DIARI RINA 1997
BAGIAN KEDUA
Hampir jam 12 malam aku dan Yudi sampai
di rumahnya. Rumahnya telah sepi. Orangtua dan saudara-saudaranya telah tidur.
Kami pun langsung ke kamar, dan masih melanjutkan berbincang-bincang tentang
kejadian yang ku alami bertemu Rina. Yudi mengatakan bahwa kejadian seperti ini
hanya bisa ditanyakan kepada pamannya, yaitu Pak Ngah Sanif.
Pak Ngah Sanif adalah adik ibunya
Yudi. Pak Ngah Sanif memiliki kemampuan supranatural. Aku kenal dengan Pak Ngah
Sanif, karena dulu waktu aku dan teman-temanku camping di Tanjung Batu, Pak
Ngah Sanif yang menyuruh kami pindah lokasi membangun tenda karena dikatakan
oleh Pak Ngah Sanif tidak aman untuk tempat camping. Pak Ngah Sanif kemudian menunjukkan
tempat teraman untuk kami camping. Pak Ngah Sanif lah yang menyuruh Yudi,
keponakannya, untuk menemani selama kami camping di Tanjung Batu. Inilah awal
mula aku mengenal Yudi dan keluarganya.
Setelah cukup lama kami berbincang-bincang,
akhirnya kami tertidur. Namun belum lama ku terlelap, ku rasakan ada yang
membangunkanku dengan menggoyang-goyangkan telapak kakiku. Aku pun terbangun
untuk melihat siapa yang menggoyang-goyangkan telapak kakiku. Tapi tak ku lihat
siapa pun. Sempat ku kira Yudi yang membangunkanku, namun ku lihat Yudi sedang
terlelap.
Aku pun berusaha untuk tidak
menghiraukannya, dan kembali berusaha untuk tidur. Cukup lama aku berusaha
untuk tidur. Fikiranku yang dipenuhi hal-hal yang tidak karuan berusaha ku
alihkan dengan memikirkan hal-hal yang positif. Hingga akhirnya aku terlelap
juga. Namun antara sadar dan tidak, aku merasakan ada yang membangunkanku
dengan menggoyang-goyangkan tanganku.
Kurasakan saat itu mataku terbuka,
dan terlihatlah olehku bahwa yang telah menggoyang-goyangkan tanganku itu
adalah Rina, wanita yang barusan ku kenal di pondok tepi pantai Tanjung Batu.
Rina dengan tersenyum terus menggoyang-goyangkan tanganku untuk menyuruhku
bangun. Meski mataku terbuka, namun aku tak dapat menggerakkan tubuhku. Aku
juga berusaha untuk bersuara, tapi tak juga mampu untuk bersuara.
Masih antara sadar dan tidak, dengan
kondisi mata terbuka dan tubuh yang tidak bisa di gerakkan serta tidak dapat
bersuara, terlihat olehku Rina mendekatkan wajahnya ke telingaku dan
membisikkan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang dibisikkannya itu. Karena yang ku
rasakan ada suara dengingan yang masuk ke telingaku. Suara dengingan itu terasa
ngilu di telingaku, dan menjalar ke kepala dan sekujur tubuhku. Terasa ngilu
sekali. Aku berusaha untuk bangun dan berteriak, tetapi tak mampu ku lakukan.
Tubuh dan lidahku benar-benar kaku.
Kemudian ku teringat pada bacaan
ayat Kursi, dan ku baca dalam hati, maka suara berdenging di telingaku dan rasa
ngilu di sekujur tubuhku mulai berkurang. Ayat Kursi itu pun ku baca
berulang-ulang dalam hati, hingga akhirnya dapat juga ku gerakkan kakiku, yang
kemudian dapat bergerak juga tubuhku. Maka dengan cepat aku bangun. Sambil
duduk diatas tempat tidur, aku berusaha mengendalikan diriku. Terasa jantungku
berdetak kencang, nafasku tersengal seakan barusan berlari jauh, telingaku
masih berdenging dan terasa ngilu.
Dengan sekuatnya aku berusaha
mengendalikan diri, ayat Kursi ku baca berulang-ulang dengan mulut yang telah
dapat ku gerakkan. Mataku kesana kemari mencari Rina yang tidak lagi terlihat
oleh mataku di kamar Yudi. Sempat terlintas hendak membangunkan Yudi, namun ku
lihat Yudi sangat lelap tidurnya, maka tidak jadilah aku membangunkan Yudi.
Setalah lama berusaha mengendalikan
diri, akhirnya ku rasakan diriku telah tenang. Mataku masih kesana kemari
melihat ke setiap sudut kamar barangkali masih ada Rina di kamar itu, namun
Rina tidak lagi terlihat oleh mataku. Cukup lama aku hanya duduk diatas tempat
tidur, hingga kemudian kembali ku rebahkan tubuhku.
Saat itu aku berusaha untuk tidak
tidur karena khawatir kejadian tadi berulang. Mataku masih melihat kesana
kemari, dan mulutku masih terus membaca ayat Kursi dan ayat-ayat lain yang ku
ketahui. Entah berapa lama aku terjaga malam itu, hingga akhirnya aku terlelap
juga.
Namun kemudian aku terbangun karena
mendengar suara Yudi yang mengajakku untuk bersiap-siap sholat Shubuh ke Surau
sambil ia menepuk-nepuk bahuku. Dengan perasaan lemas ku buka mataku dan
langsung bangun. Tanpa banyak berkata, ku ikuti Yudi untuk bersiap-siap sholat
Shubuh ke Surau. Setelah bersiap, kami selanjutnya turun ke Surau untuk
menunaikan Sholat Shubuh.
------------------------
Kamis, 8 Mei 1997, setelah sarapan
pagi, aku diajak Yudi memancing di Tanjung Batu. Ketika sarapan pagi, Yudi dan
orangtuanya sempat bertanya bagaimana tidurku tadi malam, dan apakah bermimpi
sesuatu. Aku yang tidak ingin membahas kejadian yang ku alami ketika aku tidur
tadi malam hanya menjawab tidurku nyenyak dan tidak mimpi apa-apa. Mendengar
jawabanku itu terlihat Yudi dan orangtuanya sangat senang.
Hari itu kurasakan cuaca sangat
terik. Barangkali karena aku sedang lemas akibat kurang tidur sehingga ku
rasakan panas sekali. Angin pantai yang bertiup kencang pun tak mampu
menghilangkan panas yang ku rasakan. Hingga ku rasa tak sanggup dengan cuaca
panas siang itu, aku kemudian berkata kepada Yudi untuk mencari tempat
berteduh. Yudi yang sedang asyik memancing mengiyakan keinginanku itu, namun ia
tetap berpesan agar aku tidak jauh-jauh mencari tempat untuk berteduh. Aku
mengiyakan pesan Yudi tersebut.
Selanjutnya aku mencari tempat untuk
berteduh yang tidak jauh dari tempat Yudi sedang memancing. Mataku pun tertarik
pada sebuah pohon rindang di tepi pantai. Aku kemudian pergi ke pohon rindang
itu dan duduk dibawahnya. Ku lihat Yudi terus memperhatikanku untuk tahu kemana
aku pergi. Setelah dia tahu dimana aku berteduh dan tempatnya tidak jauh dari
tempatnya memancing, Yudi melanjutkan memancing.
Dibawah pohon rindang itu mulai
kurasakan mengantuk akibat tadi malam kurang tidur. Dan angin pantai yang
kencang makin membuaikan mataku untuk terpejam. Dalam kondisi telah mengantuk
berat, tahu-tahu mataku melihat Rina sedang duduk dibawah sebuah pohon yang
jaraknya tidak jauh dari tempat ku sedang duduk. Langsung saja mataku yang
sedang mengantuk berat itu hilang.
Rina yang berkulit putih, rambutnya
sebahu dengan bendo merah di kepalanya, memakai baju kaos putih bergambar dan
celana jeans biru ketat terus memandangku sambil tersenyum. Mataku yang telah
hilang mengantuknya itu terus tertuju kepada Rina. Hingga ku lihat Rina
melambaikan tangannya memanggilku. Aku sempat menolak dengan isyarat tangan
untuk menghampirinya. Namun Ria terus menerus melambaikan tangannya
memanggilku. Entah apa yang ku fikirkan, akhirnya aku bangun dan berjalan
menghampiri pohon tempat Rina sedang duduk dibawahnya.
Ketika telah tiba di bawah pohon
tersebut, aku langsung duduk di dekat Rina. Aku langsung bertanya, kemana Rina
tadi malam ketika duduk bersamaku di dalam pondok, mengapa tidak bilang jika
akan pergi. Rina menjawab bahwa ia ada bilang untuk pergi dari pondok itu tadi
malam, tapi karena aku sedang berbicara dengan temanku sehingga tidak
mendengarnya dan tidak melihatnya keluar dari pondok itu. Senyum Rina yang
ramah dan suaranya yang lembut itu telah menguasai jiwaku sehingga aku percaya
dengan perkataannya. Selanjutnya kami larut dalam perbincangan sambil sesekali
tertawa.
Hingga Rina berkata bahwa ia haus
dan ingin minum air kelapa muda, maka ku bawalah ia mencari tempat orang
berjualan air kelapa muda. Di tepi pantai Tanjung Batu banyak terdapat
pondok-pondok yang disediakan bagi pengunjung yang ingin membeli makanan dan
minuman. Kami pun kemudian duduk pada sebuah pondok yang jaraknya beberapa
meter dari pohon tempat kami duduk.
Selanjutnya aku memberi tanda kepada
seorang bapak penjual air kelapa muda yang berada tidak jauh dari pondok tempat
kami duduk. Bapak penjual kelapa muda itu segera datang menghampiri dan
bertanya ingin pesan apa. Maka ku jawab bahwa aku pesan kelapa muda dua buah.
Mendengar jawabanku itu si Bapak tertawa, sambil bergurau ia bertanya apakah
aku sangat haus sehingga memesan kelapa muda hingga dua buah. Aku yang masih
belum mengerti maksud gurauan si Bapak itu menjawab saja bahwa aku pesan kelapa
muda dua buah untuk dua orang. Spontan ekspresi wajah si Bapak berubah dan
terlihat bingung dengan jawabanku itu.
Si Bapak kemudian mengulang lagi
pertanyaannya dengan wajah serius apakah aku pesan kelapa muda satu atau dua.
Kembali ku jawab bahwa aku pesan kelapa muda dua buah. Si Bapak yang sepertinya
tidak ingin makin bingung kemudian mengiyakan saja pesananku itu.
Selanjutnya si Bapak bertanya lagi
apakah aku ingin memesan makanan. Aku pun langsung bertanya kepada Rina yang
duduk disampingku apakah ia lapar dan ingin makan. Rina hanya menggelengkan
kepalanya saja sebagai tanda bahwa ia tidak lapar dan tidak ingin memesan
makanan.
Si Bapak yang melihatku berbicara
pada seseorang terlihat semakin bingung dan bertanya bahwa aku sedang berbicara
dengan siapa. Aku yang masih belum mengerti maksud pertanyaan si Bapak menjawab
bahwa aku sedang bertanya kepada temanku dan ia mengatakan tidak ingin memesan
makanan, ia hanya memesan kelapa muda saja.
Mendengar jawabanku itu, terlihat
kening si Bapak makin berkerut. Wajahnya sangat terlihat bingung. Namun ia
tidak berkata apa-apa lagi. Si Bapak terus pergi sambil beberapa kali menoleh
ke arahku.
Tak berapa lama si Bapak datang, dan
membawa satu saja kelapa muda yang sudah dibuka ujungnya dengan pipet untuk
menghisap airnya dan sendok untuk memakan isinya. Satu buah kelapa muda itu pun
diletakkan di meja dihadapanku. Karena kulihat hanya satu saja yang dibawa oleh
si Bapak, aku pun bertanya mana yang satunya lagi. Si Bapak dengan wajah dan
nada sangat serius kembali bertanya agar yakin bahwa aku memang pesan kelapa
muda dua buah. Aku dengan serius kembali menjawab bahwa aku pesan kelapa muda
dua buah. Dengan ekspresi wajah tidak karuan si Bapak langsung pergi dan tidak
lama kemudian datang lagi membawa satu lagi kelapa muda. Tanpa berkata apa-apa
dan tidak ingin melihat wajahku si Bapak meletakkan kelapa muda itu di mejaku
dan langsung meninggalkanku. Aku yang masih belum mengerti dengan tingkah si
Bapak kemudian menggeser kelapa muda itu ke dekatku karena kelapa muda yang
sebelumnya telah ku berikan kepada Rina.
Selanjutnya sambil menikmati air
kelapa muda siang itu aku dan Rina menyambung pembicaraan. Tak lama kemudian ku
lihat Yudi datang sambil membawa peralatan pancingnya menghampiri pondok tempat
aku dan Rina sedang duduk. Sesampainya di pondok, dengan nada bercanda Yudi
langsung berkata bahwa ia mencariku dan rupanya aku sedang duduk sendiri di
pondok itu. Aku pun hanya menjawab dengan tertawa saja. Yudi kemudian
menyambung candaannya bahwa aku ini sangat haus sekali sehingga memesan kelapa
muda hingga dua buah. Aku yang akan menjawab perkataan Yudi itu menoleh
kesampingku, tapi Rina yang sebelumnya duduk disampingku sudah tidak ada lagi.
Sontak aku terdiam dan ekspresi wajahku langsung berubah.
Yudi yang melihat perubahan ekspresi
wajahku langsung berubah serius setelah sebelumnya bercanda. Dengan wajah agak
tegang Yudi bertanya aku dengan siapa. Ku jawab saja bahwa aku bersama Rina
yang tadi malam ku kenal di pondok, tapi tahu-tahu sudah tidak ada, padahal
tadi sedang duduk disampingku.
Mendengar jawabanku itu, Yudi yang
sepertinya telah menduga apa yang sedang terjadi padaku langsung mengambil
kelapa muda yang telah diminum Rina. Kelapa muda itu telah kosong, dan
didalamnya terlihat sangat kering seakan-akan telah terpanaskan oleh sesuatu
yang membuat isi didalamnya mengering. Yudi kemudian mencium pipet dan sendok
yang bekas dipakai Rina. Langsung saja ia berkata bahwa pipet dan sendok
tersebut berbau anyir darah.
------------------------
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar