6 MODUS
KECURANGAN
DALAM PENGADAAN
BARANG DAN JASA SEKTOR PUBLIK
KPK menjelaskan terdapat 6 praktik yang bisa memicu terjadinya
tindak pidana korupsi pada pengadaan barang dan jasa, antara lain :
1)
Penyuapan. Menyuap adalah usaha yang
dilakukan seseorang untuk mempengaruhi pejabat pemerintah atau pengambil
keputusan supaya melakukan tindakan tertentu atau supaya tidak melakukan
tindakan tertentu dengan memberikan imbalan uang atau benda berharga lainnya.
2)
Menggabungkan atau memecah paket pekerjaan
Berkaitan dengan pemaketan pekerjaan, Perpres 54 tahun
2010 pada pasal 24 ayat 3 mengatur prosedur sebagai berikut :
Dalam melakukan pemaketan Barang / Jasa, PA dilarang:
a)
Menyatukan atau memusatkan
beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa lokasi / daerah yang menurut sifat
pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi / daerah masing-masing.
b)
Menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya seharusnya
dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.
c)
Memecah Pengadaan Barang / Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan.
d)
Menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang
diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif.
3)
Penggelembungan harga (Mark Up). Pada pasal 6 Peraturan Presiden
Nomor 54 tahun 2010 diatur mengenai etika dalam pengadaan Barang / Jasa yang
menyebutkan salah satunya adalah menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan
dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa. Etika dalam pengadaan
Barang / Jasa tersebut menegaskan bahwa pihak penyedia Barang / Jasa maupun
pejabat pengelola pengadaan Barang / Jasa secara tegas dilarang untuk melaksanakan
pengadaan Barang / Jasa yang dapat mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Karena
semua peristiwa tindak pidana pengadaan barang / jasa hampir selalu
mengakibatkan pemborosan. Praktek penggelembungan harga ini diawali dari penentuan HPS yang
terlalu tinggi karena penawaran harga peserta lelang / seleksi tidak boleh
melebihi HPS sebagaimana diatur pada pasal 66 Perepres Nomor 54 tahun 2010
dimana HPS adalah dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah
untuk Pengadaan Barang / Pekerjaan Konstruksi / Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa
Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Penyusunan HPS ini dikalkulasikan
secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
4)
Mengurangi kuantitas dan atau kualitas barang dan jasa. Dalam setiap pengadaan barang dan jasa senantiasa diikuti dengan Surat
Perjanjian / kontrak yang didalamnya memuat tentang spesifikasi barang yang
akan dikerjakan / diserahkan kepada pengguna barang / jasa. Dalam kontrak tersebut
selalu diatur tentang kuantitas dan kualitas dari barang dan jasa yang
diperjanjikan, sehingga setiap usaha untuk mengurangi kuantitas atau kualitas
barang dan jasa adalah perbuatan melanggar hukum atau sebagai tindak pidana. Pengurangan kuantitas dan
kualitas dari barang dan jasa ini seringkali dilakukan bersamaan dengan
pemalsuan terhadap dokumen berita acara serah terima barang, dimana penyerahan
barang diikuti berita acara yang menyatakan bahwa penyerahan barang telah dilakukan
sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang telah disepakati.
5)
Penunjukan langsung. Penunjukan langsung adalah metode
pemilihan penyedia barang / jasa dengan menunjuk langsung satu penyedia barang / jasa yang
memenuhi syarat. Dalam Perpres 54 tahun 2010 pasal 38 menyebutkan bahwa
penunjukan langsung dapat dilakukan dalam hal keadaan tertentu dan/atau pengadaan
Barang khusus / Pekerjaan Konstruksi khusus / Jasa Lainnya yang bersifat
khusus. Penunjukan langsung dapat dilakukan sepanjang memenuhi kriteria yang
diuraikan secara ketat pada pasal 38 dan pasal 44. Penunjukan langsung yang
terjadi diluar yang telah ditetapkan dalam Perpres tersebut adalah ilegal.
Dalam beberapa kasus penunjukan langsung juga diikuti dengan pengelembungan
harga, karena tentu harus ada fee yang diberikan penyedia barang / jasa sebagai
ucapan terima kasih kepada pejabat yang menunjuk.
6)
Kolusi antara penyedia dan pengelola pengadaan. Kolusi yang bisa memicu terjadinya tindak pidana yaitu :
Membuat spesifikasi barang / jasa yang mengarah kepada rekanan tertentu.
Mengatur / Merekayasa Proses Pengadaan.
Membuat syarat-syarat untuk membatasi peserta lelang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar