MENGKIANG
MASA DAHULU
Mengkiang secara resmi masuk dalam kekuasaan
Kerajaan Sanggau pada tahun 1891, setelah terbitnya Bijlage Letter De
Gouverneur General Van Borneo tanggal 4 Juni 1891 yang menyatakan Tanah
Mengkiang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Sanggau. Mengkiang menjadi
wilayah kekuasaan Sanggau setelah terjadi serangan Sanggau terhadap Orang-orang
Jangkang di Mengkiang hingga Hulu Sekayam dengan surat perintah Bijlage Letter
Van de Inlandsche De Gouverneur General
Van Borneo tanggal 11 Oktober 1886, yang berakhir dengan dikuasainya Tanah
Mengkiang oleh Panembahan Sanggau. Penyerangan Panembahan Sanggau ke Mengkiang pada
masa itu merupakan salah satu kontrak perjanjian dengan Belanda yang
ditandatangani Panembahan Sulaiman Sanggau dengan Gubernur Hindia Belanda Cornelis
Kater pada tanggal 4 Maret 1882. Sejak ditetapkannya Tanah Mengkiang sebagai
bagian dari wilayah kekuasaan Sanggau, maka tidak ada lagi kepemimpinan Pasak
Sanggau di Tanah Mengkiang, segala urusan kepemimpinan di Tanah Mengkiang yang
turun temurun dipegang oleh Pasak Sanggau beralih ke Sanggau.
Mengkiang pada masa dahulu pernah berdiri
sebuah Kerajaan yang didirikan oleh Ria Satry atau bergelar Patee Jangkang,
sehingga Kerajaan ini disebut Kerajaan Jangkang pada Hisek purnama ketujuh,
Matahari ke dua puluh delapan arah Utara Hisek ke tiga belas, 960 purnama, yang
artinya adalah bulan ketujuh, tanggal 28, tahun 1380 atau 28 Juli 1380 Masehi.
Pada masa itu Ria Satry ditugasi oleh Ayahnya yaitu Arya Batang atau bergelar
Patee Gumantar untuk menjaga kolam tempat sumber air kehidupan yang berada
dibawah Pohon Jangkang sehingga ia bergelar Patee Jangkang.
Pada tahun 1394, Patee Jangkang berpindah ke
Segumon Tampun Juah sesuai dengan kesepakatan perdamaian 112 Raja-Raja di
Kalimantan yang akan membangun pemukiman bersama di Segumon Tampun Juah.
Selanjutnya pemerintahan di Mengkiang dilanjutkan oleh anak Patee Jangkang yang
bernama Pangeran Mas Kedaung, yang ditandai dengan pengiriman tempat duduk dari
batu hitam untuk Raja Wijaya Pura Sambas pada tanggal 12 Februari 1440.
Ketika terjadinya perang Sangao pada tahun
1622 yang berujung pada penaklukan Kesultanan Mataram terhadap tanah Sanggau,
wilayah Mengkiang ini tidak lagi disebut sebagai Kerajaan Jangkang, tetapi
disebut Kerajaan Mengkiang oleh Kesutanan Mataram pada saat penobatan Pangeran Agung
Renggang menjadi Raja Mengkiang pada tanggal 8 Mei 1622. Perang Sangao terjadi
belum lama dinobatkannya Abang Terka atau Abang Awal yang bergelar Sultan
Awwaludin di Sanggau pada tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1025 Hijriah atau 3 April
1616.
Sedangkan Raja Jangkang yang telah berpindah
ke Segumon Tampun Juah selanjutnya berpindah ke Engkarong di Sekantot setelah terjadi
perpecahan antara 112
Raja-raja Kalimantan di Segumon Tampun Juah pada tanggal 13 Maret 1604. Dan pada
periode berikutnya wilayah Jangkang kemudian resmi menjadi wilayah kekuasaan Pemerintah
Hindia Belanda dan Kerajaan Sanggau pada tanggal 31 Agustus 1912.
Pada masa dahulunya daratan yang sekarang telah menjadi
komplek pemakaman di Mengkiang merupakan tempat Ibadah Kaharingan. Tempat
ibadah ini sering disebut orang sebagai Istana Mengkiang yang dilengkapi dengan
Altar Ibadah berbentuk Tiwah Bundar. Sedangkan pusat pemerintahan Mengkiangnya
berada diseberang daratan Sungai Mengkiang.
Dari photo yang diabadikan oleh rombongan Misionaris
ke Mengkiang tahun 1920, masih terlihat pemukiman penduduk di daratan Sungai
Mengkiang. Pusat pemerintahan Kerajaan Mengkiang yang sejak dahulu disebut
sebagai pemukiman Jangkang juga masih terlihat. Tempat pusat pemerintahannya
pada tahun 1920 tersebut telah menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang
akan menaiki sampan untuk ke hulu atau hilir sungai Sekayam maupun sungai
Mengkiang. Tempat berkumpulnya orang-orang ini terdapat sebuah jamban yang
sangat populer yang hingga sekarang orang masih mengingatnya sebagai Jamban
Jangkang karena berada di pemukiman yang dibangun oleh Orang-orang Jangkang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar