Diary
17 Agustus 2019,
21:00
malam,
Hari
ke- 109, cukup lama aku termenung, apa lagi yang bisa ku jual untuk melanjutkan
hidupku. Bulan lalu telah ku jual motor Yamaha Vega R warna merah ku, syukurlah
ada yang membelinya seharga 3 juta rupiah, sehingga aku masih bisa belanja untuk
keperluan rumah. Kini kembali aku berpikir keras, bagaimana bulan depan? Aku
pun mulai mengumpulkan besi-besi bekas yang ada di rumah barangkali bisa ku
bawa ke tempat penampungan dan dapat di jual berapa pun harganya. Meski tidak
banyak yang dapat ku kumpulkan, tapi ku harap, besi-besi tersebut dapat terjual
meski perkiraanku harganya hanya terjual sekitar 50 ribuan, tapi tidak mengapa
lah.
Melihat
tumpukan besi-besi bekas tersebut, aku teringat bahwa aku pernah mengalami
situasi ini. Setelah aku menikah tanggal 17 September 2004, aku mengalami
kesulitan ekonomi yang buruk. Pada saat itu aku belum mendapatkan pekerjaan
tetap. Pekerjaanku masih serabutan. Paginya aku berjualan bawang dan
bumbu-bumbu masak di pasar pagi di Sepakat dan malamnya aku berjualan minuman
dan rokok di Korem. Meski tidak seberapa keuntungan yang didapat, namun
dapatlah untuk makan sehari-hari. Hingga bulan Desember 2004, istriku mulai
hamil. Aku ingat pada saat itu penghujung Desember, ketika peristiwa Tsunami di
Aceh. Namun kehamilan istriku ini dalam kondisi tidak baik, Bidan Puskesmas
saat itu menyampaikan bahwa kandungan istriku sedang kondisi tidak sehat,
janinnya kekurangan gizi, dan harus diberikan tambahan makanan bergizi
diantaranya susu untuk ibu hamil. Aku tak bisa menjawab apakah bisa
menyediakannya. Namun aku tidak sanggup melihat kondisi istriku yang saat itu
sangat kurus dengan harus menanggung janin didalam perutnya. Maka mulailah aku
mengumpulkan besi-besi bekas untuk dijual, dan pada saat itu dari hasil menjual
besi-besi bekas aku dapat membeli susu untuk ibu hamil dan satu sisir pisang
masak hijau. Mengumpulkan besi-besi bekas ku lakukan hingga bulan Maret 2005. Dan
berat badan istriku semakin menurun dengan tensi darahnya semakin meninggi,
sedangkan perutnya semakin membesar. Pada pemeriksaan lanjutan, Bidan Puskesmas
pada saat itu menyarankan agar aku membawa istriku ke dokter spesialis
kandungan untuk memastikan bahwa janin didalam perut istriku baik-baik saja
karena Bidan Puskesmas tidak bisa meyakinkan bahwa janinnya baik-baik saja. Kami
yang saat itu sangat kesulitan ekonomi tidak sanggup untuk pergi ke dokter
spesialis kandungan. Kami pun pasrah dan tidak pernah memeriksakan kandungan
tersebut. Meski pada masa mengandungi anak pertamaku ini dihantui dengan
pikiran yang tidak baik tentang kondisi janinnya, Syukurlah anak pertamaku itu
dapat lahir dengan sehat. Sekarang ia telah berumur 14 tahun dan bersekolah di
kelas 3 SMP. Lama aku terkenang masa-masa sulit tersebut. Hingga kembali
terlintas dalam benakku, apa lagi yang dapat ku posting untuk membagi
pengetahuan kepada khalayak, barangkali dapat bermanfaat bagi kajian Ilmu
Pengetahuan. Maka aku pun membuka-buka lagi tulisanku, dan ku pilih untuk
memposting tulisanku tentang Borobudur. Namun pada postingan ini aku akan
memposting peta sebelum wafatnya Nabi Sulaiman As.
Pada
postingan ini aku mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama mengkaji lagi
tentang keberadaan Candi Borobudur. Terdapat salah satu pendapat yang
menyatakan bahwa Candi Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman AS. Apalagi dalam
paparannya disebutkan bahwa relief-relief di Candi Borobudur dibuat oleh Bangsa
Jin dan batu-batu untuk membangun Candi Borobudur diambil di dasar laut di
Papua. Aku kurang sependapat dengan hal ini. Karena jika relief-relief tersebut
dibuat oleh Bangsa Jin, maka gugurlah bangunan purbakala tersebut sebagai salah
satu peninggalan peradaban manusia. Dan pengambilan batu-batu di dasar laut
Papua, sepertinya tidak sesuai dengan kondisi pada masa Nabi Sulaiman, karena
laut Papua pada masa itu masih berbentuk daratan.
Aku berpendapat
bahwa Candi Borobudur adalah bukan peninggalan Nabi Sulaiman dan bukan juga
peninggalan Agama Buddha. Candi Borobudur adalah peninggalan masyarakat
Nusantara. Relief-relief yang ada di Candi Borobudur adalah hasil karya
manusia, bukan hasil karya bangsa Jin. Karena Bangsa Jin tidak memiliki
pengetahuan tentang itu. Untuk mengangkat sebuah batu saja, bangsa Jin harus
diperintah dan diajarkan dahulu oleh manusia, apalagi harus membuat relief. Dan
hasil karya bangsa Jin sangat kasar, bahkan disebutkan bahwa sebagus-bagusnya
hasil karya bangsa Jin malah masih bagus hasil karya terjelek manusia. Dan ini
yang dijelaskan dalam Islam tentang bangsa Jin. Jadi jika masih percaya bahwa
bangsa Jin memiliki pengetahuan yang tinggi, sepertinya anda tidak yakin akan
kesempurnaan diri anda sendiri sebagai manusia.
Selanjutnya, untuk
membangun Candi Borobudur diperlukan banyak batu. Selain wilayah tempat
berdirinya Candi Borobudur hingga ke Sumatera, tentunya diperlukan batu dari
wilayah lain. Dan wilayah terdekat dalam peta yang memiliki deretan kawasan
gunung batu adalah daratan yang sekarang menjadi Kalimantan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar