JALAN-JALAN
SEPUTAR SANGGAU
* H. ACHMAD
ARIEF *
Minggu, 14
Oktober 2012, pukul 09:30 saya menemui Bapak H. Achmad Arief atau yang sering
dipanggil dengan sebutan Long Kayi. Rumah Long Kayi ini berlokasi di Mungguk
Badang Sanggau. Sebulan lebih saya menunggu kesempatan untuk bertemu dengan
Long Kayi karena beliau pada masa itu sedang berada di Pontianak. Hingga
akhirnya saya dapat informasi dari anak perempuan beliau bahwa Long Kayi nanti hari
Minggu sudah ada di rumah. Setelah membuat janji lewat anak perempuan Long Kayi
maka pergilah saya ke rumah Long Kayi pada hari itu.
Ketika saya
tiba di rumah Long Kayi, rupanya saya sudah ditunggu oleh istri beliau di teras
rumahnya. Maka langsung saja saya disuruh masuk kedalam rumah ketika istri Long
Kayi melihat kedatangan saya. Long Kayi dan istrinya memang kenal dengan saya
karena istri saya masih berpangkat cucuk dengan Long Kayi, dimana nenek istri
saya adalah sepupunya Long Kayi. Setelah saya masuk ke rumah, istri Long Kayi
langsung memberitahukan kepada Long Kayi bahwa saya sudah datang.
Setelah
mendapat pemberitahuan dari istrinya itu, keluarlah Long Kayi sambil membawa
setumpuk dokumen. Saya kemudian langsung bersalaman dan mencium tangannya.
Sambil tersenyum Long Kayi bertanya mengapa datang sendiri, tidak bersama
istri. Saya menjawab bahwa istri sedang menjaga anak di rumah yang pada saat
itu sedang berumur dua tahun lebih.
Selanjutnya kami
duduk di ruang tamu dan Long Kayi menyuruh saya untuk duduk disampingnya,
sedangkan istri Long Kayi duduk di hadapan kami. Long Kayi kemudian bertanya
sudah kemana saja sebelum bertemu dengan beliau. Maka saya katakan bahwa saya
sebelumnya ingin bertemu Long Kayi terlebih dahulu tapi karena Long Kayi sedang
berada di Pontianak, maka saya bertemu Pak Long Va’i atau Bapak Muhammad Riva’i
Napis dahulu.
Long Kayi
bertanya, dapat apa dari Long Va’i, maka saya katakan banyak yang didapat.
Apa-apa saja tanya Long Kayi. Saya katakan selain berbagai cerita, saya juga
diberikan beberapa dokumen dan bertumpuk tulisan Pak Long Va’i tentang Asal
Mula Kampung Kantu’, Asal Usul Dara Nante dan Babay Cinga’ serta Sejarah
Sanggau. Hanya saja Pak Long Va’i berpesan bahwa berbagai dokumen dan
tulisan-tulisan itu pernah diangkatnya ketika beliau masih sebagai Lurah yaitu
pada masa Bupati Sulaiman Siregar tetapi gagal karena kalah dengan mereka yang
muda-muda bergelar Sarjana. Kemudian pada masa Bupati Baisuni juga pernah
diangkatnya lagi dokumen dan tulisan itu tetapi tetap juga tidak bisa diterima
oleh mereka yang muda-muda bergelar Sarjana. Akhirnya Pak Long Va’i memilih
untuk diam dan membiarkan saja tulisan-tulisan yang ada itu daripada ribut
dengan yang muda-muda.
Bahkan Pak
Long Va’i berkata bahwa jika tidak ada yang muda-muda mengangkatnya ini maka
akan dibawanya mati saja apa-apa yang telah didapatnya dari orang-orang tua
dahulu. Biarkan saja Sanggau ini kabur jika perlu hilang sejarahnya. Dan Pak
Long Va’i selalu bertanya kepada saya apakah saya sanggup mengangkat sejarah
ini, karena nanti kamu akan dibenci orang dan diasingkan, karena beliau sudah
pernah merasakan situasi tersebut. Saya hanya bisa berkata bahwa saya akan coba
semampu saya. Pak Long Va’i juga berkata untuk melengkapi dokumen dan tulisan
itu maka saya harus menemui beberapa orang tua diantaranya yaitu Long Kayi dan
Pak Bernard.
