Minggu, 21 Januari 2018

MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN BARAT 2

MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN BARAT 2

Kerajaan Tanjung Pura secara resmi menjadi Kerajaan Islam pada tahun 1590 Masehi. Panembahan Giri Kusuma pada saat itu merubah sistim pemerintahan dan mengukuhkan Tanjung Pura menjadi Kerajaan Islam Sukadana Tanjung Pura-Matan, dengan segala hukum kerajaan berpedoman pada hukum Islam.
Namun masuknya Islam di Tanjung Pura jauh sebelum tahun 1590 Masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penemuan prasasti batu nisan di Kecamatan Sandai bertarikh 127 Hijriah atau tepatnya 745 Masehi. Sandai adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Letaknya di pedalaman Kabupaten Ketapang dan berbatasan dengan Kecamatan Hulu Sungai yang dulunya bergabung dengan Kecamatan Sandai, serta berbatasan dengan Kecamatan Laur dan Kecamatan Nanga Tayap. Prasasti sejarah yang ditemukan ini bernilai tinggi yang secara fakta mengungkap bahwa kebudayaan Islam di Ketapang adalah kebudayaan Islam tertua di Nusantara yang datang pada abad ke-7.
Selain itu, dalam catatan kuno sejarah Dinasti Sung yang tertulis pada buku ke-489, menyebutkan tentang sejarah kerajaan Tanjung Pura. Dalam catatan kuno tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 977 Masehi hubungan kerajaan Tanjung Pura dengan para pedagang Arab semakin berkembang. Dalam catatan kuno tersebut juga disebutkan bahwa Raja Tanjungpura, Hyang-ta, adalah seorang Muslim. Dimana Nenek Moyangnya dahulu memeluk Agama Braham yang mengajarkan tentang Ajaran Pohon Kehidupan. Selanjutnya disebutkan bahwa Ajaran Pohon Kehidupan sangat berkembang, sedangkan Ajaran Buddha tidak seberapa pengaruhnya. Dalam catatan kuno tersebut dinyatakan juga bahwa Hyang-ta pada saat itu telah mengirim utusan ke istana Tiongkok, yang dipercayakan kepada pedagang Arab bernama P’ulu-hsieh (Abu Abdallah) untuk memimpin delegasi kerajaan Tanjung Pura.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ditemukannya prasasti batu nisan di Kecamatan Sandai, Ketapang yang bertarikh 127 Hijriah atau 745 Masehi, dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-7 Masehi, Islam telah berkembang di Ketapang. Kemudian berdasarkan catatan kuno Dinasti Sung yang tertulis pada buku ke-489, dapat disimpulkan juga bahwa Raja Tanjungpura, Hyang-ta, adalah seorang Muslim. Dimana Nenek Moyangnya Hyang-ta dahulunya memeluk Agama Braham yang mengajarkan tentang Ajaran Pohon Kehidupan. Dan Ajaran Pohon Kehidupan ini berbeda dengan Ajaran Buddha, karena dikatakan bahwa Ajaran Buddha pada masa itu tidak seberapa pengaruhnya dibandingkan Ajaran Pohon Kehidupan.
Dalam keyakinan Nenek Moyang Kalimantan, Ajaran Pohon Kehidupan ini disebut Ajaran Batang Haring atau Kaharingan yang berarti Pohon Kehidupan. Haring atau Kaharingan berasal dari bahasa Sangen atau Sangiang. Dan bahasa Sangen atau Sangiang adalah induk dari berbagai bahasa yang terdapat di Kalimantan.
Ajaran Batang Haring atau Kaharingan ataupun yang sering disebut Agama Kaharingan berdasarkan catatan kuno tersebut dikatakan merupakan bagian dari ajaran Agama Braham dan bukan ajaran Agama Buddha. Hal tersebut diperkuat juga dengan catatan Fa Xian / Fa Shien seorang biarawan pada periode tahun 411 Masehi di era tahun ke-7 Kaisar Xiyi yang pernah berkunjung ke Kalimantan yaitu di Kutai Kertanegara menyatakan bahwa Agama Braham yang mengajarkan Ajaran Pohon Kehidupan ini sangat berkembang dan berpengaruh di Kalimantan pada masa itu dibandingkan dengan Agama Buddha.
Berdasarkan catatan kuno dari Dinasti Sung pada periode tahun 977 Masehi dan catatan Fa Xian / Fa Shien pada periode tahun 411 Masehi sebagai jawaban bahwa mayoritas Nenek Moyang Kalimantan pada masa dahulu memeluk Agama Kaharingan atau Ajaran Pohon Kehidupan yang merupakan bagian dari ajaran Agama Braham. Hanya sebagian kecil saja yang memeluk Agama Buddha. Dan dalam kedua catatan kuno tersebut tidak disinggung tentang keberadaan Agama Hindu di Kalimantan. Artinya bahwa sebelum masuknya Agama Islam di Kalimantan, mayoritas masyarakat Kalimantan pada masa itu memeluk Agama Kaharingan, dan sebagian kecilnya memeluk Agama Buddha, sedangkan untuk Agama Hindu tidak terdapat penyebarannya di Kalimantan.

Ringkasan buku Napak Tilas Islam di Bumi Dara Nante

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...