Sabtu, 13 Januari 2018

EKSPEDISI PAMALAYU

EKSPEDISI PAMALAYU

Ekspedisi Pamalayu bermula ketika Kerajaan Singhasari mendapat ancaman dari Raja Mongol yaitu Khubilai Khan. Kerajaan Singhasari pada masa tersebut dipimpin oleh Raja Kertanegara. Raja Kertanegara kemudian mengajak Raja Melayu di Dharmasraya untuk menghadang serangan dari Raja Khubilai Khan yang akan menaklukkan Jawa dan Sumatera. Namun ajakan dari Raja Kertanegara tersebut ditolak oleh Raja Dharmasraya. Akibat penolakan tersebut maka Raja Kertanegara kemudian mengutus Mahisa Anabrang atau disebut juga Lembu Anabrang atau Kebo Anabrang untuk menghimpun pasukan menuju ke Dharmasraya.
Mahisa Anabrang adalah orang Melayu keturunan Patih Suatang dan berasal dari aliran Sungai Kampar, ia mengabdi di Singhasari dan diangkat menjadi Rakryan di Kerajaan Singhasari. Sebelum pergi ke Kerajaan Dharmasraya, terlebih dahulu Mahisa Anabrang pergi ke negeri Nan Sarunai dan bertemu dengan Raja Nan Sarunai, Miharaja Rahadyan Japutra Layar.
Kepada Miharaja Rahadyan Japutra Layar, Mahisa Anabrang menyampaikan bahwa ia merupakan utusan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari yang akan menghimpun kekuatan guna membendung ancaman serangan dari Kekaisaran Mongolia, dan Miharaja Rahadyan Japutra Layar kemudian memberi petunjuk agar Mahisa Anabrang pergi menemui Raja Serongkah atau Demong Serongkah yang bergelar Raja Tulang Gading Darah Puteh, Raja Hulu Aik dan ke Angrat Batur yang sekarang ini terletak di Kabupaten Landak. Miharaja Rahadyan Japutra Layar juga berpesan kepada Mahisa Anabrang membawa banyak garam guna dibagikan kepada masyarakat di pedalaman Kalimantan.
Mahisa Anabrang kemudian pergi menemui Raja Hulu Aik dan ke Angrat batur. Dengan petunjuk dari Raja Hulu Aik, Mahisa Anabrang berusaha menghimpun pasukan disepanjang Sungai Melahui yang terlogatkan olehnya sebagai Sungai Malaya atau Sungai Melayu. Pemerintahan disepanjang Sungai Melahui pada masa itu berpusat di wilayah yang sekarang disebut Melawi, dengan Rajanya yang bernama Aban Merubai. Dari penduduk di sepanjang Sungai Melahui inilah kemudian menjadi asal muasal Orang Melayu di Kalimantan Barat.
Mahisa Anabrang ketika berusaha mengumpulkan pasukan di Kalimantan, sebanyak tujuh kali ia pulang pergi sehingga ia disebut Pulang Pali melewati sepanjang Sungai Melahui sambil membagi-bagikan garam yang ia bawa ke pemukiman-pemukiman penduduk yang ia temui. Hingga disuatu tempat di wilayah Kerajaan Hulu Aik, ia terjatuh sehingga kakinya terkilir. Tempat tersebut kemudian disebut Nek Lembu. Ketika peristiwa terjatuhnya Mahisa Anabrang ini, ia kemudian menikah dengan anak perempuan Raja Hulu Aik yang bernama Dara Ponya atau Dayang Ponya. Mereka memperoleh dua orang anak yaitu Nallauda dan Dayang Salipah. Nallauda ketika dewasa menggantikan Mahisa Anabrang menjadi petinggi di Wilwatikta atau Majapahit dan bergelar Mpu Jatmika atau Mpu Nalla. Ketika di Angrat batur, Mahisa Anabrang mendirikan sebuah kerajaan diwilayah tersebut yang bernama Kerajaan Landak, dan bergelar Ratu Sang Nata Pulang Pali I.
Setelah ribuan pasukan dari pedalaman Kalimantan telah terkumpul, maka dibawalah ribuan pasukan tersebut untuk menundukkan kerajaan-kerajaan di wilayah Sumatera dan Jawa yang kemudian disebut sebagai Ekspedisi Pamalayu. Ribuan pasukan Mahisa Anabrang ini ketika Ekspedisi Pamalayu membawa beberapa bendera yaitu bendera berwarna Merah, warna Kuning dan warna Biru serta bendera bersimbol Matahari.
Setelah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1293 Masehi, ribuan pasukan yang berasal dari pedalaman Kalimantan ini, tidak semuanya kembali ke Kalimantan, beberapa kelompok ada yang tetap berada di Dharmasraya, kemudian beberapa kelompok ada yang menetap di wilayah Kerajaan Haru Kuta Buluh, beberapa kelompok menetap disepanjang wilayah tepian Sungai Asahan, beberapa kelompok menetap di wilayah Kuntu Kampar, dan beberapa kelompok menetap di Desa Loh.
Ketika Ekspedisi Pamalayu ke Dharmasraya, Mahisa Anabrang menikahi salah seorang Putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, Raja Dharmasraya yang bernama Dara Jingga. Mereka memperoleh putra yang bernama Adityawarman yang selanjutnya menjadi Raja Malayapura Swarnnabhumi yang kemudian pusat kotanya dipindahkan ke Pagaruyung.

Ringkasan Buku EKSPEDISI PAMALAYU 1275

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...