Mendengar
cerita saya tersebut Long Kayi membenarkan situasi yang pernah dialami oleh Pak
Long Va’i itu. Bahkan Pak Long Va’i kehilangan teman-temannya yang sebelumnya membenarkan
ceritanya. Memang yang jadi kendala bagi yang tua-tua ini adalah jika
berhadapan dengan mereka yang muda-muda bergelar Sarjana, apalagi jika sudah
sekolah jauh hingga ke Jawa dan Luar Negeri, mereka tidak bisa menerima sumber
dari yang tua-tua karena dikatakan tidak sesuai dengan tulisan-tulisan yang
sudah ada. Sedangkan tulisan-tulisan itu berasal dari Belanda dan dari orang-orang
luar, namun mereka tidak juga mau memahaminya. Yang tua-tua kalah karena bukan
bergelar Sarjana. Jadi lebih baik diam saja dan membiarkan semuanya sesuai
maunya mereka saja.
Selanjutnya
Long Kayi bertanya apa-apa yang didapat dari Pak Bernard. Saya katakan bahwa
saya mendapat berbagai dokumen dan Pak Bernard juga berpesan hal yang sama
seperti Pak Long Va’i bahwa harus kuat jika ingin mengangkat sejarah ini karena
bertolak belakang dengan tulisan-tulisan yang ada. Pak Bernard juga berpesan bahwa
untuk melengkapi dokumen-dokumen darinya maka saya harus menemui Long Kayi.
Mendengar
cerita saya itu, Long Kayi membenarkan bahwa dahulunya Pak Bernard pernah akan
mengangkat sejarah ini tapi gagal, bahkan Pak Bernard diisukan macam-macam
sehingga ia memilih untuk diam. Apalagi Pak Bernard itu orang luar, bukan orang
Sanggau sehingga makin sulit situasinya. Dan itu bisa terjadi kepada kamu, kata
Long Kayi kepada saya. Karena kamu itu bukan orang Sanggau, kamu hanya bawaan
saja karena istrimu orang Sanggau. Kira-kira kamu sanggup tidak mengangkat
sejarah ini. Jika tidak sanggup lebih baik diam saja, dan cukup saja apa-apa
yang telah kamu ketahui ini untuk dirimu saja. Kasihan kamu nanti dimusuhi. Mendapat
pertanyaan dari Long Kayi itu saya tidak bisa menjawabnya. Hanya bisa terdiam
saja.
Melihat saya
terdiam, Long Kayi melanjutkan pertanyaannya apakah saya sudah bertemu dengan
Ngah Aim atau Bapak Ade Ibrahim. Saya katakan bahwa saya sudah bertemu Ngah Aim
beberapa bulan yang lalu yaitu pada bulan Mei. Kemudian Long Kayi bertanya,
apa-apa yang telah didapatkan dari Ngah Aim. Saya katakan bahwa saya mendapatkan
beberapa versi silsilah, kronologis adanya makam di Mengkiang, pemindahan makam
raja-raja yang sekarang ada di pemakaman Giri yang dahulunya berada di sekitar
rumah Penghulu di Kantu’, kronologis penggantian nama Masjid Jami’ Kantu’ dan
berbagai informasi tentang zapin Melayu Sanggau.
Mendengar
jawaban saya tersebut, Long Kayi kemudian menjelaskan bahwa Mengkiang itu awal
mula dibuka kembali pada masa Bupati M. Th. Djaman yang memberikan perhatian
dengan mengajak masyarakat Mengkiang untuk membersihkan wilayah Mengkiang
setahun sekali. Temenggung Mengkiang pada masa itu Pak Jailani, anaknya
Temenggung Majid. Pada masa itu belum ada cerita tentang makam disana. Apa-apa
yang dimiliki dan diketahui Temenggung Jailani ini sama dengan Pak Long Va’i.
Pada masa
Bupati Sulaiman Siregar, gundukan tanah panjang yang ada didalam Mengkiang itu dibuatkan
rumah agar tidak rusak, dan belum ada juga cerita tentang makam disana. Baru
pada masa Bupati Baisuni, beberapa mereka yang muda-muda dari luar pulang ke
Sanggau sering pergi bersemadi ke Mengkiang. Dari mereka ini dikatakan kalau
gundukan tanah panjang itu adalah makam-makam raja. Kemudian mereka bawa orang-orang
dari luar pergi bersemadi di Mengkiang, orang-orang ini bilang itu makam-makam
raja. Kemudianlah mereka itu menyampaikan kepada Bupati Baisuni kalau di
Mengkiang itu ada makam-makam raja. Bupati Baisuni yang sangat perhatian dengan
masyarakat kemudian memberi bantuan agar dibuatkan rumah dan diberi nama. Maka sejak
itulah muncul makam-makam di Mengkiang itu.
Long Kayi
selanjutnya berkata bahwa artinya saya sudah mendapatkan dokumen dan informasi
dari Melayu yang bersumber dari Pak Long Va’i dan dokumen dan informasi dari
Dayak yang bersumber dari Pak Bernard, artinya Long Kayi tinggal melengkapi
dokumen dan informasi dari Kerajaan. Maka Long Kayi kemudian bercerita sambil membuka
dokumen-dokumen Kerajaan yang dimilikinya.
Nama lengkap Long Kayi adalah H. Achmad Arief, lahir
tanggal 11 Mei 1928 di Kampung Kantu’ Sanggau. Ayahnya bernama M. Arief anak
dari Panembahan H. M. Said Paku Negara yang merupakan salah seorang raja
Sanggau. Ibunya bernama Dayang Masni anak dari Abang H. Ahmad seorang penghulu
agama di Keraton Surya Negara Sanggau.
Abang H. Ahmad adalah anaknya H. M. Yusuf yang juga
merupakan Penghulu Sanggau. Nama H. M. Yusuf ini ada beberapa pada masa itu,
yang kebetulan juga menjabat sebagai Penghulu Sanggau tapi pada periode yang
berbeda dan Raja yang berbeda. H. M. Yusuf adalah anaknya Temenggung Mengkiang
yang menikah dengan perempuan Dayak dari Lape bernama Dayang Apeh, maka
lahirlah Abang H. Ahmad tadi.
H. M. Yusuf ketika Abang H. Ahmad masih kecil meninggal
dunia. Dayang Apeh kemudian menikah lagi dengan Abang Umar. Sehingga adalah
orang-orang yang mengatakan bahwa Abang H. Ahmad itu anaknya Abang Umar,
padahal beliau itu anaknya H. M. Yusuf. Abang Umar itu adalah bapak tirinya
saja.
Ibunya Long Kayi yaitu Dayang Masni tadi memiliki
beberapa saudara perempuan yaitu Dayang Masluyah dan Dayang Maslijah. Dayang
Masluyah menikah dengan Abang Daud, anaknya Haji Mas Saleh. Haji Mas Saleh ini
keturunan Penghulu juga yaitu keturunan Penghulu Muhammad Shaman dari Banjar
Masin yang pada masa itu juga sebagai penyebar agama Islam di Melawi, Kapuas
Hulu, Sintang dan Sanggau.
Ketika Dayang Masluyah meninggal dunia, Abang Daud
menikah lagi dengan adik kandungnya Dayang Masluyah yaitu Dayang Maslijah, maka
lahirlah Lau Ratna. Lau Ratna kemudian menikah dengan sepupunya yaitu Abang
Yunus, anaknya Abang Machmud, yang juga merupakan saudara kandung Abang Daud. Abang
Yunus dan Lau Ratna ini adalah kakek dan nenek dari istri saya.
Selanjutnya, ayah Long Kayi atau H. Achmad Arief ketika
menikahi Ibundanya belum memiliki pekerjaan tetap, kesehariannya hanya bekerja menyadap
karet di kebun milik orangtuanya yaitu Panembahan H. M. Said Pakunegara. Luas
kebun karet milik Panembahan H. M. Said Pakunegera dimulai dari Sungai Aur
hingga Sungai Liku. Karena begitu luasnya lahan kebun karet tersebut sehingga
H. M. Said sebelum menjadi Panembahan sudah menetap di Kampung Beringin guna
menjaga kebun karet tersebut.
Ayah dari Panembahan H. M. Said Pakunegara adalah Panembahan
Muhammad dan Ibunya berasal dari Kampung Lintang bernama Nek Siyot atau Ratu Aisyah.
Dari Panembahan Muhammad dan Nek Siyot atau Ratu Aisyah ini melahirkan dua
orang anak yaitu Panembahan Sulaiman Pakunegara dan Panembahan H. M. Said
Pakunegara.
Ayah dari H. Achmad Arief ini hanya tamatan Sekolah Dasar
saja karena pada waktu itu di Kota Sanggau tidak ada sekolah setingkat SLTP
begitu juga di Pontianak, sehingga jika hendak melanjutkan pendidikan ke
tingkat SLTP harus ke Jakarta. Sekitar tahun 1932 ayah beliau yang sebelumnya
hanya bekerja menyadap karet menjadi Pegawai Swapraja sebagai Pembantu Juru
Tulis di Onderdistrick / Kecamatan Jangkang tepatnya diwilayah Balai Sebut. Selanjutnya
Ayah beliau diangkat menjadi Assisten Demang di Onderdistrick / Kecamatan Bonti.
Pada tahun 1942 ketika Jepang memasuki Sanggau bersamaan
dengan kalahnya tentara Belanda ditangan Jepang, ayah beliau yaitu M. Arief
diangkat sebagai Panembahan Sanggau yang pada masa itu bergelar Dokoh. Hingga
kemudian malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, Ayahanda tercinta
yaitu M. Arief ditangkap oleh tentara Jepang. Penangkapan tersebut serentak
dilakukan diseluruh wilayah Kalimantan Barat terhadap tokoh-tokoh masyarakat
yang dianggap punya pengaruh besar dan membahayakan posisi Jepang yang telah
menguasai wilayah Kalimantan Barat. Hingga akhirnya penangkapan tokoh-tokoh
masyarakat tersebut bermuara di wilayah Mandor dengan pembantaian besar-besaran
terhadap tokoh-tokoh masyarakat tersebut.
Selanjutnya Long Kayi menjelaskan dokumen wasiat dan
silsilah Raja Sanggau ke-14 yaitu Gusti Ahmad Putera Negara yang dibuang
Belanda ke Purwakarta. Dalam dokumen tersebut terlihat urutan raja-raja dari
yang pertama hingga sampai kepada ayah beliau. Diatas Raja ke-14 yaitu Gusti
Ahmad Putera Negara adalah Gusti Muhammad Thahir II sebagai Raja ke-13. Selanjutnya
Raja ke-12 adalah Pangeran Abdul Fatah, nama Raja ini tidak mau memerintah di
Sanggau karena menolak kontrak dengan Belanda. Raja ini kemudian menyingkir ke
Balai Nanga dan wafat disana, dan makamnya masih ada di Balai Nanga. Kemudian
Raja ke-11 adalah Panembahan Muhammad, yaitu moyangnya Long Kayi. Kemudian Raja
ke-10 adalah Sultan Ayyub atau disebut juga Syekh Ghaib. Sultan Ayyub memiliki
adik kandung bernama Syekh Kayut yang menetap di Sekadau. Kemudian Raja ke-9
adalah Sultan Muhammad Ali. Sultan Muhammad Ali ini tdk sama dengan Gusti
Muhammad Ali yang menjadi Raja Sanggau ke-16 karena beda jalur dan beda
Bapaknya. Sultan Muhammad Ali inilah yang anaknya bernama Pangeran Abdul Fatah
yang menolak kontrak dengan Belanda dan menyingkir ke Balai Nanga. Kemudian
Raja ke-15 adalah Panembahan Sulaiman hingga sampailah urutan kepada Raja ke-19
yaitu ayah Long Kayi, Panembahan Muhammad Arief yang ditangkap Jepang.
Selanjutnya Long Kayi menyampaikan beberapa dokumen milik
Penghulu Sanggau yang telah usang. Long Kayi meminta agar dokumen-dokumen
tersebut diselamatkan karena kondisinya telah lapuk, jika bisa dokumen-dokumen
tersebut ditulis ulang karena banyak terdapat data-data penting dari para
Penghulu Sanggau. Saya pun menyanggupinya.
Pertemuan kami pada hari
itu hingga lewat sore hari. Banyak hal yang disampaikan oleh Long Kayi. Karena
masih banyak yang harus disampaikan berkenaan dengan dokumen-dokumen Kerajaan
dan milik Penghulu maka Long Kayi menyampaikan agar saya datang lagi minggu
depan. Saya pun menyanggupinya. Selanjutnya saya menyalami dan mencium tangan
Long Kayi dan istrinya, setelah itu saya pamit pulang dan berjanji akan datang
lagi minggu depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar