Minggu, 13 Oktober 2019

Misteri Relief Candi Borobudur


MISTERI RELIEF CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan masyarakat dunia. Keagungannya menggema hingga ke manca negara. Candi Borobudur terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar yang pada dinding-dindingnya dihiasi dengan 1460 relief. Relief - relief pada Candi Borobudur menggambarkan tentang kisah kehidupan pada masa dahulu. Untuk membaca cerita pada relief Candi Borobudur ini pengunjung harus berjalan searah jarum jam, yaitu dari arah sisi sebelah timur dan berakhir di sisi sebelah timur.
Pada relief di Candi Borobudur terdapat relief manusia yang bertelinga panjang, yaitu telinganya memanjang akibat menggantung anting-anting yang berat. Membentuk telinga memanjang seperti ini merupakan tradisi pada beberapa suku di dunia yang tentunya mengindikasikan bahwa Borobudur berasal dari suku-suku tersebut.
Pada umumnya, suku-suku di dunia yang memiliki tradisi bertelinga panjang seperti yang terdapat pada patung dan relief di Candi Borobudur yaitu Suku Dayak Kalimantan, Suku Huaorani Indian, Suku Maasai Afrika dan Suku Karen Burma. Maka pada suku-suku inilah dapat ditelusuri asal-usul sosok patung dan relief manusia tersebut, sehingga dapat ditelusuri juga asal usul dari Candi Borobudur.
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang memiliki tradisi memanjangkan telinga secara turun temurun. Suku Indian Huaorani, adalah salah suku asli Indian yang terdapat di bagian timur Ekuador. Suku Huaorani sering dijuluki Prajurit menakutkan dari hutan hujan Amazon.
Suku Maasai ialah kelompok suku asli dari Afrika yang memiliki pola hidup seminomaden di Kenya dan Tanzania. Mereka ialah salah satu kelompok Suku Afrika Timur yang paling dikenal di dunia luar karena kebudayaannya yang unik.
Suku Karen atau Kayin, adalah suatu kelompok etnis yang hidup di Burma atau Myanmar. Penyebaran orang Karen terutama berada di Selatan dan Timur Selatan bagian dari negara Burma, sementara ribuan lain hidup di daerah perbatasan Burma dan Thailand. Pemukiman orang Karen berada di daerah pegunungan. Desa mereka terlindungi oleh rumpun bambu sebagai pagar untuk perlindungan terhadap suku-suku lain yang mengancam mereka.

Tradisi memanjangkan telinga dalam masyarakat Dayak di Kalimantan disebut Telingaan Aruu. Tradisi memanjangkan telinga di kalangan Suku Dayak ini telah lama dilakukan turun temurun. Pemanjangan daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang dari tembaga. Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa sentimeter.
Memanjangkan telinga bagi suku Dayak dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bagi Suku Dayak, memanjangkan telinga memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai identitas kebangsawanan, sekaligus digunakan sebagai pembeda. Kemudian untuk menunjukkan umur seseorang. Telinga panjang bagi kaum wanita suku Dayak diyakini akan membuat mereka terlihat semakin cantik.
Selain itu, untuk melatih kesabaran melalui adanya pemberat akibat logam berbentuk lingkaran yang menempel pada telinga dan harus digunakan setiap hari. Dengan beban berat di telinga, rasa sabar dan penderitaan pun semakin terlatih.
Jika disesuaikan dengan tradisi yang ada hingga saat ini pada suku Dayak yang masih memegang tradisi memanjangkan telinga, maka suku Dayak terindikasi kuat memiliki peranan penting terhadap keberadaan Candi Borobudur. Hal ini sangat terlihat jelas pada bentuk patung dan relief di Candi Borobudur yang memiliki bentuk bertelinga panjang yang sangat mirip dengan telinganya orang Dayak.
Keberadaan patung dan relief manusia bertelinga panjang di Candi Borobudur memperkuat indikasi keberadaan peradaban Bangsa Dayak di Candi Borobudur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...