SEJARAH ALRI DIVISI IV LAMBUNG MANGKURAT
PEMPROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA DI KALIMANTAN
TEMPAT KAKEKKU BERTUGAS
Masih dalam momen memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia
ke-74, kali ini aku akan menuliskan Sejarah ALRI Divisi IV Lambung Mangkurat,
Pemproklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Pertama di Kalimantan, tempat
Kakekku bertugas dahulu.
Kakekku berasal dari Amuntai. Kecintaannya terhadap kampung
halamannya ini sangat luar biasa. Amuntai sebagai tempat keberadaan Candi Agung
yang menjadi ikon kebanggaan masyarakat Amuntai terbawa kemanapun Kakekku
berada. Candi Agung yang memiliki sejarah panjang sebagai bukti peninggalan
kejayaan peradaban masyarakat Kalimantan, khususnya masyarakat Amuntai, sangat
melekat dalam jiwanya. Sehingga Kakekku dan kerabatnya menamakan tempat
tinggalnya dengan nama Candi Agung. Hal tersebut agar ia tetap merasa berada di
kampung halamannya di Amuntai.
Selain Amuntai dengan Candi Agungnya, yang menjadi kebanggaan
Kakekku, salah satu kebanggaannya yang lain yaitu sejarah perjuangannya yang
menjadi prajurit ALRI Divisi IV Lambung Mangkurat dalam memperjuangkan
Kemerdekaan Republik Indonesia di Kalimantan.
Sejarah ALRI Divisi IV Lambung Mangkurat bermula ketika di
proklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Presiden Soekarno dan Moh.
Hatta. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengangkat
seorang Gubernur di Kalimantan, yaitu seorang bangsawan Banjar yang juga
merupakan teman satu almamaternya bernama pangeran Muhammad Noor. Namun
Gubernur yang diangkat oleh Presiden Soekarno ini tidak dapat berkerja dengan
semestinya, karena pada masa itu Kalimantan masih dipenuhi oleh pendukung
Belanda yang akan membawa kembali Belanda berkuasa di Kalimantan. Pendukung Kemerdekaan
Republik Indonesia saat itu tidak berdaya. Pengkhianat dan kaki tangan Belanda
merajalela. Mereka selalu mengintimidasi pendukung Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Begitu gentingnya situasi saat itu sehingga pemuda-pemuda
asal Kalimantan yang kebetulan ada di Jawa dikerahkan guna menegakkan eksistensi
Kemerdekaan Republik Indonesia di Kalimantan, salah seorangnya adalah Letnan
Kolonel Hasan Basry, Panglima Perang Kakekku.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, Letnan Kolonel Hasan Basry tiba
di Kandangan, kampung halamannya. Situasinya saat itu sangat luar biasa sulit. Tentara
Belanda melakukan kampanye pasifikasi dengan menangkapi pemuda-pemuda Republik
Indonesia selama beberapa minggu. Yang berhasil meloloskan diri terpaksa mengundurkan
diri ke pegunungan dan rimba, termasuk Letnan Kolonel Hasan Basry. Dari
pegunungan dan rimba ini, Letnan Kolonel Hasan Basry melanjutkan perjuangan
dengan membentuk organisasi gerilya.
Pada November 1945, Letnan Kolonel Hasan Basry membentuk
Laskar Saifullah, yang berarti Pedang Allah. Setelah terbentuk laskar, Letnan
Kolonel Hasan Basry berusaha kembali ke Jawa untuk mendapatkan perintah
selanjutnya. Namun kondisi di laut sedang dalam blokade Belanda, sehingga
pelayarannya pun batal. Sementara dia hendak menyeberang ke Jawa, laskar yang
dibentuknya mulai berantakan. Anggota laskarnya satu persatu ditangkapi tentara
Belanda. Terpaksa Letnan Kolonel Hasan Basry membentuk pasukan baru bernama
Banteng Indonesia.
Selanjutnya, terjadi pula penyusupan pemuda-pemuda dari Banjar
dan Amuntai ke Kalimantan Selatan, disinilah permulaan Kakekku bergabung dalam
pasukan milisi Letnan Kolonel Hasan Basry. Mereka masuk lewat jalur laut yang
memakan waktu dua bulan, karena patroli Belanda menjaga dengan ketat.
