Selasa, 23 Januari 2018

EKSPEDISI PAMALAYU 1275


EKSPEDISI PAMALAYU

Ekspedisi Pamalayu bermula ketika Kerajaan Singhasari mendapat ancaman dari Raja Mongol yaitu Khubilai Khan. Kerajaan Singhasari pada masa tersebut dipimpin oleh Raja Kertanegara. Raja Kertanegara kemudian mengajak Raja Melayu di Dharmasraya untuk menghadang serangan dari Raja Khubilai Khan yang akan menaklukkan Jawa dan Sumatera. Namun ajakan dari Raja Kertanegara tersebut ditolak oleh Raja Dharmasraya. Akibat penolakan tersebut maka Raja Kertanegara kemudian mengutus Mahisa Anabrang atau disebut juga Lembu Anabrang atau Kebo Anabrang untuk menghimpun pasukan menuju ke Dharmasraya.
Mahisa Anabrang adalah orang Melayu keturunan Patih Suatang dan berasal dari aliran Sungai Kampar, ia mengabdi di Singhasari dan diangkat menjadi Rakryan di Kerajaan Singhasari. Sebelum pergi ke Kerajaan Dharmasraya, terlebih dahulu Mahisa Anabrang pergi ke negeri Nan Sarunai dan bertemu dengan Raja Nan Sarunai, Miharaja Rahadyan Japutra Layar. Kepada Miharaja Rahadyan Japutra Layar, Mahisa Anabrang menyampaikan bahwa ia merupakan utusan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari yang akan menghimpun kekuatan guna membendung ancaman serangan dari Kekaisaran Mongolia, dan Miharaja Rahadyan Japutra Layar kemudian memberi petunjuk agar Mahisa Anabrang pergi menemui Raja Serongkah atau Demong Serongkah yang bergelar Raja Tulang Gading Darah Puteh, Raja Hulu Aik dan ke Angrat Batur yang sekarang ini terletak di Kabupaten Landak. Miharaja Rahadyan Japutra Layar juga berpesan kepada Mahisa Anabrang agar membawa banyak garam guna dibagikan kepada masyarakat di pedalaman Kalimantan.
Mahisa Anabrang kemudian pergi menemui Raja Hulu Aik dan ke Angrat batur. Dengan petunjuk dari Raja Hulu Aik, Mahisa Anabrang berusaha menghimpun pasukan disepanjang Sungai Melahui yang terlogatkan olehnya sebagai Sungai Malaya atau Sungai Melayu. Pemerintahan disepanjang Sungai Melahui pada masa itu berpusat di wilayah yang sekarang disebut Melawi, dengan Rajanya yang bernama Aban Merubai. Dari penduduk di sepanjang Sungai Melahui inilah kemudian menjadi asal muasal Orang Melayu di Kalimantan Barat.
Mahisa Anabrang ketika berusaha mengumpulkan pasukan di Kalimantan, sebanyak tujuh kali ia pulang pergi sehingga ia disebut Pulang Pali melewati sepanjang Sungai Melahui sambil membagi-bagikan garam yang ia bawa ke pemukiman-pemukiman penduduk yang ia temui. Hingga disuatu tempat di wilayah Kerajaan Hulu Aik, ia terjatuh sehingga kakinya terkilir. Tempat tersebut kemudian disebut Nek Lembu. Ketika peristiwa terjatuhnya Mahisa Anabrang ini, ia kemudian menikah dengan anak perempuan Raja Hulu Aik yang bernama Dara Ponya atau Dayang Ponya. Mereka memperoleh dua orang anak yaitu Nallauda dan Dayang Salipah. Nallauda ketika dewasa menggantikan Mahisa Anabrang menjadi petinggi di Wilwatikta atau Majapahit dan bergelar Mpu Jatmika atau Mpu Nalla. Dayang Salipah kemudian menikah dengan Singa Pati Bangi, yang di Kerajaan Landak bergelar Ratu Sang Nata Pulang Pali II. Dari pernikahan ini lahir anak laki-laki yang bernama Demong Sudek. Demong Sudek kemudian memiliki putri yang bernama Dara Ireng yang kemudian menikah dengan Patee Gumantar atau yang di hulu Mempawah disebut sebagai Abdurahman.
Ketika di Angrat batur, Mahisa Anabrang mendirikan sebuah kerajaan diwilayah tersebut yang bernama Kerajaan Landak, dan bergelar Ratu Sang Nata Pulang Pali I. Setelah ribuan pasukan dari pedalaman Kalimantan telah terkumpul, maka dibawalah ribuan pasukan tersebut untuk menundukkan kerajaan-kerajaan di wilayah Sumatera dan Jawa yang kemudian disebut sebagai Ekspedisi Pamalayu. Ribuan pasukan Mahisa Anabrang ini ketika Ekspedisi Pamalayu membawa beberapa bendera yaitu bendera berwarna Merah, warna Kuning dan warna Biru serta bendera bersimbol Matahari.
Setelah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1293 Masehi, ribuan pasukan yang berasal dari pedalaman Kalimantan ini, tidak semuanya kembali ke Kalimantan, beberapa kelompok ada yang tetap berada di Dharmasraya, kemudian beberapa kelompok ada yang menetap di wilayah Kerajaan Haru Kuta Buluh, beberapa kelompok menetap disepanjang wilayah tepian Sungai Asahan, beberapa kelompok menetap di wilayah Kuntu Kampar, dan beberapa kelompok menetap di Desa Loh.
Adapun beberapa kelompok yang menetap di Desa Loh, dipimpin oleh Lang Radyan, anaknya Abang Merubai. Ketika pergi bersama pasukan Mahisa Anabrang, Lang Radyan dibekali tanah Malahui oleh Abang Merubai. Tanah Malahui adalah tanah dari batu granit hitam di Sungai Melahui, yang untuk sekarang ini batu granit hitam itu disebut Bukit Kelam di Sintang. Tanah Malahui ini kemudian terlogatkan menjadi Tanah Melayu.
Selama menetap di Desa Loh, Lang Radyan kemudian memiliki anak yang bernama Patih Lombo atau yang bergelar Resi Arga Giri. Patih Lombo atau Resi Arga Giri kemudian memiliki anak yang bernama Patih Lohgender. Patih Lohgender kemudian menikah dengan Dara Juanti, adiknya Demong Nutub.
Adapun Patih Lohgender ketika akan menikahi Dara Juanti mendapatkan beberapa persyaratan dari Demong Nutub sebagai hantaran pernikahan diantaranya yaitu harus membawa Tanah Melahui yang pernah dibawa oleh Kakeknya Patih Lohgender ketika Ekspedisi Pamalayu yaitu Lang Radyan, serta membawa 40 orang dan 20 orang gadis yang masih suci yang merupakan kaum kerabat dari Patih Lohgender yang merupakan anak keturunan anggota pasukan Lang Radyan. Beberapa persyaratan dari Demong Nutub tersebut dapat disediakan oleh Patih Lohgender. Tanah Melahui milik kakeknya tersebut dibawanya kembali ke tanah Kalimantan yaitu ke Negeri Sintang. Tanah Melahui ini kemudian disebut sebagai tanah Majapahit, yang sekarang ini tersimpan di Musium Sintang.
Ketika Ekspedisi Pamalayu ke Dharmasraya, Mahisa Anabrang menikahi salah seorang Putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, Raja Dharmasraya yang bernama Dara Jingga. Mereka memperoleh putra yang bernama Adityawarman yang selanjutnya menjadi Raja Malayapura Swarnnabhumi yang kemudian pusat kotanya dipindahkan ke Pagaruyung.

Ringkasan Buku EKSPEDISI PAMALAYU 1275

1 komentar:

  1. Selamat siang pak. Saya mahasiswa arkeologi semester awal. Dan aya tertarik buat baca buku ekspedisi pamalayu ini. Tapi ngga tau mau beli nya di mana pak. Udah coba cari online, tapi ngga ada. Kalau sama bapak yang versi pdf nya ada ngga pak? Terimakasih pak

    BalasHapus

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...