Rabu, 03 Juni 2020

Ikan Asin Dalam Literatur Kuno


IKAN ASIN DALAM LITERATUR KUNO
--- TUTORIAL MEMBUAT IKAN GEMBUNG ASIN ---

Ikan asin bagi masyarakat Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Keberadaan Ikan asin ini terdapat dalam beberapa literatur kuno, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.        Dalam Prasasti Taji tahun 901 Masehi, disebutkan makanan yang diproses dengan cara diasinkan. Disebut pula daging asin yang dikeringkan.
2.        Dalam Prasasti Panggumulan I tahun 902 Masehi, menyebut tumpukan ikan yang diasinkan, seperti dendeng kakap, dendeng bawal, ikan asin gembung, ikan layar atau pari, udang, hala-hala, dan telur.
3.        Prasasti Watukura I tahun 907 Masehi, menyebut ikan kakap yang dikeringkan.
4.        Prasasti Rukam tahun 907 Masehi, yang menyebut berbagai ikan yang dibuat dendeng.
5.        Dalam Prasasti Sangguran tahun 928 Masehi, disebutkan telur yang dikeringkan.
6.        Telur yang dikeringkan dan daging asin juga disebut dalam Prasasti Jeru-Jeru tahun 930 Masehi, Prasasti Alasantan tahun 939 Masehi, dan Prasasti Paradah II tahun 943 Masehi.

Ikan yang diasinkan dalam Prasasti itu disebut dengan istilah Grih. Adanya teknik pengawetan dengan cara diasinkan menunjukkan pembuatan garam sudah dikenal pada masa dahulu, khususnya pada masyarakat pesisir. Tidak hanya diasinkan, masyarakat pada masa dahulunya juga memadukan teknik pengasinan dengan pengeringan. Produknya biasa dikenal dengan nama ikan kering. Masyarakat menyebut ikan kering adalah Den atau Dain, artinya dendeng atau ikan yang dikeringkan.
Dalam Prasasti Kembangarum yang berangka tahun 824 Saka atau 902 Masehi membuktikan bahwa masyarakat pada zaman itu sudah menyantap ikan asin. Disebutkan juga, masyarakat pada masa itu biasa makan ikan asin dengan nasi, ditambah beberapa jenis lauk-pauk lainnya seperti dendeng ikan, cumi-cumi, dan udang. Apa yang telah terungkap didalam Prasasti Kembangarum ini menggambarkan kehidupan masyarakat di pesisir Nusantara pada masa dahulu yang telah mengkonsumsi ikan asin sebagai komoditi pangan sehari-hari.
Dalam Prasasti Rukam, Grih atau ikan asin dan Dendain atau ikan yang dikeringkan juga digunakan sebagai hidangan yang disajikan dalam upacara penetapan Sima atau Tanah Suci. Dari bukti sejarah itu, ikan asin rupanya tak hanya jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari, tetapi juga jadi hidangan yang disajikan dalam upacara-upacara besar. Bahkan berdasarkan bukti sejarah tersebut, pada masa dahulu, ikan asin ini juga merupakan makanan suci untuk persembahan dalam upacara dan menjadi bahan pangan yang dihidangkan dan dikonsumsi kaum bangsawan.
Adapun ikan-ikan yang sering diawetkan melalui diasinkan atau dikeringkan adalah ikan-ikan laut, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Prasasti Pangumulan I yang berangka tahun 902 Masehi dan Prasasti Rukam yang berangka tahun 907 Masehi. Kedua Prasasti itu menjelaskan, tentang beberapa jenis ikan yang dijadikan ikan asin pada masa itu. Jenis ikan yang diasinkan atau dendeng, terutama jenis-jenis ikan laut seperti ikan gembung, ikan kakap, ikan tenggiri.
Ikan gembung yang diolah menjadi ikan asin sebagaimana yang disebutkan dalam Prasasti Pangumulan I dan Prasasti Rukam ternyata telah menjadi makanan pavorit sejak tahun 900-an Masehi. Bahkan hingga sekarang ikan gembung asin menjadi salah satu ikan asin yang selalu dicari masyarakat sebagai bahan pangan. Kemudian merujuk pada Prasasti Kembangarum bahwa masyarakat pada zaman itu sudah biasa makan ikan gembung asin dengan nasi.
Selanjutnya merujuk juga pada Prasasti Rukam, Grih dan Dendain atau ikan asin yang dikeringkan yang salah satunya adalah ikan gembung asin juga digunakan sebagai hidangan yang disajikan dalam upacara penetapan Sima atau Tanah Suci dan menjadi makanan yang dikonsumsi kaum bangsawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUNGKUI THE TRADITIONAL CULINARY OF SANGGAU

Sungkui is a traditional Sanggau food made of rice wrapped in Keririt leaves so that it is oval and thin and elongated. Sungkui is a typical...