Dalam buku ini juga terlampir empat Surat dari Kerajaan Belanda tentang permintaan kepada Penghulu Sanggau untuk mengesyahkan Raja-Raja Sanggau, karena demikianlah Aturan Kerajaan dan Hukum Adatnya bahwa Penghulu Sanggau sebagai Pasak Sanggau adalah pihak yang berwenang menentukan Zuriat Pengganti Raja yang kemudian mengesyahkannya sebagai Raja Sanggau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...