ASAL KATA DAN MAKNA “CUPANG DESA”
Orang Cupang Desa di Desa Meranggau merupakan sub suku
Dayak Desa. Pelafalan bunyi [e] pada suku Dayak Desa ini adalah [e] pepet
seperti pada kata “depan”. Jadi, tidak dilafalkan sebagai bunyi [e] seperti
bunyi [e] pada kata “meja”. Nama Cupang
Desa terdiri dari penggabungan dua kata yang memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya. Dua kata tersebut terdapat dalam kutipan ayat di Kitab Suci Keagamaan
Kaharingan. Agama Kaharingan merupakan agama asli masyarakat Kalimantan sejak
ribuan tahun yang lalu, bahkan diriwayatkan merupakan Agama Permulaan ketika
diturunkannya manusia ke muka bumi.
Dalam Kitab Suci Agama
Kaharingan terdapat perintah Kewajiban bagi keluarga untuk menghayati
dan melaksanakan Upacara Ritual Keagamaan berupa ‘Pitra Yajna’, yaitu Upacara
Persembahan Kepada Leluhur. Didalam perintah Upacara Ritual Pitra Yajna,
terdapat suatu istilah yang disebut dengan “Desa,
Kala, Patra”, yang berarti Tanah atau Tempat, Masa atau Waktu, Keadaan atau
Kondisi. “Desa, Kala, Patra”
merupakan Doktrin Luhur yang telah ditanamkan sejak ribuan tahun yang lampau
kepada masyarakat di pulau Kalimantan.
Desa,
Kala, Patra ditafsirkan yaitu Desa artinya tanah tempat berpijak atau tempat kita berada, Kala artinya masa perputaran matahari
dan bulan atau waktu pada saat kita berada, Patra
artinya keadaan atau situasi, kondisi dimana kita berada. Doktri Luhur yang
telah ada sejak zaman dahulu tersebut menekankan kepada masyarakat Kalimantan
untuk selalu melaksanakan Upacara Ritual Pitra Yajna sesuai dengan tempat, waktu
dan keadaan atau situasi dimanapun berada.
Upacara Ritual Keagamaan berupa ‘Pitra Yajna’, dengan Doktri Luhur ‘Desa, Kala, Patra’, dilanjutkan dengan perintah dalam ayat yang
berbunyi :
“Curvang daharahah craddham annadvena
daakena wa, Payo mula phalairwapi pitrbhyah pritimawaham”. Artinya
yaitu, “Upacara suci pitra yajna harus
kamu lakukan, hendaknya setiap harinya melakukan sradha dengan mempersembahkan
nasi atau dengan air atau susu dengan ubi-ubian dan buah-buahan dengan demikian
menyenangkan para leluhur”.
Pada permulaan ayat
terdapat kata ‘Curvang’ yang artinya ‘Upacara Suci’. Tafsir pada makna ‘Upacara Suci’ ini adalah agar
mendapatkan kedudukan yang mulia karena selalu menghormati dan menyenangkan
arwah para leluhur.
Berdasarkan hal tersebut
maka nama Cupang Desa berasal dari
kutipan Kitab Suci Agama Kaharingan yaitu ‘Curvang’
yang kemudian terlogatkan menjadi ‘Cuvang’
atau ‘Cupang’ dan ‘Desa’ yang dapat diartikan sebagai ‘Tanah atau Tempat Upacara Suci’ atau
dapat dikatakan sebagai ‘Tanah Suci’.
Artinya bahwa Orang Cupang Desa merupakan Orang Asli Kalimantan yang dahulunya
menganut Agama Kaharingan serta taat melaksanakan Ritual Pitra Yajna yaitu
Ritual menyenangkan arwah para Leluhur. Keberadaan Orang Cupang Desa ini telah
ada sejak ribuan tahun yang lalu bersamaan dengan keberadaan Agama Kaharingan
yang merupakan Agama Asli Kalimantan.
Istilah ‘Tanah atau Tempat Upacara Suci’ ataupun
‘Tanah Suci’ dapat dibuktikan dengan
keberadaan ‘Tanah Bisa’ yang
merupakan ‘Tanah Suci dan di sakralkan’
bagi masyarakat Cupang Desa. ‘Tanah Bisa’
ini berada di wilayah Gunung Cupang, Desa Meranggau. Di wilayah ‘Tanah Bisa’
ini masyarakat Cupang Desa sering melaksanakan ritual penghormatan kepada arwah
leluhur yang merupakan warisan ritual turun temurun sejak dahulu sebagaimana
yang telah diperintahkan pada ayat di Kitab Suci Kaharingan. Ritual Keagamaan
dalam Agama Kaharingan tersebut kemudian menjadi Ritual Adat yang terus
dilaksanakan hingga sekarang ini. Artinya kebiasaan yang dilakukan oleh nenek
moyang masyarakat Cupang Desa masih dipelihara oleh anak cucuknya pada saat
ini. Keterkaitan istilah Cupang Desa atau Tanah Suci dengan keberadaan ‘Tanah
Bisa’ di Gunung Cupang mengindikasikan bahwa kawasan tersebut dahulunya
merupakan kawasan sakral yang ditempati oleh orang-orang suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar