KALIMANTAN
DALAM SEJARAH KUNO DUNIA 4
Menurut
catatan Wang Dayuan, seorang penjelajah China yang menulis
catatan perjalanannya di Asia tahun 1349 Masehi. Catatan ini kemudian dikenal
dengan Dao Yi Zhi Lue : A Brief Account of Island
Barbarians, menuliskan bahwa Bangsa Tampun Roban atau Tampun Juah di
Kalimantan berpakaian terbuat dari besi dan logam.
Dalam
catatannya itu Ia menyebutnya juga sebagai Bangsa Gelang-gelang karena
rakyatnya memakai gelang-gelang besi yang menutupi tubuh. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa prajurit Tampun Roban berpakaian dan berperisai dari besi dan
logam ketika menaklukkan Madagaskar dan ketika ekspedisi Pamalayu tahun 1275
Masehi. Prajurit-prajurit ini membawa simbol-simbol beberapa bendera yaitu
bendera berwarna Merah, Kuning dan Biru serta simbol Matahari. Pada periode
ini, Tampun Roban atau Tampun Juah telah dikenal dengan sebutan Sarunai, dan
rajanya bergelar Miharaja Rahadyan Anyan,
anak penguasa atau raja Lawai yang bernama Patee
Basinga dari Istrinya yang merupakan keturunan Raja Funan. Setelah Patee
Basinga wafat, ia digantikan oleh istrinya yang berasal dari Songkhra, yang kemudian bergelar Ratu Lawai atau Junjung Buih.
Emanuel
Godhino de Eredia, pada tahun 1597 – 1600 ketika berkunjung ke
Banjarmasin, Sukadana, dan Lawai menuliskan bahwa Bangsa Portugis menyebut
orang Kalimantan dengan sebutan Dangk(‘)raat
yang berarti Keras atau Kuat, karena pada periode abad ke 7 hingga ke 9 M
Bangsa Portugis menemukan pasukan yang sulit ditaklukkan di Kalimantan dengan
seluruh tubuh tertutupi oleh pakaian dari besi dan logam dengan perisai yang
juga terbuat dari besi dan logam. Sebelumnya Bangsa Portugis mendapat informasi
dari pedagang dan pelaut dari Portugis yang menyatakan bahwa negeri Tampun
Roban telah muncul kembali dan membangun peradaban baru dengan hasil alamnya
yang berlimpah.
Tome Pires, dari Portugis menulis naskah laporan resmi kepada Raja
Emanuel pada tahun 1512 – 1515 Masehi. Naskah ini kemudian dikenal dengan Suma Oriental que trata do Mar Roxo ate aos
Chins (Ikhtisar Wilayah Timur, dari
Laut Merah hingga Negeri Cina). Naskah ini berisi tentang
kehidupan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk tentang Tanjungpura
dan Lawai. Tome Pires menggambarkan Lawai sebagai negeri yang banyak intan, dan
didirikan oleh seorang yang bergelar Patee Basinga bersama istrinya dari
Songkhra. Anaknya yang dari istri keturunan Raja Funan menjadi Miharaja
Sarunai, dan seorang anaknya lagi menjadi Mahapatih di Wilwatikta atau
Majapahit.
Pedro Teixeira, pada tahun
1586 menulis perjalannannya di Asia. Dalam tulisannya, ia menyinggung tentang
keberadaan pasukan yang menurut sumber dari Bangsa Portugis sebelumnya sangat
sulit ditaklukkan dengan berbagai perlengkapan perang yang lengkap dari besi
yang disebut Dangk(‘)raat.
Keberadaan pasukan Dangk(‘)raat yang
berpakaian perang dari besi tersebut tidak sebanyak pada abad-abad sebelumnya,
sebagaimana informasi yang telah ia dapatkan, namun pasukan Dangk(‘)raat
ini sangat sulit didekati oleh orang asing. Tulisannya kemudian dipublikasikan
menjadi sebuah buku di Amsterdam tahun 1610 M. Penyebutan Bangsa Portugis yaitu
Dangk(‘)raat, menjadi penyebutan bangsa-bangsa asing lainnya yang
memasuki Kalimantan terhadap orang-orang Kalimantan. Istilah Dangk(‘)raat
pada masa-masa berikutnya kemudian terlogatkan menjadi Darat atau Dayak yang
artinya Keras atau Kuat.
Emanuel Godhino de
Eredia,
tahun 1597 – 1600 menulis tentang Goa dan Malaka, dan menjelaskan tentang
Banjarmasin, Sukadana, dan Lawai. Sukadana dan Lawai dipimpin oleh anak Raja
Wilwatikta atau Majapahit dari istrinya anak Raja Melayu. Anak Raja Majapahit
tersebut menguasai Lawai setelah menikahi Ratu Lawai atau Junjung Buih. Ratu
Lawai menjadi Ratu di Lawai menggantikan suaminya yang wafat yang bernama Patee
Bacinga. Patee Bacinga mendirikan pelabuhan Lawai. Salah satu anaknya dari
istri yang berasal dari Funan menjadi Miharaja Sarunai, anaknya dari Ratu Lawai
menjadi Mahapatih Majapahit, anaknya yang lain menjadi penguasa Kapuhas,
sedangkan anaknya yang lain lagi menggantikan Ratu Lawai menjadi penguasa
Lawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar