Jumat, 31 Januari 2020

NUJUM MELAYU



--- NUJUM MELAYU ---
METODE PENGOBATAN UNTUK PASIEN LAKI-LAKI

Ilmu Falak Melayu adalah Ilmu Pengetahuan Kuno yang merupakan warisan terbesar dari bangsa Melayu yang kini sudah sulit ditemukan. Sedangkan Ilmu Falak Melayu merupakan salah satu peninggalan berharga tentang kejayaan bangsa Melayu pada masa dahulu. Karena pada masa dahulu, Ilmu Falak Melayu banyak memberikan kontribusi pada Ilmu Pengetahuan terutama pada Ilmu Perbintangan atau Astronomy. Dari Ilmu Falak Melayu ini, Bangsa Melayu banyak mengetahui pengetahuan tentang Ilmu Alam, Cuaca, Perbintangan dan sebagainya yang berhubungan dengan Alam.
Selain itu Ilmu Falak Melayu juga dipergunakan untuk Metode Pengobatan yaitu melalui Metode Penghitungan nama orang yang sakit. Dalam Metode Penghitungan nama ini dibagi menjadi dua yaitu Metode Penghitungan untuk Pasien Laki-Laki dan untuk Pasien Wanita.
Dalam Metode Pengobatan Melalui Penghitungan Nama yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1.         Daftar Hisab Abjadi atau Daftar Penghitungan Huruf Hijaiyah.
2.         Mengetahui Daftar Hitungan Hari.
3.         Nama-nama Pengobatan Dalam Ilmu Falak Melayu. Dalam Ilmu Falak Melayu terdapat 12 nama Pengobatan, yaitu :
1)      Hamal
2)      Tsaur
3)      Jauza’
4)      Sarathan
5)      Asad
6)      Sunbullah
7)      Mizan
8)      Aqrab
9)      Qaus Warrami
10)   Jadi
11)   Dalu
12)   Hout
4.         Mengetahui nama si pasien dan Ibunya, kemudian dihitung kedua nama tersebut.

Adapun Metode Pengobatan melalui Ilmu Falak Melayu, yang berikut ini adalah contohnya untuk Pasien laki-laki yaitu sebagai berikut:
Seorang Pasien bernama Ismail dan nama Ibunya Hafsah. Maka di jumlahkan nama Ismail adalah 211 dan nama Ibunya 578. Kemudian nama Ismail dan nama Ibunya ditambahkan sehingga hasilnya adalah 789. Kemudian ditambah dengan hari permulaan sakit atau hari ketika bertanya tentang penyakit, misalnya hari Kamis jumlahnya 5. Selanjutnya ditambah dengan tanggal Hijriah pada hari permulaan sakit atau ketika bertanya, misalnya tanggal 12. Sehingga hasil totalnya adalah 806. Selanjutnya hasil total 806 dikurangi dengan 12 hingga hasilnya didapatkan antara 1 – 12, maka hasilnya adalah 2. Maka penyakitnya ada pada bagian Tsaur.






Rabu, 29 Januari 2020

TOLONG CUBIT AKU


--- TOLONG CUBIT AKU ---

Ini kisahku,
Kisah tentang wanita yang hadir ketika kuliahku akan terhenti,
Wanita yang telah menyelamatkan masa depanku,

Liliput...
Aku memanggilnya...
Wanita berambut pendek berkacamata,
Yang selalu datang ke Kampus dengan tas ranselnya,

Ini kisahku,
Kisah tentang kamu...

---1999---

Sabtu, 11 Januari 2020

EVALUASI PROYEK UNTUK PEMERINTAHAN, PERBANKAN & SWASTA



EVALUASI PROYEK UNTUK PEMERINTAHAN, PERBANKAN & SWASTA : Teori & Aplikasi

Banyak keputusan yang dibuat hanya atas dasar intuisi, bila permasalahannya masih sederhana, tetapi bila sudah cukup komplek maka tidak mungkin lagi dapat dilakukan dengan intuisi karena resiko yang timbul akibat keputusan yang salah akan mengganggu tingkat efisiensi dan efektivitas investasi dalam suatu proyek. Untuk menghindari kerugian yang cukup besar maka kegiatan pengambilan keputusan baik didunia bisnis maupun pemerintahan wajib menggunakan konsep pengambilan keputusan dengan metode kuantitatif melalui pendekatan proyek, dengan penyediaan data yang akurat untuk menemukan permasalahan yang tepat, kemudian menganalisis masalah dengan model yang tepat untuk menemukan alternatif-alternatif keputusan yang tepat agar kita mampu memilih satu keputusan yaitu proyek yang terbaik.
Buku ini dirancang untuk siapa saja yang ingin mengenal dan menggunakan metode kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan, terutama keputusan yang sering dibuat oleh orang-orang yang melakukan kegiatan dalam suatu proyek, baik proyek swasta, pemerintah dan dunia perbankan.

JUDUL                   : EVALUASI PROYEK UNTUK PEMERINTAHAN, PERBANKAN & SWASTA : Teori & Aplikasi
PENULIS               : Dr. Dinarjad Achmad, SE, MSc
PENERBIT            : Tom’S book Publishing
ISBN                      : 978-602-6569-03-5
UKURAN              : 21 X 29 Cm

Dr. Dinarjad Achmad, SE, MSc, lahir di Ketapang, tanggal 23 April 1954. Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 1983, menamatkan pendidikan S2 di Jurusan Manajemen Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1991, dan menamatkan pendidikan S3 di Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga tahun 2012. Sekarang bertugas sebagai Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak.
Pengalaman penelitian diantaranya adalah :
1.    Sebagai ketua pada penelitian Model Penataan Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk mengoptimalkan Peluang Pasar Dan Pengembangan Kawasan Di Daerah Perbatasan Jagoi Babang-Serikin tahun 2014.
2.    Sebagai ketua pada penelitian Pengaruh Laju Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Tenaga kerja Terserap terhadap Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Di Indonesia tahun 2013.
3.    Secara mandiri melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Tenaga Kerja Terserap dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi di Indonesia tahun 2012.
Serta beberapa penelitian lainnya.
Beberapa karya tulis ilmiah yang telah ditulis oleh penulis, antara lain :
1.    Potensi dan Tantangan Pengembangan Sektor Unggulan di Kalimantan Barat tahun 2016 pada JEBIK, volume 5 tanggal 2 agustus 2016, ISSN : 2087-9954.
2.    Globalization in the Perspective of islam and Economic Experts tahun 2016 pada ELSEVIER, volume 219 tanggal 31 may 2016, ISSN : 1877-0428.
3.    The Performance of micro, small and Medium Eterprises (MSMEs) : Endigeneus Ethnic versus-non Endigeneus Ethnic tahun 2016 pada ELSEVIER, volume 219 tanggal 31 may 2016, ISSN : 1877-0428.
4.    The Rule  of Regional Superior Sectors in Creating GDP Value Added, Employment Opportunity, Regional Productivity and Human Development Index tahun 2015 pada ELSEVIER, volume 211 tanggal 9 Desember 2015, ISSN : 1877-0428.
5.    Komparatif Ekonomi Sistem Dan Praktek Neo-Liberal Dalam Perekonomian Indonesia tahun 2010 pada Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Kewirausahaan Vol 1 No.1 Tahun 2010, ISSN : 2087-9954.
6.    Hubungan Kausalitas Antara PDRB Perkapita Dengan Investasi Di Kalimantan Barat Sebelum Dan Setelah Otonomi tahun 2007 pada Suara Almamater Vol. 22, No. 2 Tahun 2007, ISSN : 0215-868X.
7.    Buku Metode kuantitatif tahun 2005, belum diterbitkan.
8.    Manajemen Berbasis Sekolah tahun 2007 di BKD Sanggau.
9.    Manajemen Berbasis Sekolah tahun 2008 di DIKNAS Bengkayang.

Untuk bisa berinteraksi dengan penulis, anda bisa menghubungi melalui Email :
dinarjadachmad54@gmail.com

