Rabu, 09 Mei 2018

DIARI RINA 1997 : BAGIAN KEDUA

DIARI RINA 1997
BAGIAN KEDUA

Hampir jam 12 malam aku dan Yudi sampai di rumahnya. Rumahnya telah sepi. Orangtua dan saudara-saudaranya telah tidur. Kami pun langsung ke kamar, dan masih melanjutkan berbincang-bincang tentang kejadian yang ku alami bertemu Rina. Yudi mengatakan bahwa kejadian seperti ini hanya bisa ditanyakan kepada pamannya, yaitu Pak Ngah Sanif.
Pak Ngah Sanif adalah adik ibunya Yudi. Pak Ngah Sanif memiliki kemampuan supranatural. Aku kenal dengan Pak Ngah Sanif, karena dulu waktu aku dan teman-temanku camping di Tanjung Batu, Pak Ngah Sanif yang menyuruh kami pindah lokasi membangun tenda karena dikatakan oleh Pak Ngah Sanif tidak aman untuk tempat camping. Pak Ngah Sanif kemudian menunjukkan tempat teraman untuk kami camping. Pak Ngah Sanif lah yang menyuruh Yudi, keponakannya, untuk menemani selama kami camping di Tanjung Batu. Inilah awal mula aku mengenal Yudi dan keluarganya.
Setelah cukup lama kami berbincang-bincang, akhirnya kami tertidur. Namun belum lama ku terlelap, ku rasakan ada yang membangunkanku dengan menggoyang-goyangkan telapak kakiku. Aku pun terbangun untuk melihat siapa yang menggoyang-goyangkan telapak kakiku. Tapi tak ku lihat siapa pun. Sempat ku kira Yudi yang membangunkanku, namun ku lihat Yudi sedang terlelap.
Aku pun berusaha untuk tidak menghiraukannya, dan kembali berusaha untuk tidur. Cukup lama aku berusaha untuk tidur. Fikiranku yang dipenuhi hal-hal yang tidak karuan berusaha ku alihkan dengan memikirkan hal-hal yang positif. Hingga akhirnya aku terlelap juga. Namun antara sadar dan tidak, aku merasakan ada yang membangunkanku dengan menggoyang-goyangkan tanganku.
Kurasakan saat itu mataku terbuka, dan terlihatlah olehku bahwa yang telah menggoyang-goyangkan tanganku itu adalah Rina, wanita yang barusan ku kenal di pondok tepi pantai Tanjung Batu. Rina dengan tersenyum terus menggoyang-goyangkan tanganku untuk menyuruhku bangun. Meski mataku terbuka, namun aku tak dapat menggerakkan tubuhku. Aku juga berusaha untuk bersuara, tapi tak juga mampu untuk bersuara.
Masih antara sadar dan tidak, dengan kondisi mata terbuka dan tubuh yang tidak bisa di gerakkan serta tidak dapat bersuara, terlihat olehku Rina mendekatkan wajahnya ke telingaku dan membisikkan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang dibisikkannya itu. Karena yang ku rasakan ada suara dengingan yang masuk ke telingaku. Suara dengingan itu terasa ngilu di telingaku, dan menjalar ke kepala dan sekujur tubuhku. Terasa ngilu sekali. Aku berusaha untuk bangun dan berteriak, tetapi tak mampu ku lakukan. Tubuh dan lidahku benar-benar kaku.
Kemudian ku teringat pada bacaan ayat Kursi, dan ku baca dalam hati, maka suara berdenging di telingaku dan rasa ngilu di sekujur tubuhku mulai berkurang. Ayat Kursi itu pun ku baca berulang-ulang dalam hati, hingga akhirnya dapat juga ku gerakkan kakiku, yang kemudian dapat bergerak juga tubuhku. Maka dengan cepat aku bangun. Sambil duduk diatas tempat tidur, aku berusaha mengendalikan diriku. Terasa jantungku berdetak kencang, nafasku tersengal seakan barusan berlari jauh, telingaku masih berdenging dan terasa ngilu.
Dengan sekuatnya aku berusaha mengendalikan diri, ayat Kursi ku baca berulang-ulang dengan mulut yang telah dapat ku gerakkan. Mataku kesana kemari mencari Rina yang tidak lagi terlihat oleh mataku di kamar Yudi. Sempat terlintas hendak membangunkan Yudi, namun ku lihat Yudi sangat lelap tidurnya, maka tidak jadilah aku membangunkan Yudi.
Setalah lama berusaha mengendalikan diri, akhirnya ku rasakan diriku telah tenang. Mataku masih kesana kemari melihat ke setiap sudut kamar barangkali masih ada Rina di kamar itu, namun Rina tidak lagi terlihat oleh mataku. Cukup lama aku hanya duduk diatas tempat tidur, hingga kemudian kembali ku rebahkan tubuhku.
Saat itu aku berusaha untuk tidak tidur karena khawatir kejadian tadi berulang. Mataku masih melihat kesana kemari, dan mulutku masih terus membaca ayat Kursi dan ayat-ayat lain yang ku ketahui. Entah berapa lama aku terjaga malam itu, hingga akhirnya aku terlelap juga.
Namun kemudian aku terbangun karena mendengar suara Yudi yang mengajakku untuk bersiap-siap sholat Shubuh ke Surau sambil ia menepuk-nepuk bahuku. Dengan perasaan lemas ku buka mataku dan langsung bangun. Tanpa banyak berkata, ku ikuti Yudi untuk bersiap-siap sholat Shubuh ke Surau. Setelah bersiap, kami selanjutnya turun ke Surau untuk menunaikan Sholat Shubuh.

