Selasa, 07 November 2017

KALIMANTAN DALAM SEJARAH KUNO DUNIA

KALIMANTAN DALAM SEJARAH KUNO DUNIA

Menurut Gaius Plinius Secundus atau yang lebih dikenal dengan Pliny dan Strabo pada periode 64 / 63 SM – 79 Masehi, menyatakan bahwa rakyat negeri Tampun Roban memiliki tradisi tato yang paling kuno. Negeri ini kaya dengan mineral logam seperti emas, intan, perak, tembaga, dan batu mulia. Wanitanya cantik-cantik dan tersohor ke penjuru dunia.
Dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Tampun Roban, Rhinoplax vigil atau burung Enggang  dipuja-puja oleh masyarakatnya, karena dipercayai sebagai burung utusan para dewa dengan tugas menyampaikan pesan suci. Dalam keyakinan mereka, bahwa burung-burung tersebut memberikan contoh kehidupan dalam hal kesetiaan pasangan suami-istri dan tanggungjawabnya dalam keluarga.
Masyarakat Tampun Roban mengajarkan anak-anak mereka untuk tidak menyakiti atau membunuh burung suci tersebut. Perbuatan tersebut dianggap tabu. Dalam hal melaut, masyarakat di Tampun Roban tidak mengamati bintang, tetapi mereka membawa burung Enggang ke laut, yang dibiarkan bebas terbang dari waktu ke waktu, dan tinggal mengikutinya saja karena pasti kembali ke daratan tempat asalnya.
Pada masa itu, dibawah Negeri Tampun Roban juga banyak terdapat lorong-lorong bawah tanah yang saling berhubungan antara wilayah timur, wilayah barat, wilayah utara dan wilayah selatan. Lorong-lorong bawah tanah ini juga melewati kawasan bawah laut. Lorong-lorong bawah tanah ini sebagai jalur air agar tidak terkena banjir, dan sebagai jalur lahar gunung api jika terjadi tumpahan lahar, selain itu juga sebagai jalan rahasia untuk menyelamatkan diri jika terjadi penyerangan dari negeri lain.
Menurut Pliny, ketika masa pemerintahan Raja Claudius di Romawi tahun 41 – 54 Masehi, seorang budak yang telah bebas, bernama Annius Plocamus, yang bertugas bertani untuk kas pendapatan Laut Merah, saat berlayar di sekitar Arabia terbawa oleh angin kencang dari arah sebelah utara Carmania. Selama 15 hari ia terdampar di Hippuri, yaitu nama sebuah pelabuhan di selatan negeri Tampun Roban yang sekarang disebut Banjar Masin. Selama di negeri Tampun Roban, Annius Plocamus diterima secara manusiawi dan dengan hormat disambut oleh Miharaja Tampun Roban. Annius Plocamus memerlukan waktu selama enam bulan untuk mempelajari bahasa negeri Tampun Roban. Terlebih lagi, Miharaja Tampun Roban sangat terkesan dengan karakter yang agung dan sangat berwibawa.
Annius Plocamus tetap tinggal disana untuk beberapa waktu lebih lama, kemudian ia meminta kepada Miharaja Tampun Roban agar diizinkan mengajak beberapa orang dari Tampun Roban ke Romawi untuk berkenalan dengan pemerintahnya, sekaligus untuk melihat kondisi negeri Romawi. Miharaja Tampun Roban akhirnya mengizinkannya dan Annius Plocamus kemudian membawa utusan dari Tampun Roban ke Romawi, yang terdiri dari 4 orang dan dipimpin oleh seorang petinggi Tampun Roban yang bernama Cinga’ Rachia atau Singa Rachia.
Strabo mengumpulkan banyak informasi terinci dari utusan Tampun Roban yang dipimpin oleh Cinga’ Rachia atau Singa Rachia itu. Di negeri Tampun Roban terdapat sebuah danau di pedalamannya dengan kelilingnya 375 mil, tempat asalnya yaitu sungai yang mengalir melalui kota dan terdiri dari 3 saluran, yang tersempit 5 stadia lebarnya dan yang terlebar 15 stadia.
Aliran sungai ini bermuara ke utara menuju pantai besar. Banyak terdapat emas, intan, karang, mutiara dan batu mulia. Tanahnya sangat subur dan digarap dengan cermat. Masyarakat negeri Tampun Roban menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam berburu harimau dan gajah, sangat gemar memancing dan menangkap kura-kura yang cangkangnya begitu besar, saking besarnya kura-kura tersebut sehingga dibawah cangkangnya dapat menjadi tempat tinggal orang dan seluruh keluarga. Negeri dan rakyatnya adalah maritim dan mereka sangat komersial serta gemar bernyanyi dan menari.
Negeri Tampun Roban mengalami dua musim panas dan dua musim dingin, karena mengangkangi kedua sisi garis khatulistiwa. Rakyat Tampun Roban dapat melihat bintang-bintang utara, dan matahari terbit di sebelah kiri dan tenggelam di sebelah kanan. Banyak terdapat pulau dengan air lautnya yang dangkal, tidak lebih dari 6 langkah, tetapi pada tempat tertentu kedalamannya luar biasa.

Ringkasan Buku Nan Sarunai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...