Jumat, 10 Januari 2020

EDELWEISS DI TENGAH BELUKAR


EDELWEISS DI TENGAH BELUKAR

Sabtu, 2 November 1996, aku mendapat jadwal bertugas di Restoran Hotel pada sift sore yaitu dimulai dari jam 3 sore hingga jam 11 malam. Hingga jam 11 malam waktunya aku pulang. Setelah menyelesaikan laporan keuanganku hari itu, aku pun keluar melalui pintu belakang hotel untuk mengambil motor Suzuki Jet Cooled ku yang ku parkirkan di belakang hotel. Tempat parkir ini merupakan tempat khusus bagi kendaraan karyawan hotel. Setelah menghidupkan motorku itu, aku langsung melaju keluar dari belakang hotel menuju ke gerbang depan hotel untuk menuju ke Jalan Gajah Mada.
Ketika akan melewati gerbang hotel, ku lihat Tante Linda berdiri disitu sepertinya sedang menunggu seseorang. Rupanya Tante Linda melihatku dan langsung memanggilku untuk menghentikan laju motorku itu. Aku pun segera berhenti.
Tante Linda kemudian menghampiriku dan bertanya aku akan kemana. Maka ku jawab bahwa aku mau pulang. Tante Linda kemudian bertanya lagi ke arah mana jalanku pulang. Ku jawab aku pulang ke arah Jeruju. Selanjutnya Tante Linda berkata bahwa ia ingin menumpang untuk pulang ke arah Jalan Merdeka, yang tentunya aku akan melewati jalan itu menuju ke Jeruju. Tanpa menunggu persetujuanku, Tante Linda langsung naik ke belakang motorku. Ia pun menyuruhku untuk menjalankan motorku.
Dengan perasaan gerogi yang luar biasa aku segera menjalankan motorku. Tubuhku tegang sekali ketika menggonceng Tante Linda. Dan Tante Linda sepertinya tahu bahwa aku sangat gerogi saat itu, tapi ia tidak menghiraukannya. Ia dengan santainya sambil berkata bahwa orang yang biasa menjemputnya barangkali tidak bisa datang sehingga belum juga muncul menjemputnya hingga jam 11 malam itu. Ia biasanya pergi dan pulang bersama Tante Yanti, tapi hari itu Tante Yanti sedang datang bulan sehingga tidak bisa melayani pesanan dari tamu hotel, dan hanya berada di rumah kontrakan mereka saja di kawasan Jalan Merdeka, sehingga hanya Tante Linda sendiri saja yang datang ke hotel sejak jam 8 malam tadi karena ada tamu hotel yang memesan layanannya. Tante Linda hanya melayani tamu hotel satu rate saja malam itu. Setelah selesai melayani tamu, ia memutuskan untuk pulang. Aku hanya diam saja mendengar penjelasan Tante Linda itu.
Selanjutnya, motorku pun melaju melewati Jalan Gajah Mada. Ketika mendekati simpang Jalan Gajah Mada dan Diponegoro, dan akan memasuki Jalan Pattimura, Tante Linda bertanya apakah aku sudah makan atau belum. Belum sempat ku jawab, Tante Linda langsung mengajakku singgah ke Rumah Makan Ayam Panas 29 yang berada sederetan tidak jauh dengan Kaisar Swalayan di Jalan Pattimura. Rumah Makan Ayam Panas 29 ini buka 24 jam. Tante Linda berkata ia sangat lapar saat itu. Motorku pun berbelok menuju Rumah Makan tersebut. Setelah ku parkirkan motorku, kami pun turun dan memasuki Rumah Makan itu. Tante Linda kemudian memesan makanan, selanjutnya ia mengajakku duduk pada meja di dekat dinding. Aku pun mengikutinya.
Setelah duduk ia langsung menyalakan rokoknya sambil menawarkannya juga kepadaku, tapi ku katakan bahwa aku tidak merokok. Tante Linda hanya tersenyum saja saat itu. Sambil menunggu pesanan makanan kami diantar oleh penjaga Rumah makan ia mengajakku mengobrol santai. Aku yang masih gerogi itu hanya bisa menjadi pendengar yang baik saja mendengarkan obrolan santainya. Hingga kemudian ku beranikan diri untuk bertanya tentang kelanjutan cerita Tante Linda ketika pergi ke Bantul bersama Jamal.
Mendengar pertanyaanku itu, Tante Linda tertawa sambil berkata bahwa rupanya aku masih mengingat ceritanya itu. Sambil tersenyum malu aku mengiyakannya. Selanjutnya Tante Linda bertanya sampai dimana ceritanya waktu itu. Aku pun menjelaskan secara ringkas hingga ketika Tante Linda bersedia menemani Jamal untuk pergi ke rumah orangtua Jamal di Bantul.
----------
Belum sempat Tante Linda akan melanjutkan ceritanya, makanan yang dipesannya datang, makanan itu pun diletakkan oleh si penjaga rumah makan di meja tempat kami duduk. Tante Linda kemudian menyuruh untuk makan terlebih dahulu, nanti selesai makan baru ia akan melanjutkan ceritanya.
Selesai makan Tante Linda melanjutkan ceritanya, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam dan terlihat ia berusaha untuk tegar, Tante Linda mulai bercerita. Hari itu pergilah Tante Linda bersama Jamal ke Bantul menggunakan mobil yang disewa Jamal. Sesampainya di Bantul, mereka langsung menuju rumah Jamal. Jamal rupanya memegang kunci rumahnya, dan ketika dibuka ternyata rumah itu tidak ada orang. Tante Linda bertanya dimana orangtua Jamal yang sakit. Jamal menjawab bahwa orangtuanya sedang di rumah sakit sehingga rumahnya tidak ada orang. Dan nanti mereka akan pergi ke rumah sakit untuk bertemu orangtua Jamal.
Tante Linda yang tidak ada rasa curiga terhadap Jamal percaya saja, ia kemudian duduk di ruang tamu. Sedangkan Jamal langsung masuk ke dalam. Dan tak lama kemudian keluar membawa segelas air minum yang kemudian diberikan kepada Tante Linda. Jamal menyuruh Tante Linda untuk meminumnya dengan berkata bahwa tentunya Tante Linda haus setelah perjalanan jauh. Setelah memberikan segelas air itu, Jamal duduk tidak jauh dari Tante Linda.
Tante Linda yang masih belum curiga itu langsung meminum segelas air yang diberikan Jamal. Setelah minum, mereka berbincang-bincang sesaat. Namun tak lama kemudian, Tante Linda merasakan kepalanya pusing. Selanjutnya Tante Linda merasakan matanya mulai berkunang-kunang dan kepalanya semakin pusing. Hingga kemudian ia merasakan tubuhnya lemas sehingga ia kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi ruang tamu itu. Rupanya Jamal telah memasukkan sesuatu ke dalam air minum yang di minum oleh Tante Linda sehingga kepalanya menjadi pusing dan tubuhnya menjadi lemas.
Jamal yang melihat Tante Linda telah lemas itu terlihat langsung menutup pintu dan menguncinya. Meski dalam kondisi telah lemas, namun Tante Linda masih dapat melihat perbuatan Jamal selanjutnya. Jamal terlihat mengangkat tubuhnya dan dibawa ke dalam sebuah kamar. Sesampainya di dalam kamar, tubuh Tante Linda di baringkan Jamal pada tempat tidur dan Jamal mulai melepas pakaian Tante Linda satu persatu. Selanjutnya Jamal melepas pakaiannya sendiri. Tante Linda dalam kondisi telah lemas itu tak dapat berbuat apa-apa. Ia kemudian menyaksikan Jamal mulai memperkosanya.
Tante Linda ingin menjerit tapi ia tak mampu. Hanya air matanya saja meleleh dari sela-sela matanya melihat perbuatan biadab Jamal terhadap dirinya. Untuk beberapa waktu Tante Linda yang sedang hamil muda itu harus melewati siksaan perih karena Jamal sedang memperkosanya. Setelah melampiaskan nafsu bejatnya, Jamal memakai kembali pakaiannya dan terlihat keluar dari kamar. Tante Linda saat itu belum juga pulih, tubuhnya masih lemas dan dibiarkan terbaring begitu saja tanpa pakaian sehelai pun oleh Jamal. Hati Tante Linda menjerit, air matanya terus meleleh dari matanya.
Cukup lama Jamal keluar dari kamar membiarkan Tante Linda yang terbaring lemas. Kemudian terlihat ia masuk lagi dengan membawa beberapa orang yang rupanya itu teman-temannya. Ternyata ketika keluar dari kamar tadi Jamal pergi menjemput teman-temannya. Dalam kondisi lemas, Tante Linda mendengar cemoohan Jamal kepada Tante Linda dengan mengatakan kepada teman-temannya itu bahwa ternyata Tante Linda sudah tidak perawan. Jamal juga berkata bahwa Tante Linda adalah perempuan nakal sehingga sudah tidak perawan lagi. Dan ia mempersilahkan teman-temannya itu untuk menikmati tubuh Tante Linda karena pastinya sebagai perempuan nakal sudah terbiasa ia menjadi pelampiasan nafsu laki-laki.
Teman-teman Jamal yang mendengar perkataannya itu terlihat tertawa girang. Mereka selanjutnya satu persatu bergiliran memperkosa Tante Linda yang telah tak berdaya itu. Maka bertambahlah siksaan yang dirasakan oleh Tante Linda. Ia hanya bisa mengeluarkan air matanya saja melihat teman-teman Jamal yang berjumlah enam orang itu bergiliran memperkosanya. Entah berapa lama ia bertahan saat itu, hingga ia merasakan tidak sanggup lagi dan akhirnya ia tak sadarkan diri.
----------
Tidak tahu berapa lama Tante Linda tidak sadarkan diri. Ketika telah sadar, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit sekali, meski ia tidak merasakan lemas yang dirasakan sebelumnya. Tante Linda kemudian mencoba untuk bangun dengan pandangan matanya yang berkunang-kunang. Ia merasakan sangat nanar saat itu. Tubuhnya yang tanpa sehelai pakaian itu terlihat di tumpahi cairan sperma di sana sini. Ketika bercerita, terlihat Tante Linda berusaha untuk tegar sambil terus menerus menghisap rokoknya.
Dengan bersusah payah sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya yang tidak terkira, Tante Linda memakai pakaiannya yang tergeletak begitu saja di lantai kamar. Ketika selesai memakai pakaiannya, Tante Linda mendengar suara tertawa dari luar kamar. Rupanya Jamal dan teman-temannya sedang bercanda kegirangan di luar kamar. Tante Linda merasakan ketakutan sekali saat itu, pikirannya kosong, dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasakan sangat syok. Akibat perasaan takut yang sangat luar biasa, Tante Linda jatuh terduduk dengan pikirannya yang kosong. Ia hanya bisa menangis saja saat itu.
Rupanya dari luar kamar terdengar jika Tante Linda telah sadar, Jamal pun terlihat memasuki kamar. Tante Linda melihat Jamal seperti melihat iblis ia takut luar biasa, tapi tak mampu berkata. Ia hanya terduduk ketakutan sambil terus menangis.
Melihat Tante Linda telah sadar, Jamal memanggil teman-temannya untuk kembali masuk ke kamar. Selanjutnya Jamal mendekati Tante Linda yang sedang ketakutan itu, dengan tanpa berdosa berkata bahwa Tante Linda sudah tidak perawan, sehingga tidak perlu ia takut. Nikmati saja apa yang terjadi. Mendengar perkataan biadab Jamal itu Tante Linda hanya bisa menangis.
Rupanya perlakuan biadab Jamal dan teman-temannya belum selesai. Mereka kembali menarik tubuh Tante Linda ke tempat tidur. Selanjutnya mereka melepaskan kembali pakaian Tante Linda dan kembali bergiliran memperkosa Tante Linda yang sedang hamil muda itu. Tante Linda yang dalam kondisi ketakutan dengan sekujur tubuhnya sakit tidak terkira benar-benar tidak berdaya. Ia harus kembali merasakan siksaan Jamal dan keenam temannya bergiliran memperkosanya. Tante Linda tidak pingsan saat itu, hingga perbuatan biadab itu berakhir. Sungguh siksaan yang sangat perih yang sulit dilupakannya seumur hidup.
Selepas Jamal dan keenam temannya melampiaskan nafsu biadabnya, mereka kemudian keluar kamar. Tante Linda hanya dapat terbaring lemas di tempat tidur dengan sekujur tubuhnya semakin sakit. Pikirannya hampa dan pandangan matanya kosong. Air matanya pun seakan mengering dan tidak dapat keluar lagi. Kebencian dan kejijikannya terhadap laki-laki mulai timbul saat itu. Cukup lama ia hanya terbaring lemas di tempat tidur saat itu, sambil terus menerus menyesali nasib.
----------
Sekian lama kemudian, terlihat Jamal memasuki kamar. Jamal dengan sebutan biadab menyebut Tante Linda sebagai ‘Perek’ menyuruhnya untuk bangun dan memakai pakaiannya karena mereka akan pulang ke Jogja. Tante Linda dengan pandangan kosongnya bersusah payah untuk bangun. Dalam kondisi sekujur tubuh yang sakit dengan perlahan-lahan Tante Linda memakai kembali pakaiannya. Selanjutnya dalam kondisi linglung ia keluar dari kamar. Rupanya keenam teman Jamal sudah tidak ada lagi di rumah itu. Tanpa sepatah kata pun Tante Linda langsung keluar dari rumah dan memasuki mobil yang kemudian diikuti Jamal memasuki mobil. Mereka pun kembali pulang ke Jogja.
Sepanjang perjalanan pulang Tante Linda membisu dengan pandangannya yang kosong. Ia tidak mau melihat Jamal yang Durjana dan terlihat sangat menjijikkan dimatanya. Dengan dipenuhi rasa amarah dan dendam, hatinya sangat menjerit. Ketika sampai di tempat kostnya di Jogja, Tante Linda langsung turun menuju kamar kostnya. Ia tidak berkata apa-apa kepada si Durjana Jamal, bahkan Jamal pun sudah tidak mau dilihatnya lagi karena bagai iblis dalam pandangan matanya. Tante Linda selanjutnya hanya mengurung diri dalam kamar kostnya. Dan memendam kisah pilu dari perbuatan durjana yang telah dialaminya. Sejak itu ia tidak mau lagi bertemu si Durjana Jamal karena sangat menjijikkan baginya.
----------
Setelah beberapa hari mengurung diri dalam kamar kostnya, Tante Linda mulai merasakan sakit di sekujur tubuhnya telah berkurang, ia kemudian berusaha menguatkan diri untuk bertahan dan pergi kuliah ke kampusnya. Tapi perlakuan pedih harus ia alami ketika ke kampus. Rupanya Jamal telah menyebarkan cerita kesana sini bahwa Tante Linda adalah ‘Perek’ dan sudah tidak perawan. Sehingga beberapa mahasiswa dengan berani mengajaknya untuk berhubungan intim. Bahkan yang lebih menyakitkan ada yang bertanya berapa tarifnya satu malam. Ajakan yang menjijikkan itu tidak ditanggapinya. Ia terus bertahan untuk tetap menyelesaikan kuliah meski saat itu kehamilannya makin bertambah hari. Segala perkataan orang yang menyebutnya ‘Perek’ berusaha tidak dihiraukannya.
Hingga ketika ia berkonsultasi tentang mata kuliahnya kepada salah seorang dosennya, dan dosennya itu terang-terangan memintanya untuk berhubungan intim jika ingin dilayani konsultasi mata kuliahnya itu membuat semangatnya untuk menyelesaikan kuliah menjadi ambruk. Rupanya anggapan kepada dirinya sebagai ‘Perek’ juga sampai di kalangan dosen-dosennya di kampus. Permintaan menjijikkan dosennya itu tidak di tanggapinya, namun ia kemudian dipersulit untuk berkonsultasi tentang mata kuliahnya. Ia pun semakin jijik melihat laki-laki.
Situasinya yang dipersulit oleh dosennya itu lantaran ia tidak menanggapi permintaan tidak senonoh dosennya itu membuatnya berpikir lagi untuk tetap bertahan menyelesaikan kuliahnya. Ia akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri pulang ke Sumatera Barat dan menyampaikan kepada orangtuanya tentang kehamilannya. Maka berhentilah Tante Linda dari kuliah yang telah dijalaninya hingga menjelang akhir semester 7 saat itu. Ia pun pulang ke Sumatera Barat.
----------
Ketika pulang ke Sumatera Barat, orangtuanya sangat marah ketika mengetahui Tante Linda telah berhenti kuliah serta saat itu sedang hamil dan tidak ada laki-laki yang dapat di tuntut pertanggung jawabannya. Orangtua Tante Linda yang merupakan salah seorang terpandang di Sumatera Barat sangat malu dengan kondisi Tante Linda. Tante Linda kemudian diusir dari rumah karena dianggap membawa aib bagi orangtua dan keluarganya. Setelah diusir oleh orangtuanya, Tante Linda tinggal di rumah salah seorang keluarganya. Tapi rupanya orangtua Tante Linda mengetahui bahwa ia tinggal di rumah salah seorang keluarganya. Orangtuanya itu kemudian menemui keluarganya itu dan melarang untuk memberikan tempat tinggal bagi Tante Linda karena telah membawa aib bagi keluarga besar mereka. Keluarganya itu tidak dapat berbuat apa-apa, dan terpaksa meminta Tante Linda untuk pergi dari rumah mereka.
Dengan kepedihan hati, Tante Linda pergi dari rumah keluarganya itu. Ia kemudian hidup terkatung-katung dengan membawa kehamilannya yang semakin membesar. Ia berusaha berkerja apa saja hanya untuk menyambung hidupnya saat itu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Tante Yanti.
Tante Yanti adalah teman sekolah Tante Linda ketika di SMP. Tante Yanti sangat perihatin melihat Tante Linda dengan perut membesar berkerja serabutan untuk mencari nafkah. Ia pun membawa Tante Linda untuk tinggal bersamanya. Saat itu Tante Yanti telah berkerja sebagai Wanita Tuna Susila.
Bukan tanpa sebab Tante Yanti akhirnya berkerja sebagai Wanita Tuna Susila, karena ia juga mengalami nasib yang sama menyakitkannya dengan Tante Linda hanya situasinya saja yang berbeda. Tante Linda kemudian menceritakan keseluruhan tentang kisah hidup Tante Yanti yang dua kali menikah, dan kedua suaminya itu memiliki penyimpangan seksual. Kedua suaminya itu tidak akan terangsang jika tidak melihat Tante Yanti di gauli orang. Itulah awal mula Tante Yanti sangat membenci laki-laki. Ia kemudian lari dari suaminya dan menjadi Lesbian. Meskipun sebagai Lesbian, Tante Yanti kemudian berkerja sebagai Wanita Tuna Susila untuk mencari nafkah.
Selama tinggal bersama Tante Yanti, segala keperluan hidup Tante Linda yang sedang hamil besar itu di tanggung oleh Tante Yanti. Ini lah awal mula Tante Linda menjadi Lesbian. Kesamaan nasib yang mereka alami menimbulkan kebencian mereka kepada laki-laki. Mereka pun saling jatuh cinta dan menjalin asmara.
Sampailah waktunya Tante Linda melahirkan seorang anak laki-laki. Namun beberapa hari setelah melahirkan, anaknya itu meninggal dunia. Selanjutnya setelah pulih kesehatannya, Tante Linda mengikuti Tante Yanti berkerja sebagai Wanita Tuna Susila. Hingga kemudian mereka mendapat tawaran untuk berkerja di Kalimantan yaitu di Balikpapan dengan profesi yang sama yaitu sebagai Wanita Tuna Susila. Lebih dua tahun mereka di Balikpapan. Hingga kemudian pada tahun 1994 mereka mengikuti seseorang pergi ke Pontianak. Dan di Pontianak lah kini mereka berkerja.
Setelah menyelesaikan ceritanya itu, Tante Linda mengajakku pulang. Ia kemudian membayar makanan yang kami makan. Aku pun berjalan menuju motorku dan menghidupkannya. Tante Linda kemudian naik dibelakang motorku. Selanjutnya motorku melaju menuju Jalan Merdeka, dan berbelok masuk pada sebuah gang tempat rumah kontrakan Tante Linda berada. Motorku pun berhenti di depan rumah kontrakan tersebut.
Setelah Tante Linda turun dari motorku, ia sempat menawarkan aku untuk singgah sebentar di rumah kontrakannya, tapi ku katakan bahwa waktu telah lewat jam 2 subuh, dan aku harus tidur karena nanti jam 3 sore pada hari Minggu itu aku harus kembali masuk kerja. Tante Linda memahami kondisiku itu. Ia pun mengucapkan terima kasih karena aku bersedia mengantarkannya pulang dan menjadi teman sebagai tempatnya bercerita. Aku dengan tersipu malu hanya menganggukkan kepalaku saja dan pamit untuk langsung pulang. Selanjutnya aku menjalankan motorku dan melaju pulang ke rumahku di Jeruju.

--- oOo ---

CERMIN JIWA OWIE POJOH : DALAM SEBUAH ANTOLOGI

CERMIN JIWA OWIE POJOH : DALAM SEBUAH ANTOLOGI
Karya YUSURI, No. ISBN : 978-602-6569-44-8
Buku “Cermin Jiwa Owie Pojoh – Dalam Sebuah Antologi” berisi kumpulan puisi karya Yusuri, S.Pd., seorang Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah-Kalimantan Barat. Puisi-puisi tersebut ditulisnya dalam kurun waktu tahun 2002 -2019.
Yusuri, S.Pd menamatkan pendidikannya di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tanjung Pura Pontianak tahun 2000. Ia pernah menjadi Mentor pembacaan Puisi wilayah Jawa Barat.

DIARY 1997


DIARY 1997

Kamis, 8 Mei 1997.
Selepas makan malam aku, Pak Ngah Sanif, Yudi dan orangtuanya bersantai di depan rumah Yudi. Setelah cukup lama kami mengobrol santai, datang beberapa orang teman Yudi yang mengajaknya bersantai ke pantai Tanjung Batu. Yudi kemudian meminta izin Pak Ngah Sanif untuk membawaku ikut bersantai juga ke pantai Tanjung Batu. Pak Ngah Sanif mengizinkan namun ia ingin ikut serta untuk menjagaku. Kami pun selanjutnya berjalan ke pantai Tanjung Batu. Di pantai Tanjung Batu kami singgah ke sebuah pondok jualan milik temannya Pak Ngah Sanif.
Orang-orang di pantai Tanjung Batu hampir merata kenal dengan Pak Ngah Sanif. Karena jika ada kejadian aneh yang menimpa pengunjung Tanjung Batu, Pak Ngah Sanif lah yang selalu mereka panggil untuk menyelesaikan hal tersebut.
Di pondok jualan yang tak berdinding milik temannya Pak Ngah Sanif ini kami duduk santai. Yudi dan teman-temannya bersantai di tumpukan batu besar diluar pondok. Aku duduk didalam pondok menghadap ke pantai yang penuh dengan tumpukan batu besar, dan Pak Ngah Sanif duduk berjarak satu meja dibelakangku bersama temannya, si pemilik pondok jualan itu. Pak Ngah Sanif terlihat sangat asyik mengobrol dengan temannya itu.
Aku sangat menikmati suasana malam di tepi pantai saat itu. Suara ombak dan tiupan angin seperti alunan musik yang menghibur hatiku. Untuk beberapa saat aku hanyut dalam suasana. Hingga mataku tertuju pada sebuah batu besar didepan yang tidak jauh dari pondok tempatku duduk. Ku lihat Rina sedang berdiri diatas batu besar itu. Tubuhnya membelakangi laut dan memandangiku sambil tersenyum. Ku lihat ia melambai-lambaikan tangannya memanggilku.
Seakan jiwaku telah terkuasai oleh senyum dan lambaian tangannya, aku pun hendak berdiri untuk pergi menghampirinya. Namun ku rasakan tubuhku berat sekali seperti ada sesuatu yang menahannya sehingga aku tidak dapat berdiri. Aku terus mencoba untuk berdiri, namun tetap tidak bisa. Karena aku tidak juga menghampirinya sehingga ku lihat Rina bergerak perlahan ke arahku. Ku rasakan mataku saat itu tidak bisa berpaling dari tatapan matanya. Rina yang berambut sebahu dengan hiasan bendo merah dikepalanya, memakai kaos putih bergambar dan celana jeans biru ketat perlahan-lahan bergerak semakin mendekatiku.
Hingga semakin dekat kulihat Rina secara perlahan berubah. Kulitnya yang putih itu dipenuhi darah. Di leher sebelah kirinya terlihat luka yang menganga sangat besar. Terlihat darah bercucuran dari luka tersebut. Telinga kirinya tidak ada, dan terlihat luka besar menganga melewati mata kirinya hingga ke dahi. Baju dan celananya juga dipenuhi darah. Tangan kirinya terlihat hampir putus. Jari-jari tangan kanannya hanya tersisa jempol dan jari telunjuk yang tinggal setengah. Pada dada sebelah kanan terlihat luka yang juga menganga, begitu juga pada pinggang dan paha kanannya terdapat luka yang sama dengan darah yang bercucuran.
Seketika itu juga ku rasakan ubun-ubun dan tengkukku terasa dingin, dan semakin dingin ketika ku lihat Rina yang telah berubah sangat menakutkan bergerak perlahan semakin mendekatiku. Rasa dingin itu kemudian menjalar ke seluruh tubuhku hingga ke ujung kakiku. Jantungku seakan berhenti berdetak dan aku sulit bernafas karena seperti tertahan sesuatu. Tubuhku terasa sangat tegang dan kaku serta pandangan mataku tetap tertuju kepada tatapan matanya yang telah berubah sangat tajam dan mengerikan.
Aku benar-benar tidak bisa mengedipkan mataku apalagi memalingkannya. Ketika Rina yang terlihat sangat mengerikan itu hampir mendekatiku, tiba-tiba saja pandangan mataku tertutup sesuatu dan tengkukku terasa panas. Rupanya Pak Ngah Sanif yang mengetahui sedang terjadi susuatu padaku langsung bergerak cepat menutup mataku dengan tangannya dan tangannya yang satunya lagi menekan tengkukku.
Meski Pak Ngah Sanif asyik mengobrol dengan temannya itu, ia terus mengawasiku sehingga ia tahu bahwa sedang terjadi sesuatu padaku. Pak Ngah Sanif sambil menutup mataku dan menekan tengkukku, kemudian membacakan sesuatu ke ubun-ubunku sehingga ubun-ubunku terasa panas dari yang sebelumnya terasa sangat dingin.
Setelah selesai membacakan sesuatu ke ubun-ubunku, Pak Ngah Sanif menarik tangannya yang menutupi mataku ke arah bawah. Bersamaan dengan tarikan tangannya ke arah bawah, maka ku rasakan seperti ada hawa panas yang mengalir ke seluruh tubuhku hingga ke ujung kakiku sehingga hilanglah hawa dingin yang ku rasakan sebelumnya. Jatungku yang terasa terhenti langsung berdetak kencang, begitu juga nafasku langsung berderu dengan cepat.
Rina yang wujudnya sangat menakutkan tidak terlihat lagi dalam pandanganku. Pandangan mataku pun sudah dapat ku alihkan dan tubuhku dapat di gerakkan, meski jiwaku masih ku rasakan linglung dan jantungku masih terasa berdetak kencang. Nafasku pun masih turun naik dengan cepat.
Setelah yakin bahwa aku telah sadar, Pak Ngah Sanif langsung memegang tanganku dan segera membawaku pulang. Yudi dan teman-temannya yang sedang asyik mengobrol di luar pondok dan melihat hal tersebut langsung menghentikan obrolan mereka. Mereka tanpa banyak berkata langsung mengikuti Pak Ngah Sanif yang berjalan cepat menarik tanganku untuk membawaku pulang. Saat itu aku masih merasakan linglung.
Kami tanpa sempat berpamitan dengan pemilik pondok jualan tempat kami bersantai langsung pergi begitu saja. Tapi pemilik pondok sangat mengerti situasi demikian karena para penjual di kawasan Tanjung Batu sangat mengenal Pak Ngah Sanif dan mengerti jika Pak Ngah Sanif berbuat demikian berarti ada sesuatu yang membahayakan para pengunjung kawasan wisata tersebut.
Pak Ngah Sanif dengan menarik tanganku, berjalan cepat membawaku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Pak Ngah Sanif langsung menyuruh ibunya Yudi mempersiapkan air satu ember. Tanpa membuka pakaianku Pak Ngah Sanif langsung memandikanku.
Ketika akan memandikanku, Pak Ngah Sanif membacakan sesuatu sambil memegang timba yang berisi air yang diambilnya dari ember tersebut. Selanjutnya ia menyiramkan air ke bagian tengah tubuhku sebanyak tiga kali, dan ke arah kanan dan kiri tubuhku masing-masing tiga kali. Selesai Pak Ngah Sanif memandikanku, linglung yang ku rasakan hilang. Jantung dan nafasku normal kembali. Aku merasa benar-benar telah sadar sepenuhnya.
Setelah Pak Ngah Sanif memandikanku, aku disuruhnya mengganti pakaianku yang basah. Aku menurutinya dan mengganti pakaianku. Setelah itu aku duduk di ruang tengah bersama Pak Ngah Sanif, Yudi dan orangtuanya. Pak Ngah Sanif kemudian bertanya kepadaku apa yang telah ku lihat tadi.
Aku pun menjelaskan bahwa tadi ku lihat Rina dalam wujud yang sangat mengerikan. Rina yang berambut sebahu dengan hiasan bendo merah dikepalanya, memakai kaos putih bergambar dan celana jeans biru ketat bergerak perlahan mendekatiku secara perlahan juga berubah wujudnya. Kulitnya yang putih dipenuhi darah.
Di leher sebelah kirinya terdapat luka yang menganga sangat besar dan darah bercucuran dari luka tersebut. Telinga kirinya tidak ada, dan terdapat luka besar menganga melewati mata kirinya hingga ke dahi. Baju dan celananya dipenuhi darah. Tangan kirinya hampir putus. Jari-jari tangan kanannya hanya tersisa jempol dan jari telunjuk yang tinggal setengah. Dada sebelah kanannya terdapat luka yang menganga, begitu juga pada pinggang dan paha kanannya terdapat luka yang sama dengan darah yang bercucuran.
Mendengar penjelasanku itu, Pak Ngah Sanif menganggukkan kepalanya. Yudi dan orangtuanya saling berpandangan. Selanjutnya Pak Ngah Sanif menjelaskan jika seperti itu penggambaran yang terlihat dari mataku maka wujud Rina itu seperti mayat yang ditemukan di kawasan Tanjung Batu. Beberapa bulan yang lalu warga menemukan mayat wanita di pondok tempat ku duduk pada malam itu.
Wanita tersebut menggunakan pakaian dan dipenuhi luka seperti yang telah ku jelaskan. Wanita itu memang dibunuh seseorang, namun tidak diketahui siapa pelakunya. Tentang identitas wanita itu masih simpang siur, ada yang mengatakan wanita itu berasal dari Pemangkat namun ada juga yang mengatakan berasal dari Singkawang. Hingga kini tidak tahu bagaimana kelanjutan penemuan mayat itu apakah pelaku pembunuhnya telah diketahui.
Sebelum kejadian yang telah menimpaku, memang telah ada beberapa orang baik para penjual ataupun pengunjung kawasan Tanjung Batu yang melihat penampakan wujud wanita yang sesuai penggambaranku itu.
Agar tidak semakin membahayakan jiwaku, Pak Ngah Sanif menyuruhku untuk besok pulang ke Pontianak, dan nanti jangan dulu datang ke kawasan Tanjung Batu hingga aku benar-benar telah lepas dari pengaruh Rina. Aku pun menuruti perkataan Pak Ngah Sanif itu. Namun untuk besok pulang, Pak Ngah Sanif dan Yudi akan mengantarku hingga melewati batas kota Singkawang karena Pak Ngah Sanif khawatir Rina akan mengikutiku. Aku pun kembali menuruti perkataan Pak Ngah Sanif itu.
Setelah berkata demikian, Pak Ngah Sanif menyuruhku tidur karena besok selepas Sholat Shubuh aku akan melakukan perjalanan jauh untuk kembali pulang ke Pontianak. Aku menuruti perkataan Pak Ngah Sanif dan bersama Yudi langsung masuk ke kamar untuk tidur. Rupanya Pak Ngah Sanif juga tidur di kamar Yudi, ia tidur di dekatku. Pak Ngah Sanif berkata bahwa ia tidur didekatku untuk menjagaku selama aku tidur agar tidak di ganggu Rina dan supaya tidurku bisa pulas sehingga besok aku bisa bangun dengan segar. Maka malam itu aku benar-benar merasakan tertidur pulas.

--- oOo ---

Sengsaramu tak pernah ku saksikan,
Kepedihanmu tak dapat kurasakan,
Siapa dirimu wahai gadis...?
Mengapa kisah hidupmu mesti berakhir tragis...?
Mengapa masamu terhenti dalam kepedihan...?
Apa yang sebenarnya terjadi padamu wahai gadis...?
Siapa yang membawamu dalam kemelut tragedi ini...?
Aku hanya dapat mengenalmu,
Dalam duniaku yang senyap ini...
Selamat jalan wahai gadis...
Engkau abadi dalam tragedi ini...

Pontianak, 4 Juli 1997
Jum’at 11:30 Malam

----- o0o -----

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...