Selasa, 06 Februari 2018

NAN SARUNAI USAK JAWA

NAN SARUNAI USAK JAWA

Pada tahun 1358 Masehi, Mpu Jatmika atau Mpu Nallauda bersama Demang Wiraja menyerang negeri Nan Sarunai. Mpu Jatmika mengerahkan armada lautnya yang dipersenjatai dengan meriam yang disebut Cetbang meluluh lantakkan negeri Nan Sarunai. Serangan itu berakibat terbunuhnya Miharaja Rahadyan Anyan dan Permaisuri Ratu Dara Gangsa Tulen. Negeri Nan Sarunai hancur akibat serangan itu. Peristiwa hancurnya Nan Sarunai kemudian dikenal dengan Nan Sarunai Usak Jawa. Mpu Jatmika menyerang Nan Sarunai karena marah ketika mendengar istrinya bernama Dhamayanthi menidurkan anak mereka bernama Sekar Mekar dengan nyanyian dalam bahasa Dayak Ma’anyan yang liriknya mengatakan bahwa ayah Sekar Mekar adalah Raja Anyan.
Tanpa berpamitan kepada istrinya Dhamayanthi, dan tanpa melapor ke Maha Patih Gajah Mada, Mpu Jatmika segera pergi ke pelabuhan Tuban dan memerintahkan armada lautnya untuk menghancurkan Kerajaan Nan Sarunai. Mpu Jatmika meluapkan murkanya ke negeri Nan Sarunai. Tak ada seorangpun yang dibiarkannya hidup meski telah terluka. Kemarahan Mpu Jatmika tidak terbendung terhadap perselingkuhan istrinya Dhamayanthi dengan Miharaja Rahadyan Anyan membuat Nan Sarunai hancur.
Dalam kondisi terdesak, Miharaja Rahadyan Anyan disembunyikan oleh pengawalnya dalam sebuah sumur tua yang sudah tidak berair lagi. Diatas sumur tersebut ditutupi dengan sembilan buah gong besar, kemudian dirapikan dengan tanah dan rerumputan, agar tidak diketahui pasukan Mpu Jatmika.
Ketika pasukan Mpu Jatmika telah menguasai negeri Nan Sarunai, Mpu Jatmika kemudian memerintahkan Demang Wiraja untuk mencari Miharaja Rahadyan Anyan hidup atau mati. Sumur tua tempat persembunyian Miharaja Rahadyan Anyan berhasil ditemukan. Raja negeri Nan Sarunai itu langsung tewas dibunuh oleh Mpu Jatmika menggunakan sebuah pusaka negeri Nan Sarunai sendiri, yaitu sebuah tombak yang berbentuk lembing bertangkai panjang.
Permaisuri Ratu Dara Gangsa Tulen yang bersembunyi di pelepah kelapa gading juga ditemukan oleh pasukan Mpu Jatmika. Namun Permaisuri Ratu Dara Gangsa Tulen yang telah mempersenjatai diri dengan pisau dari besi kuning yang bernama Lading Lansar Kuning melakukan perlawanan. Perlawanannya begitu sengit sehingga ia banyak menimbulkan korban pada pihak pasukan Mpu Jatmika, sebelum akhirnya ia sendiri gugur.
Dalam serangan pasukan Mpu Jatmika telah gugur pula seorang nahkoda kapal dagang milik negeri Nan Sarunai yang bernama Jumulaha La Isomena. Nahkoda kapal ini merupakan orang dari Bangsa Bugis. Jumulaha La Isomena terkenal sangat berani mengarungi lautan luas. Ia sangat menguasai pengetahuan tentang alam samudera. Jumulaha La Isomena banyak bergaul dan bersahabat dengan pelaut-pelaut asal Luwuk dan Bajau. Kesetiaannya pada negeri Nan Sarunai sangat mengagumkan. Ketika terjadi serangan pasukan Mpu Jatmika, Jumulaha La Isomena bertempur habis-habisan membela negeri Nan Sarunai. Ia melakukan perlawanan dengan sangat sengit, banyak pasukan Mpu Jatmika yang tewas atas perlawanannya itu, meski akhirnya ia sendiri gugur bersimbah darah.
Mpu Jatmika setelah menghancurkan negeri Nan Sarunai langsung kembali ke pelabuhan Tuban. Mpu Jatmika berencana akan membunuh Dhamayanthi karena telah mengkhianati cinta mereka. Namun rencananya tersebut tidak terlaksana, setelah Dhamayanthi menjelaskan bahwa nyanyiannya itu adalah bohong belaka, dan hanya untuk mendapatkan perhatian Mpu Jatmika saja.
Dhamayanthi sengaja menyanyikan lirik seperti itu karena kecewa dengan Mpu Jatmika yang telah meninggalkannya di Nan Sarunai selama dua tahun. Memang sebelum peristiwa serangan ke negeri Nan Sarunai, Mpu Jatmika telah meninggalkan istrinya Dhamayanthi selama dua tahun. Mpu Jatmika membawa istrinya ke negeri Nan Sarunai dalam misi menyelidiki situasi dan kondisi negeri Nan Sarunai.
Penyelidikan terhadap negeri Nan Sarunai yang dilakukan oleh Mpu Jatmika telah dilakukannya sejak tahun 1350 Masehi. Penyelidikan tersebut atas perintah Maha Patih Gajah Mada yang ingin mengetahui hubungan antara negeri Nan Sarunai dengan Kerajaan Lawai. Maha Patih Gajah Mada menunjuk Mpu Jatmika untuk berbaur ke dalam negeri Nan Sarunai karena Mpu Jatmika pernah berada di Sungai Kalang, sehingga tidak akan menyulitkan bagi Mpu Jatmika untuk beradaptasi dengan masyarakat Nan Sarunai. Selain itu Mpu Jatmika sangat memahami bahasa dan seluk beluk negeri Nan Sarunai.
Mpu Jatmika ketika melakukan penyelidikan menyamar sebagai nahkoda kapal dagang. Di negeri Nan Sarunai ia memakai nama samaran yaitu Mpu Dayar atau Tuan Penayar dan bertemu dengan Miharaja Rahadyan Anyan, yang juga bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, serta Permaisuri Ratu Dara Gangsa Tulen. Mpu Jatmika sering dibawa oleh Rahadyan Anyan dalam bangunan tempat pertemuan Majelis Rakyat Nan Sarunai.
Mpu Jatmika sangat kagum melihat kemegahan bangunan tersebut, begitu banyak barang-barang terbuat dari emas murni, ketika ia dipersilakan untuk melihat-lihat perlengkapan pesta adat yang ada di dalam ruangan tempat bermusyawarah. Yang sangat dikagumi oleh Mpu Jatmika, adalah soko guru balai adat yang terbuat dari emas murni, dimana dibagian atasnya bermotif patung manusia. Miharaja Rahadyan Anyan dan Permaisurinya serta para bangsawan Nan Sarunai berpakaian yang dilapisi emas dengan berbagai intan menghiasi tubuh mereka.
Mpu Jatmika juga sempat membawa serta seorang panglima perangnya yang bernama Demang Wiraja dengan memakai nama samaran Tuan Andringau, serta beberapa prajurit Wilwatikta dari Sungai Kalang. Kemudian pada awal tahun 1356 Masehi, Mpu Jatmika datang lagi ke Nan Sarunai dengan membawa serta istrinya yang bernama Dhamayanthi. Sewaktu ia kembali lagi ke Wilwatikta, sengaja Mpu Jatmika membiarkankan isterinya tinggal di negeri Nan Sarunai.
Dhamayanthi berwajah sangat cantik dan pribadinya menarik, ia pandai bergaul dan memahami bahasa Nan Sarunai. Mpu Jatmika meminta Dhamayanthi untuk ikut menyelidiki negeri Nan Sarunai yaitu dengan mendekati Permaisuri Ratu Dara Gangsa Tulen, agar mendapatkan kepastian tentang hubungan Nan Sarunai dengan Kerajaan Lawai. Dhamayanthi selama di Nan Sarunai memakai nama samaran Samoni Batu.
Pada awal tahun 1358 Masehi, Mpu Jatmika datang lagi ke negeri Nan Sarunai untuk menjemput istrinya, dan menemukan isterinya sedang menimang seorang anak perempuan yang telah berumur hampir dua tahun, yang telah diberi nama Sekar Mekar. Kepada Mpu Jatmika, Dhamayanthi menerangkan bahwa anak yang ada dipangkuannya itu adalah anak mereka berdua. Dan Mpu Jatmika percaya saja akan apa yang telah dikatakan oleh isterinya itu.
Ketika kembali ke Wilwatikta, Dhamayanthi beserta anaknya dibawa serta, mereka kemudian tinggal dipangkalan aramada laut Wilwatikta di Tuban. Belum juga lama mereka bersatu kembali setelah selama dua tahun tidak bertemu, rupanya Mpu Jatmika kembali hendak meninggalkan Dhamayanthi dan anaknya itu.
Mpu Jatmika bersama armadanya hendak berlayar lagi guna melaksanakan tugas-tugas dari kerajaan Wilwatikta. Dhamayanthi mendapatkan informasi tentang akan pergi lagi Mpu Jatmika dan armadanya. Dhamayanthi sangat kesal dan kecewa dengan sikap Mpu Jatmika yang kurang memberikan perhatian pada dirinya dan anaknya. Ditambah lagi kekesalan Dhamayanthi yang selama dua tahun telah ditinggalkan di negeri Nan Sarunai.
Kekecewaan Dhamayanthi terhadap sikap Mpu Jatmika yang terlalu sibuk dengan tugasnya tanpa ada waktu untuk dirinya tidak terbendung. Ia pun sengaja menunggu Mpu Jatmika yang hendak berpamitan, dan sengaja menyanyikan nyanyian untuk menidurkan Sekar Mekar dengan bahasa Dayak Ma’anyan yang liriknya mengatakan bahwa ayah Sekar Mekar adalah Raja Anyan. Dhamayanthi berusaha untuk mendapatkan perhatian dari Mpu Jatmika, namun dengan cara yang keliru sehingga menyebabkan bencana dan korban jiwa.
Maha Patih Gajah Mada sangat murka mendapatkan kabar bahwa negeri Nan Sarunai telah dihancurkan oleh Mpu Jatmika dan armadanya. Maha patih Gajah Mada sangat kecewa dengan tindakan ceroboh Mpu Jatmika yang telah mengerahkan pasukan tanpa sepengetahuan dirinya. Apalagi setelah diketahui ternyata tindakan Mpu Jatmika tidak beralasan, hanya karena nyanyian yang ternyata itu hanyalah kebohongan dari Dhamayanthi. Akibat dari serangan ke negeri Nan Sarunai membuat reputasi Gajah Mada sebagai Maha Patih Wilwatikta semakin buruk. Sedangkan sebelumnya telah diperburuk dengan peristiwa Bubat.

Ringkasan buku Nan Sarunai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...