Rabu, 24 Januari 2018

RITUAL ADAT ORANG LAU SANGGAU


SEMBAHYANG ARWAH LELUHUR

Menurut riwayatnya, asal mula sembahyangan untuk arwah para leluhur masyarakat Tionghoa berasal dari kepercayaan masyarakat dahulu yang berpendapat bahwa setelah seseorang meninggal, maka arwah orang tersebut tetap terus hidup. Konsep mengenai arwah ini menimbulkan ketakutan dalam diri mereka, karena arwah yang telah meninggalkan tubuh dapat lebih bebas untuk pergi kemana saja. Sehingga kemampuan untuk mempengaruhi hal yang membahagiakan dan merugikan manusia akan lebih besar dibandingkan sewaktu dia hidup. Oleh karena itu muncullah persembahyangan terhadap orang yang telah meninggal. Pada riwayat lainnya menyatakan bahwa asal mula sembahyang untuk arwah para leluhur merupakan tradisi masyarakat Tionghoa untuk selalu membersihkan kuburan dan menghormati arwah leluhur mereka.
Kemudian terdapat juga riwayat yang menyatakan bahwa asal usul sembahyang untuk arwah para leluhur masyarakat Tionghoa ini bermula ketika pada masa dahulu ada seseorang yang bernama Cu Guan Ciang atau Zhu Yuan Chang. Ia adalah pendiri Dinasti Ming yang lahir dari keluarga yang sangat miskin. Agar tidak mati kelaparan, ia diserahkan oleh orang tuanya ke sebuah kuil. Pada suatu saat ketika ia telah menjadi kaisar, ia tidak mengetahui lagi di mana letak makam leluhurnya. Maka pada hari yang sudah ditentukan, ia memerintahkan semua rakyatnya untuk berziarah ke makam para leluhur mereka masing-masing dan memberi tanda kertas kuning diatas makam leluhurnya. Di atas makam yang tidak ada tanda kertas kuningnya, kaisar menziarahi dan menganggapnya sebagai makam leluhurnya.
Pada masyarakat Tionghoa di Kabupaten Sanggau juga terdapat tradisi sembahyang untuk arwah para leluhur. Tradisi itu sebagai perwujudan penghormatan terhadap para leluhur. Karena adanya kita karena adanya pendahulu kita yaitu para leluhur. Selain itu arwah para leluhur juga dipercayai selalu menjaga anak cucuknya dimana pun berada sehingga wajib untuk disembahyangkan sebagai ungkapan terima kasih dan menjaga komunikasi dengan para leluhur. Masyarakat Tionghoa Sanggau percaya bahwa arwah para leluhur selalu menunggu doa-doa yang dikirim anak keturunannya dan kedatangan mereka ke kuburan. Jika tradisi sembahyang untuk para arwah leluhur tidak dilaksanakan maka arwah para leluhur akan marah dan biasanya akan mendatangi anak keturunannya lewat mimpi. Sembahyang untuk arwah para leluhur dapat dilakukan di rumah ataupun di kuburan.
Untuk tradisi sembahyang yang dilakukan di kuburan biasanya hanya dapat dilakukan jika Lembaga Yayasan telah membersihkan seluruh kuburan. Sembahyang untuk arwah para leluhur ini juga dijadikan sebagai waktu untuk keluarga berkumpul. Dimana keluarga yang berada jauh diluar kota Sanggau akan pulang untuk melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi ini juga tidak mengharuskan semua keluarga berkumpul, jika terdapat halangan maka cukup diwakilkan oleh 2 atau 3 orang saja.
Selain sembahyang untuk arwah para leluhur yang dilakukan di rumah atau di kuburan sebagai perwujudan penghormatan dan mengingat para leluhur, terdapat juga tradisi mengarak Altar para Leluhur atau mengarak Toa Pekong. Tradisi mengarak Altar Leluhur ini dilakukan untuk menghormati dan mengingat arwah leluhur yang dipercayai sebagai penjaga masyarakat Tionghoa di Sanggau. Toa Pekong dan Altar para Leluhur diarak mengelilingi Song Ke atau Pasar Hulu, Cung Ke atau Pasar Tengah dan Ha Ke atau Pasar Hilir. Selama arak-arakan mengelilingi ketiga wilayah tersebut diiringi tabuhan musik Barongsai.
Sebelum pelaksanaan ritual, Toa Pekong dan Altar Arwah Para Leluhur dipersiapkan terlebih dahulu didalam Kelenteng. Tempat mempersiapkan segala kebutuhan ritual harus ditempatkan tersendiri dan tidak boleh ada orang lain selain orang-orang yang mengurus ritual. Adapun barang-barang yang dipersiapkan dalam tradisi ritual mengarak Toa Pekong dan Altar Para Leluhur yaitu sebagai berikut :
1)        Toa Pekong yaitu patung Dewa-Dewi yang dipuja atau disembahyangkan di Kelenteng.
2)        Papan Arwah
3)        Dupa
4)        Sepasang Lilin Merah
5)        Kue dan manisan
6)        Buah-buahan
7)        Bunga
8)        The

Setelah Toa Pekong dan Altar Leluhur dipersiapkan didalam Kelenteng, selanjutnya Toa Pekong dan Altar Leluhur dibawa keluar dari Kelenteng untuk diarak atau dibawa berkeliling, yang terlebih dahulu dilakukan penghormatan dengan mengangkat altar didepan Kelenteng dalam jumlah ganjil. Selanjutnya Toa Pekong dan Altar Leluhur dibawa berkeliling dengan diiringi pawai Nong Long dan tabuhan musik Barongsai. Selama diarak atau dibawa berkeliling, dilakukan pembakaran Dupa atau Hio bergagang merah yang ditancapkan pada tempat yang terdapat didalam Altar Leluhur. Para peserta pawai juga harus membawa Dupa atau Hio yang telah dibakar.

Ringkasan buku Ritual Adat Orang Lau Sanggau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...