------------------------

Kamis, 8 Mei 1997, setelah sarapan pagi, aku diajak Yudi memancing di Tanjung Batu. Ketika sarapan pagi, Yudi dan orangtuanya sempat bertanya bagaimana tidurku tadi malam, dan apakah bermimpi sesuatu. Aku yang tidak ingin membahas kejadian yang ku alami ketika aku tidur tadi malam hanya menjawab tidurku nyenyak dan tidak mimpi apa-apa. Mendengar jawabanku itu terlihat Yudi dan orangtuanya sangat senang.
Hari itu kurasakan cuaca sangat terik. Barangkali karena aku sedang lemas akibat kurang tidur sehingga ku rasakan panas sekali. Angin pantai yang bertiup kencang pun tak mampu menghilangkan panas yang ku rasakan. Hingga ku rasa tak sanggup dengan cuaca panas siang itu, aku kemudian berkata kepada Yudi untuk mencari tempat berteduh. Yudi yang sedang asyik memancing mengiyakan keinginanku itu, namun ia tetap berpesan agar aku tidak jauh-jauh mencari tempat untuk berteduh. Aku mengiyakan pesan Yudi tersebut.
Selanjutnya aku mencari tempat untuk berteduh yang tidak jauh dari tempat Yudi sedang memancing. Mataku pun tertarik pada sebuah pohon rindang di tepi pantai. Aku kemudian pergi ke pohon rindang itu dan duduk dibawahnya. Ku lihat Yudi terus memperhatikanku untuk tahu kemana aku pergi. Setelah dia tahu dimana aku berteduh dan tempatnya tidak jauh dari tempatnya memancing, Yudi melanjutkan memancing.
Dibawah pohon rindang itu mulai kurasakan mengantuk akibat tadi malam kurang tidur. Dan angin pantai yang kencang makin membuaikan mataku untuk terpejam. Dalam kondisi telah mengantuk berat, tahu-tahu mataku melihat Rina sedang duduk dibawah sebuah pohon yang jaraknya tidak jauh dari tempat ku sedang duduk. Langsung saja mataku yang sedang mengantuk berat itu hilang.
Rina yang berkulit putih, rambutnya sebahu dengan bendo merah di kepalanya, memakai baju kaos putih bergambar dan celana jeans biru ketat terus memandangku sambil tersenyum. Mataku yang telah hilang mengantuknya itu terus tertuju kepada Rina. Hingga ku lihat Rina melambaikan tangannya memanggilku. Aku sempat menolak dengan isyarat tangan untuk menghampirinya. Namun Ria terus menerus melambaikan tangannya memanggilku. Entah apa yang ku fikirkan, akhirnya aku bangun dan berjalan menghampiri pohon tempat Rina sedang duduk dibawahnya.
Ketika telah tiba di bawah pohon tersebut, aku langsung duduk di dekat Rina. Aku langsung bertanya, kemana Rina tadi malam ketika duduk bersamaku di dalam pondok, mengapa tidak bilang jika akan pergi. Rina menjawab bahwa ia ada bilang untuk pergi dari pondok itu tadi malam, tapi karena aku sedang berbicara dengan temanku sehingga tidak mendengarnya dan tidak melihatnya keluar dari pondok itu. Senyum Rina yang ramah dan suaranya yang lembut itu telah menguasai jiwaku sehingga aku percaya dengan perkataannya. Selanjutnya kami larut dalam perbincangan sambil sesekali tertawa.
Hingga Rina berkata bahwa ia haus dan ingin minum air kelapa muda, maka ku bawalah ia mencari tempat orang berjualan air kelapa muda. Di tepi pantai Tanjung Batu banyak terdapat pondok-pondok yang disediakan bagi pengunjung yang ingin membeli makanan dan minuman. Kami pun kemudian duduk pada sebuah pondok yang jaraknya beberapa meter dari pohon tempat kami duduk.
Selanjutnya aku memberi tanda kepada seorang bapak penjual air kelapa muda yang berada tidak jauh dari pondok tempat kami duduk. Bapak penjual kelapa muda itu segera datang menghampiri dan bertanya ingin pesan apa. Maka ku jawab bahwa aku pesan kelapa muda dua buah. Mendengar jawabanku itu si Bapak tertawa, sambil bergurau ia bertanya apakah aku sangat haus sehingga memesan kelapa muda hingga dua buah. Aku yang masih belum mengerti maksud gurauan si Bapak itu menjawab saja bahwa aku pesan kelapa muda dua buah untuk dua orang. Spontan ekspresi wajah si Bapak berubah dan terlihat bingung dengan jawabanku itu.
Si Bapak kemudian mengulang lagi pertanyaannya dengan wajah serius apakah aku pesan kelapa muda satu atau dua. Kembali ku jawab bahwa aku pesan kelapa muda dua buah. Si Bapak yang sepertinya tidak ingin makin bingung kemudian mengiyakan saja pesananku itu.
Selanjutnya si Bapak bertanya lagi apakah aku ingin memesan makanan. Aku pun langsung bertanya kepada Rina yang duduk disampingku apakah ia lapar dan ingin makan. Rina hanya menggelengkan kepalanya saja sebagai tanda bahwa ia tidak lapar dan tidak ingin memesan makanan.
Si Bapak yang melihatku berbicara pada seseorang terlihat semakin bingung dan bertanya bahwa aku sedang berbicara dengan siapa. Aku yang masih belum mengerti maksud pertanyaan si Bapak menjawab bahwa aku sedang bertanya kepada temanku dan ia mengatakan tidak ingin memesan makanan, ia hanya memesan kelapa muda saja.
Mendengar jawabanku itu, terlihat kening si Bapak makin berkerut. Wajahnya sangat terlihat bingung. Namun ia tidak berkata apa-apa lagi. Si Bapak terus pergi sambil beberapa kali menoleh ke arahku.
Tak berapa lama si Bapak datang, dan membawa satu saja kelapa muda yang sudah dibuka ujungnya dengan pipet untuk menghisap airnya dan sendok untuk memakan isinya. Satu buah kelapa muda itu pun diletakkan di meja dihadapanku. Karena kulihat hanya satu saja yang dibawa oleh si Bapak, aku pun bertanya mana yang satunya lagi. Si Bapak dengan wajah dan nada sangat serius kembali bertanya agar yakin bahwa aku memang pesan kelapa muda dua buah. Aku dengan serius kembali menjawab bahwa aku pesan kelapa muda dua buah. Dengan ekspresi wajah tidak karuan si Bapak langsung pergi dan tidak lama kemudian datang lagi membawa satu lagi kelapa muda. Tanpa berkata apa-apa dan tidak ingin melihat wajahku si Bapak meletakkan kelapa muda itu di mejaku dan langsung meninggalkanku. Aku yang masih belum mengerti dengan tingkah si Bapak kemudian menggeser kelapa muda itu ke dekatku karena kelapa muda yang sebelumnya telah ku berikan kepada Rina.
Selanjutnya sambil menikmati air kelapa muda siang itu aku dan Rina menyambung pembicaraan. Tak lama kemudian ku lihat Yudi datang sambil membawa peralatan pancingnya menghampiri pondok tempat aku dan Rina sedang duduk. Sesampainya di pondok, dengan nada bercanda Yudi langsung berkata bahwa ia mencariku dan rupanya aku sedang duduk sendiri di pondok itu. Aku pun hanya menjawab dengan tertawa saja. Yudi kemudian menyambung candaannya bahwa aku ini sangat haus sekali sehingga memesan kelapa muda hingga dua buah. Aku yang akan menjawab perkataan Yudi itu menoleh kesampingku, tapi Rina yang sebelumnya duduk disampingku sudah tidak ada lagi. Sontak aku terdiam dan ekspresi wajahku langsung berubah.
Yudi yang melihat perubahan ekspresi wajahku langsung berubah serius setelah sebelumnya bercanda. Dengan wajah agak tegang Yudi bertanya aku dengan siapa. Ku jawab saja bahwa aku bersama Rina yang tadi malam ku kenal di pondok, tapi tahu-tahu sudah tidak ada, padahal tadi sedang duduk disampingku.
Mendengar jawabanku itu, Yudi yang sepertinya telah menduga apa yang sedang terjadi padaku langsung mengambil kelapa muda yang telah diminum Rina. Kelapa muda itu telah kosong, dan didalamnya terlihat sangat kering seakan-akan telah terpanaskan oleh sesuatu yang membuat isi didalamnya mengering. Yudi kemudian mencium pipet dan sendok yang bekas dipakai Rina. Langsung saja ia berkata bahwa pipet dan sendok tersebut berbau anyir darah.

------------------------
Bersambung.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...