Pemuda-pemuda itu di antaranya pernah dilatih Penjelidik Militer Chusus (PMC) pimpinan
Kolonel Zulkifli Lubis. Terbatasnya komunikasi membuat Letnan Kolonel Hasan
Basry tidak tahu informasi dan perkembangan yang terjadi di Jawa.
Pada November 1946 milisi yang dibentuk Hasan Basry pun
dijadikan Batalyon Rahasia Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV
(A) Pertahanan Kalimantan. Dengan pangkat Letnan Kolonel, Basry memimpin
batalyonnya. Markasnya di Hulu Sungai, Kalimantan Selatan, ALRI divisi IV (A)
mengurus semua kegiatan gerilya di wilayahnya. ALRI divisi (B) menangani Kalimantan
Barat dan dipimpin oleh Dr Soedarso dan bermarkas di Pontianak.
Setelah terbentuknya Batalyon Rahasia Angkatan Laut Republik
Indonesia (ALRI) Divisi IV, maka mulailah dipersiapkan rencana pengiriman
pasukan Republik Indonesia dari Jawa melalui penerjunan udara di Kalimantan. Sepasukan
payung MN1001 di bawah pimpinan Mayor Tjilik Riwoet diterjunkan ke Kalimantan
Tengah pada tanggal 17 Oktober 1947. Di Kalimantan Timur, semula di bawah
komando R. Notosunar kemudian dilanjutkan Herman Runturambi dan Kasmani.
Dalam pasukan terjun tersebut, dua orang Kakekku dari Ayahku,
yaitu Pungut bin Ahmad Jukin dan Ismail bin Ahmad Jukin, ikut terjun ke
Kalimantan. Ayahku bernama Saidi bin Pungut. Kakekku yaitu Pungut dan Ismail
adalah Adiknya, berasal dari Kampung Melayu di Batavia atau Jakarta sekarang. Kedua
Kakekku ini juga mendapatkan Tanda Jasa dari Pemerintah Republik Indonesia,
atas jasa-jasanya berjuang mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia di
Kalimantan. Kedua Kakekku ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dharma Patria
Jaya yang lokasinya sekarang di Kabupaten Kubu Raya. Sungguh suatu kebanggaan
yang sangat luar biasa dalam jiwaku, karena kedua Kakekku, yaitu Ayah dari Ibu
dan Ayah dari Ayah, adalah Pahlawan dan Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia
di Kalimantan. Aku sangat bangga karena lahir dari darah Pahlawan. Dan kisah
tentang Kakekku yaitu Pungut bin Ahmad Jukin ini, akan di posting pada tulisan
berikutnya.
Pada tanggal 29 Mei 1948, militer Belanda gencar melakukan
serangan militer. Pasukan yang dipimpin Letnan Kolonel Hasan Basry pun semakin
gencar bergerilya karena banyak anggotanya yang tertangkap Belanda. Mereka tertangkap
atas informasi dari pengkhianat kaki tangan Belanda. Hingga kemudian ada
perjanjian yang mengharuskan pasukan Republik Indonesia berada di wilayah
mereka sendiri, namun pasukan Letnan Kolonel Hasan Basry menolaknya. Mereka
memilih bergerilya sambil melancarkan serangan ke titik-titik markas Belanda.
Seminggu setelah Persetujuan Roem-Royen, para pejuang Banua
Kalimantan tersebut mendirikan Pemerintah Militer Kalimantan Selatan. Naskah Proklamasi
kemerdekaan mulai mereka rumuskan sejak 15 Mei 1949. Dan naskah itu lalu
diketik pada pukul 03.00 pagi hari tanggal 16 Mei 1949 oleh Romansie. Setelah
diperbanyak 10 lembar, naskah tersebut dibawa ke Letnan Kolonel Hasan Basry
yang berada di Ni’ih, Kandangan untuk ditandatangani. Maka pada tanggal 17 Mei
1949, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang pertama di Kalimantan itu
dikumandangkan, bunyinya yaitu :
“Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan,
mempermaklumkan berdirinya Pemerintah Gubernur Tentara dari ALRI melingkupi
seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk
memenuhi Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan
kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah
yang penghabisan. Tetap Merdeka!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar