KALIMANTAN
DALAM SEJARAH KUNO DUNIA 5
Oliver van Noord, seorang
pedagang dari Belanda datang ke negeri Brunei pada tahun 1600 Masehi, mencatat
dan membuat peta Tanjungpura dan Lawai. Ia menyatakan bahwa Tanjungpura dan
Lawai dikuasai oleh anak Raja Majapahit dari permaisurinya anak Raja Melayu.
Anak Raja Majapahit yang bergelar Prabujaya itu menikahi Ratu Lawai setelah
suaminya wafat yang bernama Patee Bacinga, yang dahulunya sebagai Miharaja
Sarunai.
Sekitar periode tahun 1691 Masehi,
serombongan kapal Bangsa Portugis mencoba memasuki wilayah Kalimantan Selatan.
Kapal Bangsa Portugis ini berusaha untuk memperoleh kembali pangkalan-pangkalan
perdagangan Portugis didaerah tersebut. Mereka menemukan tidak semua pasukan
Dangk(‘)raat yang menggunakan pakaian perang dari besi, hanya sebagian
kecil kelompok atau orang-orang tertentu saja.
Kebanyakan Bangsa Dangk(‘)raat ini
telah menggunakan pakaian dari bahan kulit kayu, bahkan banyak juga yang tidak
memakai penutup tubuh. Bahkan mayoritas tidak beralas kaki, sedangkan pada
abad-abad sebelumnya Bangsa Portugis melihat Bangsa Dangk(‘)raat selalu
menggunakan alas kaki yang terbuat dari anyaman tumbuhan. Usaha Bangsa Portugis
untuk merebut pangkalan perdagangannya di Kalimantan Selatan akhirnya gagal setelah seorang padri bernama Ventimiglia terbunuh.
Yamamoto, komandan
Kempetai Jepang yang bertugas di Kalimantan Barat ketika periode pendudukan
Jepang pada tahun 1941 – 1944 sebelum akhirnya dijatuhkan hukuman mati, sempat
menjelaskan bahwa salah satu keberhasilan Jepang menguasai Kalimantan adalah
Negara Jepang telah menguasai seluk beluk Kalimantan yang didapatkan dari
catatan-catatan kuno Bangsa Jepang. Maka sepanjang periode perang dunia pertama
hingga tahun 1941, Negara Jepang telah menyebar intelijen-intelijennya di
wilayah Kalimantan, hingga akhirnya tentara Jepang berhasil pertama kali
mendarat pada tanggal 11 – 12 Januari 1942 di Tarakan, Kalimantan Timur.
Menurut catatan-catatan kuno Bangsa Jepang
bahwa sekitar abad ke 8 M, Kaisar pertama Jepang pernah berperang dengan
pasukan dari Kalimantan. Kaisar Jepang pertama
pada masa itu bernama Kaisar Jimmu
mengirimkan suatu ekspedisi dari Kyushu ke arah timur untuk menguasai
negeri-negeri di wilayah timur. Pasukan Kaisar Jepang bertemu dengan pasukan
dari Kalimantan di perairan Mindanao dan terjadi peperangan.
Pasukan
kaisar Jepang berhasil dipukul mundur oleh pasukan dari Kalimantan hingga ke
teluk Mindanao. Ketika di Teluk Mindanao, pasukan Kaisar Jepang semakin
terdesak oleh ketangguhan pasukan Kalimantan yang dinyatakan diengkapi dengan
pakaian dari besi sehingga sulit dikalahkan. Bahkan pasukan Kalimantan ini
dibawah alas kakinya terdapat senjata besi yang mampu menembus batu dan karang
sehingga dengan mudah menaiki batu karang.
Teknik berperang pasukan Kalimantan disebut
oleh Bangsa Jepang sangat menakutkan, dimana serangan senjatanya sangat gesit
mengarah ke leher lawan, sehingga banyak pasukan Kaisar Jepang yang terpenggal
kepalanya di wilayah teluk Mindanao. Pasukan Kalimantan pada masa itu dipimpin
oleh seorang panglima perang yang disebut sebagai Putera Matahari atau yang bergelar Babariang Langit, putranya Miharaja Rahadyan Dapuntra Yatra.
Pasukan Kaisar Jepang ini akhirnya terpukul
mundur dari wilayah perairan Mindano akibat kewalahan menghadapi teknik
berperang pasukan Kalimantan. Kekalahan pasukan Kaisar Jepang di perairan
Mindanao dilaporkan kepada Kaisar Jimmu, yang sangat marah dan kecewa dengan
kekalahan tersebut. Namun Kaisar Jimmu sangat penasaran dengan informasi dari
komandan pasukannya bahwa pasukan dari Kalimantan memiliki teknik berperang
yang sangat tangguh dan sulit terbaca oleh lawan. Kaisar Jimmu akhirnya
mengirim utusan untuk pergi ke Kalimantan guna berdamai dengan pasukan
Kalimantan.
Ketika di bumi Kalimantan, utusan Kaisar
Jimmu diterima dengan baik oleh penguasa negeri Kalimantan pada masa itu karena
bertujuan untuk berdamai. Selama di bumi Kalimantan, utusan Kaisar Jepang
banyak mempelajari kehidupan Bangsa Kalimantan. Mereka juga mempelajari teknik
berperang Bangsa Kalimantan dengan seorang Panglima Perang bernama Babariang
Langit yang mereka gelari sebagai Putera Matahari. Para utusan ini menyaksikan
kegesitan pasukan Kalimantan menaiki gunung batu dengan lempengan besi dibawah
alas kaki mereka. Utusan Kaisar Jimmu juga menyaksikan bahwa Bangsa Kalimantan
memiliki banyak jenis metode tulisan atau aksara. Masing-masing tempat memiliki
metode tulisannya masing-masing.
Berdasarkan catatan-catatan kuno Bangsa Jepang inilah yang membuat
tentara Jepang dengan mudah menguasai Kalimantan. Nenek moyang Bangsa Jepang
telah mengenal terlebih dahulu kehidupan dan seluk beluk orang Kalimantan,
sehingga tidak menyulitkan bagi mereka untuk beradaptasi dan menguasai
suku-suku di pedalaman Kalimantan pada masa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar