PH.
RASIP ODDY
SEJARAH
TERBENTUKNYA KECAMATAN TOBA
Kecamatan Toba adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sanggau yang dahulunya disebut Embuloh merupakan kawasan hutan rimba yang belum
berpenghuni. Hingga suatu ketika, datanglah serombongan masyarakat dari Suku
Dayak Desa yang memiliki hubungan kekeluargaan yang terdiri dari beberapa
kepala keluarga yaitu :
1.
Ph. Rasip Oddy
atau Nek Uban.
2.
Sekolah atau Nek Ruek.
3.
Ratan atau Nek Bangal.
4.
Jalak atau Nek Dengkel.
5.
Sarek atau Nek Lambong.
6.
Nia atau Nek Dendok.
7.
Deroy atau Nek Bekok.
8.
Nek Goah.
Rombongan keluarga yang dipimpin oleh PH. Raseb Oddiy atau
Nek Uban ini sebelumnya bermukim di Dawak Bungkang. Adapun orang-orang tua
rombongan tersebut sebelum bermukim di Dawak Bungkang berasal dari Songkong.
Sebelum menetap di Dawak Bungkang, Orang-orang tua mereka sempat bermukim di
Dawak Belungai. Sedangkan nenek moyang mereka dahulunya berasal dari Desa Ayau
dan Enggaday yang merupakan wilayah Desa Sembilan Demong Sepuluh.
Nenek moyang mereka ini adalah kelompok masyarakat suku
Dayak Cupang Desa yang sebelumnya bermukim di Laman Sengkuang. Adapun nenek
moyang mereka sebelumnya yang bermukim di Laman Sengkuang, berasal dari wilayah
Hulu Aik di Ketapang, yang berpindah dan membangun pemukiman di Laman
Sengkuang. Setelah beberapa generasi, nenek moyang mereka berpindah ke beberapa
tempat yang diantaranya yaitu ke Ayau, Enggaday, Meranggau, Balai Tinggi dan
Dusun Nek Cincin.
Perpindahan
nenek moyang mereka dari Laman Sengkuang setelah mendapat kabar bahwa kaum
kerabat mereka telah ramai bermukim di wilayah Madong dan wilayah Gunung
Cupang. Di kedua wilayah ini, kaum kerabat mereka telah hidup makmur dan
sejahtera karena kondisi kedua wilayah tersebut yang subur sehingga menarik
minat mereka untuk berpindah ke wilayah tersebut. Selain itu didapatkan kabar
juga bahwa sumber daya alam dikedua wilayah tersebut sangat banyak sehingga
menjadi jaminan bahwa kehidupan keluarga mereka akan makmur dan sejahtera nantinya.
Sebelum ke
wilayah Embuloh, rombongan PH. Rasip Oddy atau Nek Uban sempat membuat laman di
wilayah Nek Demang Janggut di Desa Lumut. Karena dirasakan wilayah Nek Demang
Janggut kurang subur untuk berlandang dan bertani, sehingga rombongan tersebut berpindah
lagi dan membuka laman di Embuloh. Embuloh merupakan nama sebuah pohon yang
tumbuh diwilayah tersebut sehingga wilayah tersebut disebut Embuloh. Pohon
Embuloh ini dikabarkan sulit terpotong ketika masyarakat akan membuka lahan,
sehingga wilayah itu disebut Embuloh.
Di wilayah
Embuloh ini, PH. Rasip Oddy atau Nek Uban memimpin rombongannya membuka laman
dan membangun pemukiman yang terdiri dari delapan keluarga tersebut. Delapan
keluarga ini menjadi awal mula keberadaan penduduk di wilayah Embuloh.
Beberapa tahun berikutnya, muncullah ide PH. Rasip Oddy
yang disampaikannya kepada ketujuh kepala keluarga lainnya untuk mengajak
kerabat mereka lainnya menetap di Embuloh. Ide
PH. Rasip Oddy ini disetujui oleh ketujuh kepala keluarga tersebut. Maka pada
awal tahun 1960-an, PH. Rasip Oddy menemui pihak kerabatnya di Dawak Belungai
dan Dawak Bungkang untuk mengajak bermukim di wilayah Embuloh. Namun tidak
semua pihak kerabat PH. Rasip Oddy yang bersedia mengikuti ajakan tersebut,
hanya beberapa kerabat saja yang mau pindah dan bermukim di wilayah Embuloh.
Karena
dirasakan penduduk yang bermukim masih belum ramai, PH. Rasip Oddy selanjutnya
menemui kelompok masyarakat suku Dayak Tobang di Meliau untuk mengajak mereka
pindah dan bermukim di wilayah Embuloh. Masyarakat suku Dayak Tobang di Meliau
ini merupakan kelompok suku Dayak yang berasal dari Tebang Benua. Ajakan PH.
Rasip Oddy itu mendapat sambutan yang baik dari Suku Dayak Tobang di Meliau,
meski tidak banyak yang bersedia pindah dan bermukim di Embuloh, namun jumlah
kepala keluarga Suku Dayak Tobang dari Meliau yang kemudian membangun rumah di
wilayah Embuloh lebih banyak dari jumlah kerabat PH. Rasip Oddy sendiri.
Rupanya
perpindahan kepala keluarga Suku Dayak Tobang dari Meliau ini ke wilayah
Embuloh terdengar oleh pihak kerabat mereka yang pada masa itu banyak bermukim
di pesisir Kapuas yang disebut juga sebagai Orang Kapuas. Mereka jadi tertarik
dan beramai-ramai pindah dan menetap di Embuloh. Kebanyakan kepala keluarga
Suku Dayak Tobang atau Orang Kapuas ini berasal dari pesisir kampung Bagan
Asam, kampung Kelapuk dan kampung Sansat. Dengan begitu banyaknya kepala
keluarga Suku Dayak Tobang yang berpindah dan membangun rumah di wilayah
Embaloh sehingga kelompok Suku Dayak Tobang ini menjadi kelompok mayoritas
terbesar di wilayah Embuloh pada masa itu.
Berpindahnya
kepala keluarga Suku Dayak Tobang ternyata terdengar juga oleh kelompok Suku
Dayak Banyuke. Mereka jadi tertarik juga untuk meramaikan wilayah Embuloh yang
telah dirintis PH. Rasip Oddy atau Nek Uban. PH. Rasip Oddy kemudian memberikan
mereka lahan untuk tempat tinggal, maka bermukimlah Suku Dayak Banyuke yang
datang dari Meliau dan kampung Mangkup di Embuloh. PH. Rasip Oddy memberikannya secara cuma-cuma lahan
tersebut demi kemajuan dan perkembangan wilayah Embuloh yang telah dirintisnya.
Bermukimnya
beberapa kepala keluarga dari Suku Dayak Banyuke di Embuloh rupanya terdengar
juga oleh kerabat mereka yang pada masa itu banyak bermukim di wilayah Kemantan
dan Mungguk Pasir. Mereka jadi tertarik juga untuk pindah dan bermukim di
wilayah Embuloh. Maka beramai-ramailah kepala keluarga Suku Dayak Banyuke dari
wilayah Kemantan dan Mungguk Pasir pindah dan bermukim di wilayah Embuloh. PH.
Rasip Oddy memberikan lahan secara cuma-cuma, untuk mereka membangun rumah dan
ladang di wilayah Embuloh.
Adapun nenek moyang Suku Dayak
Banyuke dari Kemantan ini berasal dari wilayah Sembiu dan Kalong. Pada masa
dahulu mereka disebut sebagai Orang Tobak, namun pada generasi berikutnya
mereka lebih disebut sebagai Orang Banyuke, setelah diketahui bahwa nenek
moyang mereka di Sembiu dan Kalong berasal dari wilayah Banyuke. Ramainya
kepala keluarga dari Suku Dayak Banyuke yang bermukim di wilayah Embuloh,
menjadikan kelompok suku Dayak Banyuke sebagai kelompok suku terbanyak kedua
yang menetap di wilayah Embuloh setelah suku Dayak Tobang.
Dengan telah ramainya orang
bermukim di wilayah Embuloh, maka diperlukan seorang pemimpin di wilayah itu.
