MENGAYAU
Munculnya istilah Ngayau atau Mengayau bermula dari
peristiwa peperangan yang terjadi di simpang Tanjung Berungus, atau ada
yang menyebutnya wilayah Tambarungan pada tahun 745 Masehi. Pada masa
itu datang serombongan Bangsa Hakka dari daratan Tiongkok. Bangsa Hakka datang
ke daratan Kalimantan secara bertahap yang telah dimulai pada periode-periode
sebelumnya. Mereka datang ke Kalimantan dengan alasan bahwa dahulunya nenek
moyang mereka berasal dari Kalimantan yaitu ketika periode sebelum Masehi atau
pada masa sebelum terjadinya letusan gunung api secara bersamaan.
Rombongan Bangsa Hakka tiba di daratan Tanjung Berungus. Rombongan ini
kemudian terlibat konflik dengan Bangsa Rajat Rungus atau Bangsa Momogun yang
mendiami wilayah Tanjung Berungus. Nenek moyang Bangsa Rajat Rungus atau Bangsa
Momogun dahulunya merupakan Bangsa Gholiks yang menetap di negeri Thang Raya.
Mereka pergi dari negeri Thang Raya akibat terjadi letusan Gunung Niut, dan
akhirnya menetap di wilayah yang kemudian disebut Tanjung Berungus.
Konflik antara Bangsa Hakka dengan Bangsa Rajat Rungus tidak dapat
diselesaikan secara damai, sehingga terjadilah perang diantara kedua Bangsa
tersebut. Bangsa Rajat Rungus terdesak oleh serangan Bangsa Hakka hingga sampai
ke pedalaman. Bangsa Rajat Rungus kemudian mengirim utusan ke Tampun Juah untuk
memohon bantuan Raja Rahadyan Dapuntra Yatra guna merebut kembali wilayah
mereka di Tanjung Berungus yang telah dikuasai oleh Bangsa Hakka.
Raja Rahadyan Dapuntra Yatra kemudian
mengirim pasukan Tampun Juah ke Tanjung Berungus yang dipimpin oleh putra
sulungnya bernama Babariang Langit. Babariang Langit adalah panglima perang
Tampun Juah yang handal, ia menguasai strategi berperang dan telah menciptakan
teknik berperang yang unik yaitu menyerang ke bagian leher lawan sehingga musuh-musuh
Tampun Juah yang terlindungi pakaian besi dapat dikalahkannya. Teknik berperang
Babariang Langit ini kemudian ditiru oleh pasukan Tampun Juah sehingga pasukan
Tampun Juah sangat disegani pada masa itu.
Babariang Langit bersama pasukannya selanjutnya
pergi ke Tanjung Berungus untuk membantu Bangsa Rajat Rungus, dan pasukan ini
bertemu dengan pasukan Bangsa Hakka disebuah wilayah simpang Tanjung, maka
terjadilah peperangan. Bangsa Hakka kewalahan menghadapi serangan pasukan
Tampun Juah.
Pasukan Bangsa Hakka kebingungan menghadapi
teknik berperang pasukan Tampun Juah. Banyak pasukan Bangsa Hakka yang tewas dengan
kepala terpenggal dalam perang tersebut. Bangsa Hakka menyebut teknik berperang
pasukan Tampun Juah dengan sebutan Ngazou
atau Mangazou. Bangsa Hakka
terus terdesak oleh serangan pasukan Tampun Juah hingga akhirnya tercerai berai
meninggalkan wilayah Tanjung Berungus. Wilayah simpang Tanjung tempat
berperangnya pasukan Bangsa Hakka dengan pasukan Tampun Juah kemudian disebut
sebagai Tanjung Simpang Mangazou atau Tanjung Simpang Mengayau.
Setelah Bangsa
Hakka berhasil diusir oleh pasukan Tampun Juah dari wilayah Tanjung Berungus, maka
Bangsa Rajat Rungus kembali menempati wilayah Tanjung Berungus. Istilah Ngazou atau Mangazou dari Bangsa Hakka untuk penyebutan teknik berperang pasukan Tampun Juah kemudian
mulai dikenali oleh bangsa-bangsa dari negeri lain. Kehandalan pasukan Tampun
Juah yang dibawah komando Babariang Langit dalam peristiwa peperangan di
Tanjung Simpang Mangazaou menjadikan Tampun Juah semakin disegani.
Setelah membantu
Bangsa Rajat Rungus, Babariang Langit kemudian menikah dengan Putri Mahuntup Bulang, yaitu seorang putri raja dari negeri yang digelari Malujja Bulang atau sekarang disebut
sebagai negeri Brunai. Dari pernikahan Babariang Langit dengan Putri Mahuntup
Bulang melahirkan seorang putra yang bernama Rahadyan Bunu. Rahadyan Bunu
kemudian memiliki dua putra yang bernama Rahadyan Sangiang dan Rahadyan Sangen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar