Sabtu, 02 Juni 2018

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN : JILID 4

ANTARA ZAHARA, ELISA, DAN KEMATIAN
--- JILID 4 ---

Hatiku langsung tersentak dan pikiranku langsung teringat kembali dengan Zahara yang cantik dengan jilbabnya yang selalu rapi namun sangat menjengkelkan ketika ia mengatakan bahwa ia adalah Zahara, Remaja Masjid Al-Falah yang telah meminjam bukuku.
Aku semakin mendekatkan diri ke jendela dan ku lihat lebih teliti lagi diantara jendela nako yang terbuka kacanya, hatiku pun bertanya pada diriku sendiri, apakah benar wanita yang sangat kurus ini adalah Zahara yang cantik itu. Saat aku sedang bergulat dengan pertanyaan diriku sendiri, kembali wanita yang sangat kurus itu berkata bahwa ia memang Zahara dan sedang sakit. Ia sedang menjalani perawatan untuk menyembuhkan penyakitnya di Rumah Sakit Soedarso itu. Ia kemudian menyuruhku masuk ke ruangan tempatnya di rawat.
Tanpa banyak berpikir lagi, aku langsung saja masuk ke ruangan itu. Sesampainya di dalam ruangan, ku lihat ada beberapa orang yang juga sedang di rawat dan sedang terbaring diatas tempat tidur. Tempat wanita yang sangat kurus itu dirawat berada di dekat jendela.
Setelah berada di dalam ruangan baru aku dapat melihat dengan jelas roman wajah wanita yang sangat kurus itu. Meski terlihat sangat kurus dan lemah tapi aku masih bisa mengenali bahwa wanita itu memang Zahara yang dulunya sangat cantik namun sangat menjengkelkan itu.
Melihat aku telah berada di ruangan tempatnya di rawat, Zahara dengan kondisinya yang sedang duduk lemah dan tangannya sedang terinfus serta matanya yang sangat cekung berusaha untuk tersenyum. Mendadak hatiku yang sebelumnya selalu menganggapnya sangat menjengkelkan itu langsung berubah sedih tak terkira. Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang ku lihat.
Aku selanjutnya mendekati ujung tempat tidurnya dan berdiri disitu. Zahara kemudian menanyakan kabarku. Ku jawab bahwa aku baik-baik saja. Ia kemudian bertanya lagi sedang apa aku di Rumah Sakit Soedarso. Ku jawab bahwa aku menjenguk temanku yang sakit.
Zahara dengan berusaha untuk bercanda dia balik bertanya temanku itu laki-laki atau perempuan. Ku jawab saja bahwa temanku itu perempuan. Zahara bertanya lagi itu perempuan teman atau pacar. Aku sambil garuk-garuk kepala berkata bahwa itu teman perempuanku sekelas kursus menjahit.
Mendengar bahwa yang sakit adalah teman sekelasku kursus menjahit, Zahara dengan wajah yang terlihat lemah berusaha tertawa dan bertanya dengan nada tidak percaya, apakah benar aku kursus menjahit. Aku kemudian menjelaskan lagi bahwa aku sedang ikut kursus menjahit dan teman sekelasku itu sakit. Zahara dengan sikap yang masih belum percaya bertanya lagi kenapa aku bisa ikut kursus menjahit. Aku pun menjelaskan awal mula aku ikut kursus menjahit. Setelah ku jelaskan barulah ia percaya.
Namun ia bertanya lagi, kenapa aku bisa kursus menjahit di Aini School. Aku dengan menarik nafas panjang menjawab bahwa aku disarankan oleh teman perempuanku untuk sebaiknya kursus menjahit di Aini School saja, selain cara mengajarnya yang bagus juga teman perempuanku itu sangat kenal baik dengan pemilik Aini School yaitu Bu Aini.
Mendengar jawabanku itu, Zahara terlihat semakin penasaran dan kembali bertanya, teman perempuanku itu teman atau pacar. Aku kembali garuk-garuk kepala, dan berkata dalam hati, ternyata Zahara belum berubah, masih selalu ingin tahu dan selalu banyak tanya.
Dengan sedikit jengkel atas pertanyaan Zahara itu, aku mulai menjelaskan bahwa aku sedang dekat dengan seorang wanita yang umurnya 12 tahun lebih tua dariku. Ia seorang janda. Aku belum resmi pacaran dengannya hanya telah berteman sangat dekat. Dan ia adalah teman baiknya Bu Aini.
Kembali Zahara tertawa sambil berkata bisa juga aku dekat dengan perempuan, bukankah dulu aku paling takut jika didekati perempuan. Mendengar perkataan Zahara itu, aku hanya bisa tersenyum malu saja.
Zahara kembali bertanya, kemana wanita itu, mengapa aku tidak membawanya menjenguk teman sekelas menjahitku yang sakit itu. Kembali aku menarik nafas dan menjelaskan bahwa wanita itu sekarang sedang tugas kuliah di Bandung. Sebelum aku mulai kursus ia ada pulang liburan ke Pontianak. Dan ketika aku mulai masuk kursus ia kembali ke Bandung karena liburan kuliahnya sudah selesai.
Mendengar penjelasanku itu Zahara tertawa lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kemudian bertanya lagi selain kursus menjahit apa saja kegiatanku, apakah masih aktif di Remaja Masjid. Aku kemudian menjawab bahwa selain kursus menjahit aku sedang kuliah, dan aku sudah tidak aktif lagi di Remaja Masjid sejak awal kuliah karena saat itu aku kuliah sambil berkerja sehingga tidak ada waktu lagi untuk aktif di Remaja Masjid.
Zahara kemudian bertanya lagi dimana aku berkerja dan apakah aku masih berkerja. Ku katakan bahwa aku berkerja di hotel dan sudah tidak lagi berkerja sejak tahun 1997. Kembali Zahara bertanya apa sebabnya aku tidak lagi berkerja.
Aku kembali menarik nafas dan menjelaskan bahwa pada bulan April 1997, terjadi keributan di hotel. Aku kemudian ditangkap polisi dan di sel selama tiga malam di Polsek Selatan. Mendengar penjelasanku itu, Zahara tertawa bukan main sambil berkata, bisa juga aku bikin ribut, bukannya dulu aku itu orang yang pendiam. Aku hanya diam saja mendengar perkataan Zahara itu.
Ia kemudian kembali bertanya, bagaimana aku bisa keluar dari sel Polsek Selatan. Ku katakan bahwa ada salah seorang pamanku, yaitu adik ayahku, yang jadi Polisi dan tugas di Polsek Selatan. Ia yang menangkapku, karena tidak menduga jika terjadi keributan di hotel itu salah seorangnya aku. Atas mediasi dari pamanku itu, maka permasalahan yang telah terjadi diselesaikan dengan kekeluargaan dan damai. Setelah tiga malam aku di sel, barulah di keluarkan.
Mendengar perkataanku itu, Zahara hanya menganggukkan kepalanya saja. Selanjutnya ia berkata bahwa aku tidak banyak berubah, hanya kulitku saja yang terlihat sangat hitam sambil ia kembali tertawa. Aku hanya bisa tersenyum saja mendengar perkataan Zahara itu.
Selanjutnya ia berkata lagi, agar aku jangan dulu pulang, ia memintaku untuk menemaninya menunggu Bibinya yang belum datang untuk menjaganya di rumah sakit. Aku pun mengiyakan permintaannya itu.
Zahara kemudian berkata lagi dengan nada agak bertanya apakah ia terlihat sangat kurus. Aku tidak sanggup menjawab pertanyaannya itu dan hanya bisa menganggukkan kepala saja.
Zahara selanjutnya mulai bercerita bahwa ia tidak tamat SMA saat itu. Ketika permulaan di kelas 3, ia pacaran dengan seseorang bernama Dedi. Ia kemudian hamil sebelum tamat sekolah dan terpaksa harus berhenti sekolah. Selanjutnya ia menikah dengan Dedi.
Dedi suaminya, adalah seorang pecandu dan pengedar Narkoba. Zahara kemudian menjadi terikut suaminya sebagai pecandu Narkoba.

----------

Bersambung.....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...