Senin, 02 April 2018

AKSARA SUBA’ ATAU TULISAN SERANGGA DALAM ILMU FALAK MELAYU HULU



AKSARA SUBA’ ATAU TULISAN SERANGGA
DALAM ILMU FALAK MELAYU HULU

Aksara Suba’ atau Tulisan Serangga merupakan salah satu warisan tulisan masyarakat Melayu Hulu di Kalimantan Barat. Aksara Suba’ ini secara keseluruhan berjumlah 29 huruf. Pada masa sekarang ini Aksara Suba’ dalam Ilmu Falak Melayu Hulu hanya dipergunakan untuk membuat Pelias atau dinding ghaib untuk pelindung tubuh, ladang, rumah maupun wilayah negeri. Pelias ini dibuatkan seperti jimat atau wifik yang ditulis dalam sehelai kain kuning atau lembengan logam dan besi.
Berdasarkan riwayatnya dalam Ilmu Falak Melayu Hulu Kalimantan Barat, bahwa Pelias adalah nama awal manusia yang mendapatkan Aksara Suba’ dari manusia yang berasal dari Dunia Rabai, yaitu manusia berbentuk serangga yang datang ke bumi.
Tersebutlah pada masa dahulu di negeri Morduli seorang manusia yang memiliki kecerdasan luar biasa melakukan perjalanan suci yang merupakan salah satu ajaran agama yang dianutnya di negerinya tersebut. Morduli secara sederhana bermakna Perjalanan Suci, yang kemudian disebut juga sebagai Pamalaya. Di negeri Morduli atau negeri Pamalaya menganut ajaran agama yang salah satunya mewajibkan pemeluknya untuk melakukan Perjalanan Suci, yaitu berupa berpuasa sejak sebelum fajar hingga terbenam matahari. Ketika berpuasa ini, orang tersebut harus berjalan dan tidak boleh berhenti hingga terbenamnya matahari. Karena kewajiban agama bagi masyarakat di negeri tersebut sehingga negeri itu disebut sebagai Morduli atau Pamalaya, yang selanjutnya disebut Malaya atau yang sekarang disebut sebagai Melayu. Sehingga berdasarkan asal muasalnya, Melayu bermakna Perjalanan Suci sambil berpuasa sejak sebelum terbit fajar hingga terbenam matahari.
Adapun manusia di negeri Morduli tersebut ketika sedang melaksanakan Ibadah Morduli atau Ibadah Pamalaya, bertemu dengan serombongan manusia berbentuk serangga yang berasal dari Dunia Suba’ di negeri Rabai. Manusia Rabai ini ingin belajar bagaimana cara melaksanakan Ibadah Morduli atau Ibadah Pamalaya kepada manusia tersebut, maka diajarkanlah oleh manusia tersebut tata cara Ibadah Morduli atau Pamalaya. Sebagai imbal balik, rombongan Manusia Rabai mengajarkan kepada manusia tersebut berbagai hal tentang negeri mereka, yang salah satunya adalah Aksara Suba’, dan termasuk tata cara untuk pergi ke negeri mereka.
Adapun pelajaran yang didapatkan untuk pergi ke negeri Rabai ini, yaitu sebuah alat yang dapat melintas ruang dan waktu yang pada saat itu disebut Pelias. Pelias adalah sebuah singgasana yang terbuat dari medan magnet sehingga terciptalah dinding pelindung yang membuat partikel jasad manusia dapat berubah karakter. Untuk bentuk alat Pelias ini akan diuraikan pada postingan yang lain.
Manusia dari negeri Morduli yang memiliki kecerdasan luar biasa tersebut dengan cepat memahami pembuatan alat Pelias ini, sehingga ia dapat berkunjung ke negeri Rabai dan belajar banyak hal. Bahkan dengan alat Pelias ini, ia juga dapat berkunjung ke negeri mana saja di luar bumi. Karena sangat menguasai dan memahami pembuatan alat Pelias ini sehingga ia kemudian disebut sebagai Pelias. Adapun Aksara atau Huruf yang didapatkannya dari Manusia Rabai, terwariskan turun temurun kepada anak keturunannya yang tertentu di kalangan masyarakat Melayu Hulu Kalimantan Barat.
Aksara Suba’ pada periode berikutnya menjadi tulisan pada jimat atau wifik yang dipergunakan sebagai Pelias atau Pelindung pada tubuh, rumah, ladang ataupun wilayah negeri dalam adat masyarakat Melayu Hulu Kalimantan Barat. Penamaan jimat atau wifik tersebut dengan nama Pelias sebagai pengingat bahwa tulisan Suba’ pada jimat atau wifik merupakan warisan leluhur mereka yang bernama Pelias.
Adapun Pelias kemudian memiliki anak bernama Asykira. Asykira memiliki anak bernama Elam. Elam memiliki anak bernama Zagros. Zagros memiliki anak bernama Sakan atau ada yang menyebutnya dengan As Sakan. Dan As Sakan memiliki anak perempuan bernama Raihana. Raihana kemudian menikah dengan seorang Raja Agung bernama Sairah atau Syahrabil. Raja Agung Sairah atau Syahrabil adalah anaknya Raja Agung Dzil Jadn atau Malik. Raja Agung Dzil Jadn atau Malik adalah anaknya Raja Agung Rayan, di negeri Ma’rib.
Adapun Raihana ketika menikah dengan Raja Agung Sairah atau Syahrabil, maka dibawalah ia dari negeri Morduli atau Pamalaya ke negeri Ma’rib. Dari pernikahan Raihana dengan Raja Agung Sairah dianugerahi seorang anak perempuan yang bernama Makeda atau Nikaula. Makeda atau Nikaula kemudian menggantikan Raja Agung Sairah menjadi Raja di negeri Ma’rib dengan gelar Ratu Sheba. Ratu Sheba kemudian menikah dengan Nabi Sulaiman, dan namanya lebih dikenal dengan sebutan Ratu Balqis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...