Penduduk Embuloh selanjutnya sepakat untuk menunjuk PH. Rasip Oddy atau Nek Uban
sebagai Temenggung guna memimpin wilayah tersebut. Beberapa waktu berikutnya
setelah PH. Rasip Oddy diangkat sebagai Temenggung oleh masyarakat Embuloh,
barulah kerabat PH. Rasip Oddy beramai-ramai pindah dan bermukim di Embuloh. Dengan
bermukimnya kerabat Temenggung PH. Rasip Oddy dari Dawak Belungai dan Dawak
Bungkang yang merupakan kelompok suku Dayak Desa sehingga suku Dayak ini
menjadi kelompok suku terbanyak ketiga di wilayah Embuloh setelah Suku Dayak
Tobang dan Banyuke.
Pada tahun tahun berikutnya,
wilayah Embuloh semakin ramai ditempati oleh masyarakat dari berbagai wilayah.
Temenggung PH. Rasip Oddy semakin yakin bahwa wilayah Embuloh yang dahulunya
sering dikatakan orang sebagai ‘Sarang
Hantu’, namun berhasil dirintisnya itu kelak akan semakin maju dan
berkembang menjadi sebuah kota.
Dengan semakin ramainya penduduk
yang menetap di Embuloh, timbul permasalahan berupa sulitnya akses atau
transportasi menuju ke Embuloh ataupun keluar wilayah Embuloh. Pada masa itu
masyarakat sangat tergantung pada sarana transportasi air yaitu melalui jalur
sungai. Tidak adanya akses atau sarana transportasi sangat terasa ketika masyarakat
Embuloh akan menjual hasil panen atau ada keperluan keluar wilayah Embuloh,
dimana mereka harus pergi ke wilayah tepi sungai dahulu yang selanjutnya
menggunakan transportasi air berupa kapal, sampan dan sejenisnya. Selain itu
bagi orang luar yang memiliki keperluan ke Embuloh baik untuk berkunjung ke
kerabat mereka atau berdagang dan sebagainya, mereka mesti turun ke wilayah
tepi sungai dahulu karena belum terdapat akses atau jalur transportasi darat. Selanjutnya
mereka melanjutkan berjalan kaki menuju ke Embuloh. Kondisi yang sulit tersebut
menjadikan perpindahan kembali penduduk Embuloh ke wilayah baru yang lebih
dekat dengan jalur sungai. Wilayah baru itu kemudian disebut sebagai Kampung
Baru.
Melihat kondisi demikian,
Temenggung PH. Rasip Oddy menghimbau penduduk Embuloh agar tetap bertahan di
Embuloh dan tidak berpindah ke Kampung Baru. Temenggung PH. Rasip Oddy meyakinkan
bahwa kelak akan ada akses untuk transportasi darat ke Embuloh. Namun apa yang
disampaikan Temenggung PH. Rasip Oddy ini tidak diyakini oleh penduduk Embuloh.
Apalagi pada masa itu wilayah Embuloh adalah salah satu wilayah Kecamatan
Meliau, sehingga jika penduduk Embuloh memiliki keperluan untuk membuat KTP, KK
atau yang lainnya, harus pergi ke Meliau. Guna mempermudah keperluan itu, maka
penduduk Embuloh banyak yang pindah ke Kampung Baru.
Selain itu belum tersedianya
sarana pendidikan yang memadai di Embuloh pada masa tersebut sehingga anak-anak
penduduk Embuloh banyak yang bersekolah ke Meliau bahkan ada yang bersekolah ke
Sekadau dengan fasilitasi dari sebuah Yayasan Katolik. Anak-anak penduduk
Embuloh yang bersekolah ke Meliau dan Sekadau ini enggan pulang ke Embaloh jika
bukan libur panjang karena belum adanya jalur transportasi darat menuju ke
kampung mereka, dan jikapun mereka berkeras untuk pulang, maka memerlukan waktu
yang lama hingga beberapa hari baru mereka dapat tiba di kampung mereka di Embuloh.
Karena beberapa permasalahan tersebut, sehingga apa yang disampaikan Temenggung
PH. Rasip Oddy tidak didengar dan diyakini oleh penduduk Embuloh. Mereka tetap
berkeras pindah ke Kampung Baru.
Pada tahun 1963, Temenggung PH.
Rasip Oddy terpilih sebagai Lurah. Temeggung PH. Rasip Oddy memanfaatkan
sebaik-baiknya kesempatan itu untuk mewujudkan segala cita-citanya yang ingin
menjadikan Embuloh menjadi sebuah kota. Permulaan yang dilakukannya adalah
merintis akses atau jalan transportasi darat. Dengan mengerahkan masyarakat
Embuloh, PH. Rasip Oddy memimpin pembukaan hutan untuk merintis jalan darat
menuju ke Embuloh.
Metode yang dipergunakan
Temenggung PH. Rasip Oddy tergolong unik, yaitu masyarakat Embuloh disuruh
mengikuti bunyi kentungan yang dipukulnya. Kemana arah bunyi kentungan itu,
maka masyarakat disuruh menebas hutan mengikuti bunyi kentungan itu.
Tempat-tempat yang ditebas oleh masyarakat Embuloh ini kemudian menjadi jalan
darat menuju Embuloh. Temenggung PH. Rasip Oddy benar-benar mempergunakan segala
instingnya secara otodidak dalam memimpin masyarakat Embuloh untuk membuka
hutan guna terciptanya jalan darat menuju Embuloh. Meski metodenya ini sangat
unik, namun masyarakat mengikuti saja apa yang diperintahkannya.
Metode yang dipergunakan oleh
Temenggung PH. Rasip Oddy ini sempat menjadi candaan anak-anaknya karena sangat
unik dengan mengatakan bagaimana jika bunyi kentungan tersebut terbawa angin,
tentunya masyarakat akan keliru mengikuti arah yang dimaksud. Namun rupanya
selama pembuatan rintisan jalan darat menggunakan metode Temenggung PH. Rasip
Oddy yang unik itu tidak pernah keliru. Kentungan yang dipukul Temenggung PH.
Rasip Oddy tidak lari kesana kemari bunyinya, sehingga terciptalah jalan darat
menuju Embuloh yang hingga kini masih ada, bahkan telah menjadi jalan Trans
Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah.
Setelah terciptanya rintisan
jalan darat menuju Embuloh, selanjutnya Temenggung PH. Rasip Oddy menyampaikan lagi
gagasannya kepada masyarakat untuk memperjuangkan Embuloh menjadi salah satu
wilayah administrasi kecamatan di Kabupaten Sanggau yang terpisah dari
Kecamatan Meliau. Hal tersebut karena Temenggung PH. Rasip Oddy melihat
masyarakat di wilayah Embuloh dan sekitarnya harus bersusah payah ke Meliau
jika akan mengurus keperluan administrasi pemerintahan seperti membuat KTP dan
KK. Selain itu agar wilayah Embuloh semakin berkembang dan maju jika telah
menjadi Kota Kecamatan.
Gagasan yang disampaikan
Temenggung PH. Rasip Oddy itu mendapat dukungan dari masyarakat, namun untuk
memperjuangkan Embuloh sebagai Kota Kecamatan merupakan suatu yang tidak mudah.
Dengan kepercayaan dirinya, Temenggung PH. Rasip Oddy menyampaikan segala
rencana dan langkah-langkah yang akan dilakukannya untuk mewujudkan gagasan
tersebut. Setelah mendapat dukungan dari masyarakat, maka Temenggung PH. Rasip
Oddy mulai melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau. Hal
pertama yang dilakukannya adalah berkoordinasi dengan Kecamatan Meliau. Camat
Meliau pada saat itu tidak keberatan jika wilayah Embuloh dan sekitarnya ingin
membentuk kecamatan sendiri dan terpisah dari Kecamatan Meliau. Namun untuk
keputusan lebih lanjutnya masih tergantung pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Sanggau yang berpusat di Kota Sanggau.
Setelah berkoordinasi dengan pihak
Kecamatan Meliau, Temenggung PH. Rasip Oddy selanjutnya pergi ke Kota Sanggau
untuk menemui Bupati Sanggau yang pada masa tersebut dijabat oleh Bapak Bupati
M.Th. Djaman. Bapak Bupati M.Th. Djaman menyambut baik keinginan masyarakat
Embuloh yang ingin membentuk kecamatan sendiri, namun untuk keputusan lebih
lanjut, Temenggung PH. Rasip Oddy harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan
Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat yang berpusat di Kota Pontianak.
Selanjutnya berangkatlah
Temenggung PH. Rasip Oddy ke Kota Pontianak. Sesampainya di Kota Pontianak,
dengan percaya diri dan keberaniannya, Temenggung PH. Rasip Oddy langsung
menemui Bapak Gubernur Kalimantan Barat yang pada masa itu dijabat oleh Bapak
Y.C. Oevang Oeray. Tanpa ada hambatan sedikitpun, Temenggung PH. Rasip Oddy
melewati keprotokoleran di kantor Gubernur Kalimantan Barat. Dalam pertemuannya
dengan Bapak Gubernur Y.C. Oevang Oeray, Temenggung PH. Rasip Oddy menyampaikan
aspirasi masyarakat Embuloh yang menginginkan terbentuknya kecamatan baru di
Kabupaten Sanggau. Bapak Gubernur Y.C. Oevang Oeray menyambut baik rencana
tersebut dan menyampaikan bahwa pembentukan kecamatan baru mesti dituangkannya
dalam suatu gagasan tertulis. Penyampaian dari Bapak Gubernur Y.C. Oevang Oeray
tersebut diterima oleh Temenggung PH. Rasip Oddy.
Ketika pulang kembali ke Embuloh,
segeralah Temenggung PH. Rasip Oddy membuat gagasan tertulis beserta desain
ibukota kecamatan. Kemana pun berada, beliau selalu terlihat memegang selembar
kertas dan alat tulis. Jika beliau lupa membawa alat tulis, maka akan dicarinya
benda-benda yang dapat ditulisinya ketika muncul inspirasi untuk melengkapi
idenya.Temenggung PH. Rasip Oddy adalah seorang visionaris yang futuristik,
karena ide dan gagasannya selalu jauh kedepan. Ketika orang-orang belum
memikirkan hal tersebut, maka beliau telah memikirkannya. Apa yang
difikirkannya dituangkan dalam ide dan gagasan tertulisnya itu. Dalam desain
ibukota kecamatan tersebut dirancangnya juga sebuah lapangan pesawat terbang. Untuk
lahan sebagai kantor pemerintahan, kantor keamanan dan gedung pendidikan,
Temenggung PH. Rasip Oddy menghibahkan tanah miliknya.
Selanjutnya ia menyampaikan
gagasan tertulis dan desain yang telah dibuatnya itu kepada masyarakat. Gagasan
dan rancangan miliknya tersebut disetujui oleh masyarakat. Dalam pertemuan
dengan masyarakat tersebut dibahas juga rencana nama untuk kecamatan yang akan
mereka bentuk. Awalnya muncul pendapat dari sebagian masyarakat untuk memberi
nama kecamatan yang baru tersebut dengan nama ‘Dawak’, karena menurut mereka, orang-orang tua mereka dahulunya
menyebut wilayah tersebut dengan sebutan ‘Dawak’.
Namun muncul lagi pendapat dari
sebagian masyarakat lainnya yang menyarankan untuk memberi nama wilayah
tersebut dengan nama ‘Toba’, yang
berasal dari kata ‘Tobang’ atau ‘Tobak’, yang berarti ‘Menebang’, dengan maksud bahwa wilayah
tersebut dahulunya adalah hutan belantara yang tidak berpenghuni yang kemudian telah
dibersihkan atau ditebang hutannya oleh masyarakat sehingga ramai ditempati
orang dan menjadi sebuah kota. Selain itu, terdapat juga pendapat yang
mengatakan bahwa wilayah tersebut pada zaman dahulunya bernama ‘Tobang’ atau ‘Tobak’, yang merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kepatihan
Patih Sugan, dan merupakan penyebutan untuk suku Dayak Banyuke yang banyak
menempati wilayah tersebut. Suku Dayak Banyuke disebut Tobak karena yang
memimpin mereka memasuki wilayah dari Piasak hingga Embuloh pada masa dahulu
adalah seseorang yang bergelar Patih Raja bernama Tobak. Wilayah Tobak ini
merupakan salah satu wilayah Kepatihan dari sepuluh Raja pada masa kerajaan
dahulunya.
Karena terdapat beberapa pendapat
tentang nama yang tepat untuk dipergunakan bagi kecamatan yang baru tersebut,
maka Temenggung PH. Rasip Oddy memberikan pendapat untuk sebaiknya mempergunakan
nama ‘Toba’ saja dengan dasar bahwa
terbangunnya wilayah Embuloh dilakukan oleh tiga suku terbesar di wilayah
tersebut yaitu Suku Dayak Tobang, Banyuke dan Desa. Sehingga nama ‘Toba’
merupakan singkatan dari nama tiga suku Dayak yaitu ‘Tobang, Banyuke dan Desa’.
Pendapat Temenggung PH. Rasip Oddy disetujui oleh masyarakat.
Setelah memusyawarahkan gagasan
tertulis dan rancangannya dengan masyarakat, selanjutnya Temenggung PH. Rasip
Oddy pergi ke Kota Sanggau untuk bertemu dengan Bapak Bupati M.Th. Djaman. Bapak
Bupati Sanggau menyetujui gagasan tertulis dan rancangan kota kecamatan yang
telah dibuat oleh Temenggung PH. Rasip Oddy. Begitu juga ketika menemui Bapak
Gubernur Y.C. Oevang Oeray di Kota Pontianak, Gubernur Kalimanan Barat itu juga
sangat menyetujui gagasan tertulisnya yang memiliki pemikiran sangat maju untuk
pengembangan kota kecamatan itu nantinya. Maka selanjutnya tinggal menunggu
keputusan dari Pemerintah untuk mengesyahkan terbentuknya sebuah kecamatan baru
di Kabupaten Sanggau yang diberi nama Kecamatan Toba dan beribukota di Embuloh.
Selama pengurusan pembentukan
kecamatan yang baru tersebut ke Kota Sanggau dan Kota Pontianak, Temenggung PH.
Rasip Oddy selalu mengunjungi tempat-tempat yang sedang dilakukan pembangunan.
Ia selalu mempelajari bentuk-bentuk pembangunan di tempat-tempat itu. Jika ada
tukang yang sedang membangun gedung atau rumah, ia akan singgah untuk belajar metode
pertukangan sehingga ia menjadi mahir dalam pertukangan. Selama di Kota Sanggau
dan Kota Pontianak, Temenggung PH. Rasip Oddy jarang mempergunakan kendaraan,
ia lebih senang berjalan kaki meskipun tempat yang dituju sangat jauh jaraknya.
Suatu ketika ia membawa sekelompok
orang Jawa untuk menempati wilayah kecamatan baru yang akan dibentuknya.
Kelompok orang Jawa ini kemudian diberinya tanah untuk membangun rumah dan
lahan pertanian yang ditempatkan diwilayah Nek Gajah. Bahkan dibawanya juga guru-guru dari
suku Jawa untuk mengajar di Sekolah Dasar ditempatnya. Sekolah Dasar itu
dibangun diatas lahan miliknya yang dihibahkannya kepada Pemerintah yang
kemudian menjadi SD Bantuan untuk Teraju.
Akhirnya
usaha untuk menciptakan kecamatan yang baru diwilayah tempat tinggalnya itu
terwujud. Pada tahun 1965, keluarlah surat usulan dari Bupati Sanggau untuk pembentukan kecamatan baru di daerah Kabupaten Sanggau
dengan surat nomor 470/I-1965 pada tanggal 24 Februari 1965 dan
surat nomor 671/I-Pem-1965 pada tanggal 24 Februari 1965.
Sebagai tindak lanjut dari usulan
Bupati Sanggau tersebut, maka terbitlah Surat Keputusan Gubernur
Kalimantan Barat dengan Nomor 007/I-A/1965 tanggal 20 Maret 1965 tentang
Pembentukan Kecamatan Baru dalam Daerah Kabupaten Sanggau. Berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur tersebut, maka Kecamatan Meliau dibagi menjadi dua
bagian yaitu Kecamatan Meliau yang beribukota di Meliau dan Kecamatan Toba yang pada masa itu beribukota di Embuloh.
Beberapa bulan setelah terbitnya
Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat, terjadilah tragedi pemberontakan G
30/S PKI di Indonesia. Akibat tragedi itu, banyak tokoh militer, pemerintahan
dan masyarakat yang ditangkap oleh Tentara Indonesia karena terindikasi
terlibat dalam pemberontakan tersebut. Di Kalimantan Barat lebih banyak suku
Tionghoa yang ditangkap aparat keamanan karena dituding terlibat dalam organisasi
partai Komunis tersebut. Karena takut tertangkap oleh aparat keamanan sehingga
banyak suku Tionghoa yang tidak terlibat organisasi Partai Komunis pindah dari
tempat tinggalnya, termasuk salah satunya kelompok suku Tionghoa dari Montrado,
Bengkayang. Mereka pindah ke wilayah Embuloh untuk menghindari tuduhan terlibat
dalam organisasi terlarang tersebut. Orang-orang Tionghoa tersebut meminta izin
kepada Temenggung PH. Rasip Oddy untuk membangun tempat tinggal di wilayah
Embuloh.
Setelah yakin bahwa Orang-orang
Tionghoa dari Montrado yang datang ke Embuloh tersebut tidak terlibat dengan peristiwa
pemberontakan G 30/S PKI yang telah mengacaukan keamanan di Indonesia, Temenggung
PH. Rasip Oddy kemudian memberikan izin bagi mereka untuk bermukim di wilayah
Embuloh. Temenggung PH. Rasip Oddy juga memberikan mereka tanah untuk membangun
rumah dan berladang secara cuma-cuma. Orang-orang suku Tionghoa dari Montrado tersebut
juga dilindungi keselamatannya oleh Temengung PH. Rasip Oddy. Dengan
bermukimnya Orang-orang suku Tionghoa dari Motrado, maka semakin ramailah
wilayah Embuloh.
Beberapa bulan berikutnya, pada
tanggal 22 Juni 1966, Kecamatan Toba diresmikan sebagai kecamatan baru oleh
Gubernur Kalimantan Barat Y.C. Oevang Oeray di Embuloh. Semula ibukota
Kecamatan Toba bernama Embuloh. Namun pada hari peresmian Kecamatan Toba, nama
Embuloh diganti dengan Teraju, yaitu
nama sebuah sungai yang ada di wilayah Embuloh. Namun menurut riwayat lainnya
menyebutkan bahwa nama Teraju diambil dari kata “Tera” yaitu sejenis Timbangan Emas pada zaman Kepatihan Patih
Sugan dahulu yang menurut para Tetua di Embuloh, terjatuh di sungai. Tera atau
Timbangan Emas itu tidak dapat diangkat kembali ke daratan yang akhirnya sungai
tersebut dinamai sungai Teraju.
Setelah diresmikannya Kecamatan
Toba yang beribukota di Teraju, maka terwujudlah cita-cita Temenggung PH. Rasip
Oddy selama ini yang ingin menjadikan wilayah Embuloh yang telah dirintisnya
menjadi sebuah kota. Wilayah tersebut semakin hari semakin ramai dikunjungi dan
ditempati orang. Temenggung PH. Rasip Oddy sangat gembira dan bangga dengan
keberhasilannya itu, dimana cita-citanya ini sebelumnya tidak diyakini banyak
orang bakalan terwujud. Sebagai ungkapan kegembiraan dan kebanggaannya
tersebut, Temenggung PH. Rasip Oddy membuat sebuah pantun yang berbunyi :
Bukit Kedikit, Bukit Belungai
Di tengah-tengah Kampung Teraju,
Dari sedikit menjadi ramai
Lama-lama
menjadi maju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar