Senin, 12 Agustus 2019

KERAJAAN KAPUHAS DALAM PRASASTI YUPA KUTAI


KERAJAAN KAPUHAS
DALAM PRASASTI YUPA KUTAI

Prasasti Yupa ditemukan di Desa Brubus, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Prasasti Yupa ini berjumlah tujuh buah dan disebut Prasasti Yupa Kutai karena ditemukan di Kutai. Permulaan Prasasti Yupa ini ditemukan pada tanggal 9 September 1879 sebanyak empat Yupa oleh Asisten Residen Kutai. Penemuan itu dilaporkan kepada pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenchappen. Setahun kemudian keempat Yupa itu dibawa ke Batavia dan disimpan dalam koleksi Arkeologi di Museum BGKW yang kemudian menjadi Museum Nasional, dengan nomor inventaris D2 a-d.
Pada akhir tahun 1940, di daerah yang sama ditemukan kembali tiga Yupa. Seperti keempat Yupa sebelumnya, semua dibawa ke Batavia dan diberi nomor inventaris D175-D177. Tidak semua Yupa yang telah ditemukan dalam kondisi baik. Yupa dengan nomor inventaris D2 d aksaranya sudah terhapus dan tidak diketahui isinya. Pahatan yang masih terlihat jelas hanya bentuk segi empat kecil bekas kepala aksara yang disebut box-heads oleh JG. de Casparis. Melihat dari ciri-ciri gaya penulisannya, de Casparis menamakan aksara Kutai ini sebaga Early Pallawa atau Pallawa Tua yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 Masehi atau kira-kira setengah abad sebelumnya.
Makna yang terkandung dalam Prasasti Yupa merupakan hasil terjemahan dari JG. de Casparis, yang rupanya de Casparis merujuk pada Kroniks Fa Hsien, yaitu catatan salah seorang Pendeta Buddha berbangsa China yang melakukan perjalanan ke Varuna Dvipa (Pulau Dewa Laut / Kalimantan) tahun 399-414 Masehi. Artinya bahwa perkiraan tahun keberadaan Prasasti Yupa ini disebutkan sekitar 400 Masehi belum sepenuhnya dilakukan kajian sejarah yang mendalam, karena bisa jadi bahwa keberadaan Prasasti Yupa ini lebih tua dari tahun 400 Masehi yang telah ditetapkan.
Dalam terjemahan JG. de Casparis hanya menyebutkan tiga nama saja yang terdapat dalam Prasasti Yupa, sedangkan jika dilihat dalam Prasasti Yupa, begitu juga jika merujuk pada Kroniks Fa Hsien terdapat lima nama yang disebutkan, dan salah satunya adalah nama Raja Leluhur Kerajaan Kapuhas Katingan. Artinya memang belum optimal pengungkapan dan kajian isi dari Prasasti Yupa tersebut karena terdapat nama-nama yang tidak disebutkan.
Dalam salah satu Prasasti Yupa jelas-jelas disebutkan bahwa pemberian sapi yang banyak untuk dikurbankan dari Raja Mulawarman adalah untuk upacara memperingati kematian salah seorang Miharaja Leluhur Kerajaan Kapuhas Katingan. Jika merujuk pada proses pengurbanan atau pemotongan sapi dalam upacara kematian maka upacara adat ini adalah Ritual Tiwah yang merupakan ritual kuno masyarakat asli Kalimantan. Artinya Prasasti Yupa ini adalah warisan agama Kaharingan Kalimantan. Dan jika merujuk pada nama salah seorang Miharaja Kerajaan Kapuhas Katingan yang disebutkan dalam salah satu Prasasti tersebut, maka masa keberadaan Prasasti Yupa ini lebih tua dari tahun 400 Masehi.
Prasasti Yupa merupakan warisan peninggalan purbakala dari peradaban masyarakat dan agama asli Kalimantan pada masa dahulu yang sekarang ini disebut Kaharingan dan bukan peninggalan agama Hindu atau Buddha, karena dari ketujuh Prasasti Yupa, kata-kata Yupa selalu diulang-ulang yaitu pada Prasasti pertama nomor D2a, kedua D2b, ketiga D2c, kelima D175, dan ketujuh D177.
Yupa memiliki makna sebagai tempat mengurbankan sesuatu atau persembahan, yang dalam hal ini adalah sebagai tempat untuk mengikat sesuatu yang akan dikurbankan atau dipersembahkan. Itulah sebabnya mengapa Prasasti ini disebut Yupa yang berarti Tugu Peringatan Tempat Pengurbanan. Sehingga jelas sekali bahwa Prasasti Yupa ini merupakan peninggalan ritual Tiwah dalam agama Kaharingan.
Karena ditemukan di Kutai sehingga Prasasti Yupa ini disebut Prasasti Yupa Kutai, dan nama negerinya kemudian disebutkan sebagai Kutai. Padahal dalam salah satu Prasasti Yupa ada disebutkan nama negerinya tempat Raja Mulawarman berkuasa. Artinya keberadaan Prasasti Yupa ini memang belum optimal dikaji sejarah dan asal usulnya, karena hanya berpedoman pada terjemahan dari JG. de Casparis. Sedangkan de Casparis merujuk pada Kroniks Fa Hsien tahun 399-414 Masehi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...